Wednesday 11 March 2015

KOTA YANG ANYAR (Aman Nyaman dan Rapi) ITULAH SALATIGA



Sumber Kompasiana 


Salatiga adalah sebuah kota kecil yang berada di Jawa Tengah atau yang juga dikenal sebagai kota taman sari masyarakat lokalnya yang santun ramah menjadikan kota ini menjadi kota yang aman nyaman, bagi orang-orang yang bekunjung ke salatiga menetap sekalipun di kota ini saya bolehdi bilang anda akan melihat minatur layaknya daerah anda  sendiri. Terbukti orang yang dari luar kota salatiga bahkan orang luar jawa sekalipun banyak yang sudah berpuluh-puluh tahun menetap di kota kecil ini  bahkan menghabiskan usianya di kota ini. iklim kota salatiga yang sejuk yang hijau menambah sensasi tersendiri bagi orang yang tinggal di kota ini, pemandangan yang indah itu bisa dinikmati setiap saat bersama keluarga bersama teman-teman, aset alam yang berdiri tegak yang dikenal sebgai gunung merbabu benar-benar menyajikan salatiga sebagai kota yang nyaman untuk bersantai, keindahan gunung merbabu sangat Nampak di saat pagi hari dan sore hari anda berdiri atau lagi menikmati jalan-jalan  di sekitar bundaran kota salatiga di sana anda akan menumukan keindahan yang gratis saat mengarahkan pandangan kearah merbabu.

            Penulis sendiri yang asli toraja adalah seorang pengagum kota ini di samping masyarakat dan keindahan alamnya yang sangat menarik dan mengagumkan, kota ini juga di kenal sebgai kota Indonesia Mini dengan kehadiran beberapa kampus sala satunya kampus swasta terbesar di salatiga yaitu Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) yang  juga dikenal sebagai kampus terkemuka di Indonesia pada tahun 80an mahasiswanya sangat dikenal kekritisanya di era Orba, kehadiran UKSW dan kampus lainya menjadikan kota ini Nampak sebagai miniature Indonesia, anda tak harus lagi datang ke papua, untuk bisa melihat gaya hidup orang papua, atau datang di sulawesi melihat gaya hidup orang Sulawesi, atau Sumatera, Ambon cukup anda di salatiga anda akan melihat keragaman etnis di sana. Etnis yang beragam hidup berdampingan dengan penduduk local menjadikan kota ini benar-benar kaya akan keunikan dan keindahan. Di tambah lagi setiap tahun UKSW bekerja sama dengan pemerintah daerah kota salatiga selalu mengadakan Vestival budaya yang dikenal “Ekspo Budaya” di mana dalam acara ini menyajikan ragam jenis kebudayaan dari masang-masing etnis, seperti tari-tarian lagu daerah bahkan kuliner wow pokonya luar biasa, beberapa hal inilah yang menurut penulis sebgai kekuatan yang dimiliki kota kecil yang penuh sensasi ini, Selain hal di atas kota salatiga juga sangat dekat dengan tiga kota besar yaitu Jogjakarta Solo Semarang (Joglosemar) menjadikan kota ini sangat-sangat strategis, untuk dijadikan sebagai tempat jalan-jalan.

            Salatiga juga terdapat beberapa makanan khas yang harganya cukup terjangkaulah tapi rasanya nikmat dan gurih, pertama kali saya datang di kota yang sejuk ini saya ditawarkan oleh teman makanan khasnya salatiga adalah Ronde makanan yang terbuat dari beras ketan yang di dalamnya di isi pemanis lalu di bikin menyerupai telur dan kemudian diberi kuah yang dicampur jahe serta kolang kaling dan kacang menambah nikmatnya makanan ini wahhh temna-teman jika jalan-jalan ke salatiga jangan lewatkan salah satu makanan ini, nyesal nanti jika hanya mendengarkan pengalaman orang yang sudah pernah mencicipinya hehe tidak hanya ronde beberapa makanan lainya seperti getuk gula kcang dan masi banyak lagi.

Sejarah Kota Salatiga

           Prasasti Plumpungan, cikal bakal lahirnya Salatiga, tertulis dalam batu besar berjenis andesit berukuran panjang 170cm, lebar 160cm dengan garis lingkar 5 meter yang selanjutnya disebut Prasasti Plumpungan. Berdasar prasasti di Dukuh Plumpungan, Desa Kauman Kidul, Kecamatan Sidorejo, maka Salatiga sudah ada sejak tahun 750 Masehi, pada waktu itu Salatiga merupakan perdikan. Perdikan artinya suatu daerah dalam wilayah kerajaan tertentu. Daerah ini dibebaskan dari segala kewajiban pajak atau upeti karena daerah tersebut memiliki kekhususan tertentu, daerah tersebut harus digunakan sesuai dengan kekhususan yang dimiliki. Wilayah perdikan diberikan oleh Raja Bhanu meliputi Salatiga dan sekitarnya.
Menurut sejarahnya, di dalam Prasasti Plumpungan berisi ketetapan hukum, yaitu suatu ketetapan status tanah perdikan atau swantantra bagi Desa Hampra. Pada zamannya, penetapan ketentuan Prasasti Plumpungan ini merupakan peristiwa yang sangat penting, khususnya bagi masyarakat di daerah Hampra. Penetapan prasasti merupakan titik tolak berdirinya daerah Hampra secara resmi sebagai daerah perdikan atau swantantra. Desa Hampra tempat prasasti itu berada, kini masuk wilayah administrasi Kota Salatiga. Dengan demikian daerah Hampra yang diberi status sebagai daerah perdikan yang bebas pajak pada zaman pembuatan prasasti itu adalah daerah Salatiga sekarang ini. Konon, para pakar telah memastikan bahwa penulisan Prasasti Plumpungan dilakukan oleh seorang citralekha (penulis) disertai para pendeta (resi). Raja Bhanu yang disebut-sebut dalam prasasti tersebut adalah seorang raja besar pada zamannya yang banyak memperhatikan nasib rakyatnya. Isi Prasasti Plumpungan ditulis dalam Bahasa Jawa Kuno dan bahasa Sanskerta. Tulisannya ditatah dalam petak persegi empat bergaris ganda yang menjorok ke dalam dan keluar pada setiap sudutnya.Dengan demikian, pemberian tanah perdikan merupakan peristiwa yang sangat istimewa dan langka, karena hanya diberikan kepada desa-desa yang benar-benar berjasa kepada raja. Untuk mengabadikan peristiwa itu maka raja menulis dalam Prasasti Plumpungan Srir Astu Swasti Prajabhyah, yang artinya: "Semoga Bahagia, Selamatlah Rakyat Sekalian". Ditulis pada hari Jumat, tanggal 24 Juli tahun 750 Masehi (sumber http://id.wikipedia.org/wiki/Kota_Salatiga)






REFLEKSI 13 TAHUN KABUPATEN MAMASA


Fandi Editing (Kantor Bupati Mamasa)



Perenungan

Pada kesempatan ini kita sebagai putra putri daerah Mamasa harus bersyukur kepada Tuhan karena daerah kita Mamasa tetap berdiri kokoh sekalipun masi jauh dari harapan kita sesunggunya. Tahun 2002 silam daerah kita resmi berdiri menjadi sebuah Kabupaten sendiri setelah keluar dari induk Kabupaten yang dulunya di singkat Pol-Mas (Polewali Mamasa), lantas apa yang kita sudah buat untuk daerah kita ini?  Tidak semua orang Mamasa bisa menjawab pertanyaan ini oleh karena mungkin belum menorehkan sebuah perestasi untuk Mamasa. Namun mari kita satukan prinsip bahwa dengan menjaga nilai-nilai budaya, membangkitkan semangat kelokalan, dan menumbuhkan mimpi-mimpi besar untuk Kabupaten Mamasa sebetulnya kita sudah memberikan sebagian diri kita kepada  daerah kita ini.

                Kini kembali lagi rakyat memasa memperingati sebuah moment yang sangat berharga di mana Mamasa pertama kali di lekatkan sebuah identitas yaitu menjadi Kabupaten. Semangat yang tumbuh dari semua kalangan benar-bennar pecah di saat moment itu tiba, tak terlihat dari mereka bahwa kita masi banyak tanggung jawab yang belum kita selesaikan, tampak kita larut dalam kecerian dengan moment yang luar biasa itu. Satu kata yang terlintas dalam pikiran saya “Semangat kita masi terus berkobar” lantas apa yang terlintas dalam pikiran mereka yang nota bene sebagai pengambil keputusan? Saya juga mengharapkan mereka masi membangun misi-misi yang mulia untuk kabupaten ini. Dengan sampainya Kabupaten mamasa di umur 13 tahun seyogyanya kita telah berbangga dengan kreasi putra-putrinya yang diberi mandat oleh rakyatnya namun kenyataan berbicara lain fakta tetap fakta, sekian lamanya waktu yang kita lalui justru sajian yang kita dapatkan adalah keluhan dari kita sendiri lantas siapa yang salah? Tidak ada yang perlu disalahkan yang perlu di benahi adalah apakah kita sudah membangun “Kesadaran” tentang memilih siapa yang terbaik di antara banyak orang yang pintar.

Tanggung Jawab

                Masalah yang paling krusial yang dihadapi  Mamasa hingga hari ini adalah boborkonya infrastruktur jalan. Dari pra kabupaten dan pasca Kabupaten rakyat kita belum pernah menikmati jalan mulus seperti yang telah dirasakan daerah lain di negri ini. Lelah bagi rakyat Mamasa untuk terus menerus memohon kepada mereka yang di percaya agar jalan ini bisa di benahi. Namun apa artinya jeritan itu nampaknya tak mengunggah niat mereka yang di angkat menjadi pemimpin. Tapi tak usah berkecil hati kita tetap percaya bahwa tak ada orang yang ingin rumahnya di musnahkan, tapi mungkin mereka harus di beri tahu bahwa kita masi punya anak cucu, kita di bawahi system yang besar maka apakah terlalu penting jika kita selalu bermain janggal dalam system. Semua orang percaya bahwa tidak ada system yang benar-benar sempurna, tapi yang terpenting adalah apakah kita sudah bertanggung jawab terhadap orang-orang yang sudah memberi kepercayaan.

                Bapak ibu dan kauwla muda mari kita membangun tekad bahwa ulang tahun Mamasa jangan hanya dimaknai sebagai seremonial semata. Peringatan hari ulang tahun ini hanya sebatas peryaan tampa makna, peringatan di mana anak-anak hingga dewasa hanya terlarut dalam lomba-lomba tahunan.  Bukan hal tersebut yang menjadi  bukti bahwa kita sudah matang sebagai sebuah kabupaten. Tugas dan tanggung jawab daerah Mamasa  sangatlah besar. Apabila dahulu pendiri bangsa ini harus berjuang menumpahkan darah. Namun saat ini tugas tersebut telah beralih dalam bentuk menumpahkan segala ide, gagasan, pemikiran yang brilian untuk mengisi kekosangan yang menjadikan rakyat kita sulit keluar dari kemelut suatu masalah.

Angkat Pemimpin yang Punya Spiritualitas

                Kemungkinan ada yang bertanya apa sih spritualitas itu? Orang yang memimpin secara sungguh-sungguh dengan meletakan nilai-nilai budaya dan juga nilai-nilai hukum sebagai prisip utama dalam mempin. Spiritualitas tidak terlepas juga dari unsur  cinta terhadap ruang yang dipimpin. Sebuah teori yang di sampaikan bapak dari bangsa India “Mahatma Ghandi” pelopor Kemerdekaan dan filsofi politik serta anti kekerasan, dalam teorinya mengatakan bahwa dalam dunia perpolitikan pemimpin harus berpolitik dengan punya prinsip moralitas. Jika orang berpolitik tampa prinsip bagi Ghandi itu adalah salah satu dosa social seperti yang di sampaikan lewat teorinya yaitu 7 dosa social. Dalam teori Ghandi mengingatkan kita tentang prinsip yang hakikat dalam proses membangun suatu bangsa teori itu di kenal dengan 7 dosa social, yang pertama adalah science without (Pengetahuan tampa kemanusiaan) yang kedua worship without sacrifice (kebaktian tampa pengorbanan), ketiga commerce without morality (perdagangan tampa moralitas) keempat education without character (pendidikan tampa karakter) kelima wealth without work (kekayaan tampa kerja) keenam pleasure without consciousness (kesanangan tampa kesadaran) ketuju politics without principal (politik tampa prinsip). Pemikiran dari Mahatma Ghandi sangat relevan untuk menkaji ulang tentang model kepemimpinan yang di bangun pemangku jabatan yang ada di Mamasa di mana sangat Nampak mereka mempin lepas dari tanggung jawab, seolah tidakmembangkitkan kesadaranya dalam memimpin. Loyalitas atas kekuasaan menjadikan mereka menjadi lupa daratan. Lantas apa yang kita hendak buat jika pemimpin demikian, apakah kita berpikir revolusi untuk menumbangkan saya rasa ini bukan langkah yang bijak, bagi penulis kekuasaan selalu punya ujung kendali, oleh karenanya ketika mereka yang sedang berkuasa tidak lagi mempu memegang kendali dengan sendirnya, maka biarkan saja dan mari kita berpikir kedepan untk memilih mereka-mereka yang terbaik dan belajar dari pemimpin lawas.

“SELAMAT ULANG TAHUN YANG KE 13 KABUPATEN MAMASA TUHAN MEMBERKATI SELURUH RAKYATMAMASA”
               

                

Tuesday 10 March 2015

Orang Jakarta Mau ke Jogja Bilangnya ke Jawa, Mengapa?


                Menjadi sebuah kebiasaan saya jika mendengar sebuah pernyataan yang lucu, yang unik akan selalu tersave di pikiran saya. Pertanyaan di atas sudah kesekian kalinya saya dengar sejak saya melanjutkan studiy di pulau Jawa. Hal yang mengesankan pertama kali ketika berbaur dengan masyarakat Jawa adalah kultur tata karama yang halus santun dan ramah, saya boleh katakana ini adalah cirri khas bagi sebagian besar orang jawa. Dan kebetulan daerah yang saya tinggali di jawa adalah daerah yang berdekatan dengan Kraton  Surakarta, dengan Kraton Yogyakarta, jadi tak heran masyarakatnya sangat menjunjung tinggi budaya tata karma. Meskipun tata karma berlaku juga di daerah lain tetapi ada beberapa pola pendekatan yang berbeda yang dimiliki masyarakat jawa misalkan pendekatan bahasa yang halus tegur sapa senyum, lebih tepatnya mungkin penulis sebut sebagai kearifan lokal adat jawa.

                Tetapi terlepas dari kultur orang jawa yang dikenal ramah di Indonesia, ada satu hal yang membuat penulis penasaran. Berawal dari makan malam,  beberapa jam yang lalu saya keluar makan sendiri di warung angkringan. Secara kebetulan di warung tersebut ada beberap anak club motor dari Jakarta yang habis berkunjung ke Pacitan (Jawa Timur) lalu ke semarang dan akan kembali ke Jakarta, dalam perjalananya mau ke Jakarta mereka sejenak beristrahat di warung yang kebetulan saya datangi. Singkat cerita Saya memesan indo mie sama teh panas, sembari makan saya mencoba mengawali obrolan dengan salah satu anak club motor yang kebetulan berasal dari Jakarta, setelah beberapa menit ngobrol tiba-tiba temanya yang duduk di samping  berkata “Bang katanya besok anak Club Vespa Jakarta Selatan mau turing juga ke jawa”  mendengar pernyataan itu saya tersenyum, dan saya pun langsung bertanya ke mereka, mas kok teman-teman dari Jakarta kalau mau ke Salatiga apa Jogja misalkan kok selalu bilang mau ke jawa padahal Jakarta juga masuk dalam pulau jawa. Ia menjawab  mungkin bahasanya kali yah yang beda!! mendengar jawaban ini yang menurut saya sangat ambigu, saya kemudian memberi sanggahan, mas.. kalau di tempat saya kan ada beberapa daerah juga misalkan saya dari toraja mau ke makasar kan saya tidak katakan mau ke Sulawesi, tetapi pasti katakana mau ke makasar, karena Sulawesi itu nama pulau, apa bedanya dengan Jawa ia juga pulau yang di dalamnya ada Jakarta ada Semarang ada Surabaya dll. Dari sanggahan saya membuat dia sentak terdiam, lalu ia katakana ia juga sih yah mungkin ahli sejarah yang bisa jawab kali yah hehe sambil sedikit tersenyum, aku juga bingung sihh.. ucapnya.


                Dari obrolan ini semakin membuat saya penasaran dengan pernyataan tersebut. Mengapa harus mengatakan demikian yah, mungkin saudara-saudara  ada yang bisa member pandangan..

Keliru Mengindonesiakan SDM


Implikasi Pendidikan

Pendidikan adalah sebuah proses pengubahan sikap dalam menuntut perkembangan untuk pendewasaan diri. Aspek pendidikan menitik beratkan manusia sebagai pusat perubahan, oleh karenanya pendidikan sangat berguna dan memabntu manusia lebih memahami dunianya. Pendidikan dalam bahasa Yunani bersal dari kata padegogik yaitu ilmu menuntun anak. Orang Romawi melihat pendidikan sebagai educare, yaitu mengeluarkan dan menuntun, tindakan merealisasikan potensi anak yang dibawa waktu di lahirkan di duni. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) pendidikan berasal dari kata didik (mendidik), memelihara dan member latihan (ajaran pimpinan) mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran.

            Dalam mendewasakan diri lewat pendidikan Negara membuat beberapa kebijakan dalam dunia pendidikan, kebijaka tersebut di maksudkan agar dunia pendidikan bisa menjawab tantangan globalisasi.  Lewat pendidikan yang terus di kampanyekan akhirnya munculalah beberapa tingkatan pendidikan yang mewarnai bangsa Indonesia, mulai dari pendidikan Dasar  SD, SMP, dan SMA. Dengan bekal awal pendidikan lalu di lahirkan pulalah system pendidikan yang bertaraf perguruan tinggi. Lewat media pendidikan seperti inilah manusia-manusia di payungi oleh Negara dalam proses pendidikan dari jenjang ke jenjang, segalanya di atur mulai system pendidikan dalam suatu Negara bisa terpola dengan baik dan bisa menjadi asset dari Negara itu sendiri.

            Bicara pendidikan tidak lepas ketika orang mulai membincangkan SDM, sudah digariskan bahwa kekuatan manusia adalah berpikir, mengembangkan daya berpikir tentu atas dasar instrument pendidikan, maka tak heran kemajuan suatu daerah sangat ditentukan oleh berapa besar jumlah orang-orang berpendidiknya. Bahkan bicara kemiskinan sekalipun pendidikan selalu menjadi sebuah ukuran. Maka dari itu pendidikan adalah vitalitas sendi kehidupan manusia, mengingat manusia dalam hidupnya berkompetisi.

Mengapa Harus ke tempat lain mencari Pendidikan

            Sudah dikatakan sebelumnya bahwa pendidikan adalah bagian sangat vital dalam kehidupan manusia. Karena besarnya peran pendidikan dalam mengembangkan SDM maka tak heran pemerintah pun berinisiaatif untuk melahirkan berbagai kebijak untuk mendorong putra-putri daerahnya untuk mengenyam pendidkan.

            Dalam tulisan ini penulis ingin sedikit menyinggung kebijakan pemerintah, dalam hal membiayai beberapa putra-putri daerah untuk keluar mencari pendidikan-pendidikan yang katanya bermutu, kebijakan itu di biasa disebut sebagai “Ikatan Pemda”, di Indonesia daerah yang di anggap sebagai daerah yang pendidikan bermutu adalah Pulau Jawa dalam hal ini di ukur dari “(Alumni, Infrastruktur dan Pengajarnya)”. Hal ini tebukti dengan banyakya daerah di Indonesia atas kebijakan pemdanya mengirim putra-putrinya keluar pulau jawa untuk kuliah. Secara pribadi harus saya akui bahwa hampir segalanya jika kita bicara perkembangan memang pulau jawa jauh lebih maju di banding daerah lain di Indonesia. Di kampus penulis sendiri di salatiga tepatnya jawa tengah yaitu  UKSW, hampir sebagian besar mahasiswanya berasal dari pulau Indonesia bagian Timur, bahkan alumninya begitu selesai ada yang langsung menjadi dosen di kampus itu sendiri, intinya begitu lulus tidak pulang ke kampung halamanya untuk membangun daerahnya melainkan ia sudah memutuskan untuk berdiam di tempat tersebut, berdiam di sutu tempat itu sah sah saja dan itu juga pilihan rasional tapi maksudnya adalah apakah tidak lebih bijak jika kita membangun daerah kita sendiri.

            Dalam hal ini penulis menilai bahwa agak keliru rasanya kebijakan tersebut, penulis berpikir kenapa bukan lembaga pendidiknya di benahi di daerah itu sendiri malai dari systemnya, seleksi pengjar yang baik dan membut aturan yang baik, lalu mendatangkan pengjar-pengajar dari luar yang bermutu, bukan terus mennerus mengirimkan anak didik untuk keluar. Sekalipun putra putri daerah itu cerdas kreatif dan berpendidikan tinggi tapi daerahny tidak menyipkan ruang untuk mereka berkarya yah sama saja tidak berguna, oleh karenanya yang terpenting adalah menyiapkan tempatnya lalu tempat itulah yan di pikirkan bagaimana supaya ruang  tersebut berisi dengaan orang-orang yang bermutu. Jika dikatakan bahwa lingkungan yang baik dapat mempengaruhi si subjek juga menjadi baik maka kenapa kita tidak menciptaakan lingkungan yan baik tersebut kenapa harus keluar mencari? Jika bicara konteks Indonesia semestinya pendidikn kita harus setara pada tingkat kemajuanya, ini bukan soal rasis tapi ini soal bagaimna melihat Indonesia maju secara universal.

            Masalah yang berikut adalah teman-teman yang kulih berstatus “Iktan Pemda” jurusnaya bukan kehendak bebasnya untuk memilih jurusn di pergurun tinggi tapi jug ditentukan oleh pemda, misalkan teman-teman dari Kalimantan dari sulawesi mahasiswanya sebagian besar diarahkan di keguruan PGSD, begitu lulus secara serentak maka mereka masi menunggu pengangkatan untuk resmi menjadi PNS karena lapangan pekerjaan terbatas sementara yang mau daftar begitu banyak. Akhirnya ada yang menunggu sampai 3 tahun belum juga ada pengangkatan, bahkan ada yang bilang kita ingin berkompetisi di bidang yang lain tapi takutnya status pemda kita di cabut dan disuruh ganti rugi karena kita tidak taat pada kesepakatan awal di mana kesepakatanya hanya menjadi seorang guru bukan bidang lain. Selain  itu juga mungkin banyak yang potensinya bukan menjadi seorang guru tetapi karena iming-iming di biaya kuliahnya maka akhirnya paksa untuk ikut ketimbang pakai uang orang tua mending ikut pemda karena di bayarin. Apa yang saya katakana ini tidak lebih dari opini saja dengan merujuk pada beberapa fakta yang penulis temui, bahwa begitulah gambaran kebijakan ini, bagi penulis jika kita bicara SDM kebijakan ini kurang efesien.


            

Saya, Imajinasi, Kopi Hitam dan Membaca



Logika mengantarmu dari A sampai ke Z, tetapi imajinasi akan membawamu ke mana-mana.
Logika mengajarku tentang keruntutan dalam berpikir, lalu membuat sebuah keputusan, tetapi secara pribadi saya mengagumi sebuah imajinasi karenai ia mengajarku bagaimana berpikir tampa batas, sekalipun itu hal yang sangat tidak mungkin untuk saya lakukan, karena bermimpi pada hal-hal yang besar adalah hal pokok dalam berimajinasi.

Tentang Saya Menurut Sahabat
                Saya di mata banyak teman-teman adalah orang yang unik, manusia bandel manusia tempramen tendensius itulah penamaan dari temaan-teman, dalam aktivitas kuliah pun tak jarang saya di usir oleh dosen dari kelas karena soal terlambat soal ngotot di kelas seperti itulah saya. Mau dibilang ini adalah karakter ntahlah aku juga sampai sekarang bingung karakter itu apa sih. Intinya saya tidak suka di atur saya berpenampilan pun seenaknya sendiri tidak bisa membedakan ini tempat yang harus berpakaian formal atau tidak saya samakan saja. Tapi kalau soal diskusi soal baca buku itu adalah hobi saya diskusi apa pun itu mau yang terkait studi atau stupid adalah satu kegemaran saya yang penting bisa kumpul sama teman-teman tertawa bersama-sama, mungkin itu alasanya hingga hari ini saya belum lulus-lulus karena kuliah dan bermain saya samakan saja hehehe, kafe kampus saya berikan nama kampus 2  tidak ada aktivitas pokok di kampus pasti waktu habis di kafe, kadang berangkat jam 10 pagi pulang jam 4 sore padahal Cuma di kafe. Intinya saya nyaman dengan aktivitas itu, di kafe tentunya tidak asal duduk yah pasti cerita yang bermutu sedikitlah sembari menikmati kopi hitam dan rokok GG hampir setiap hari demikian.

Imajinasi Tentang Perang Dunia
                Perna di suatu hari saya ke kampus agak sore, sekitar jam 2 star dari kost, sebelum masuk kampus saya membeli sebotol minuman bersoda setelah itu saya masuk di kampus, tapi hari itu saya memutuskan untuk santai-santai di areal kampus hinga sekitar 20 menit saya berjalan sembari menikmati kesejukan iklim kampus saya akhirnya mampir di salah satu bangku yang ada di pojok lapangan sepak bola kampus, hari itu benar-benar cerah, di saat itu pula pikiranku sudah mulai memilah ide-ide yang membayangi tentang objek-objek yang saya amati di sekelilingku, hingga akhirnya kutemukan satu objek di mana imajinasi memaksa untuk harus kembali ke sejarah besar yang pernah terjadi di masa lalu sekalipun saya tidak terlibat di masa itu. Objek itu adalah sekumpulan capung yang beterbangan rendah di atas udara sembari mendekati ranting pohon tak hanya itu padanganku juga mengamati daun-daun yang sudah kering jatuh dari rantingnya hingga ia menyentuh tanah dan kadang di saat bersamaan abu-abu yang ada di lapangan tiba-tiba mengepul dan membentuk ibarat asap sungguh kejadian-kejadian yang simple ini memaksa pikiranku untk berimajinasi tentang bagaimana peranga dunia terjadi di kala itu. Capung yang beterbangan ku ibaratkan sebagai pesawat-pesawat tempur yang sedang menyerbu lawan, dan saya mengibaratkan daun-daun yang jatuh adalah bom yang di jatuhkan dari pesawat, dan amatan terakhirku melihat abu yang beterbangan adalah efek dari dentuman bom yang dijatuhkan dari pesawat. Sunggu rangkai kejadian yang terjadi bersamaan tapi bisa di rangkai dalam sebua cerita yang menarik, Sekalipun saya tidak hidup di jjaman perang dunia  tetapi lewat imajinasi saya bisa membuat sepenggal cerita tentang kejadian tersebut.

Tentang Kopi Hitam
Banyak yang bilang semua kopi itu sama, kalau warnanya ia sama-sama hitam, tapi kalau rasanya jelas berbeda, aromanya saja berbeda. Hampir semua jenis kopi di Indonesia sudah ku nikmati, dari kopi Lampung, Aceh, Flores, Toraja, Palembang, Kalimantan, Jawa, dll, dari berbagai daerah ini masing menyajikan aroma yang khas, seorang penikmat kopi akan menjatuhakan pilihanya pada satu rasa kopi jika saya pilihanku adalah Kopi Toraja dan Palembang, maklum dari kecil lahir di dekat pohon kopi di pedalaman Toraja hehe, kopi hitam bagi saya bisa memberi satu spirit, ini bukan berlebihan, saya tak meminum kopi sehari bawaanya ingin di tempat tidur tapi jika saya meminum kopi bawaanya ingin bercerita intinya ingin beraktivitas sembari menikmati kopi, tak jarang tulisan saya itu berawal dari konco kopi hitam ,hingga kuberi satu istilah “Khas” (kopi Hitam Saja). Kopi hitam memang identik dengan pria itu alsanya jika saya duduk di suatu tempat dan melihat seorang cewek yang meminum kopi hitam rasanya ingin berkenalan dengan dia biar bisa menikmati kopi bersama, dan akhirnya kita bisa bernyanyi Join join kopi, hehe.. bagi saya kopi hitam itu minuman para pria yang suka berimajinasi. Jika cewek menikmati kopi itu tentunya wanita-0wanita yang berseni tinggi, ini pengalaman saya berkenalan dengan wanita-wanita penikmat kopi.

Membaca
saya orang yang tidak suka di atur, oleh karena baca buku tidak ada yang mengatur itu alasanya saya suka baca buku, terkadang kesendirianku di ramaikan dengan bacaan-bacaan yang menarik buku-buku kegemaran saya adalah Filsafat aliran-aliran budhisme karya-karya Plato dkk, bacaan motivasi, dan social lainya, membaca buku adalah sebuah petualangan tampa batas, saya tidak harus berjabat tangan dengan seorang Plato, seorang Aristoteles, Albert Einstein, tapi lewat membaca saya bisa tau tentang sebagian pikiran cemerlangnya dan sebagian isi dapurnya. Membaca adalah gerbang untuk masuk dalam dunia yang luas, ia adalah akktivitas yang sangat sederhana tapi implikasinya begitu besar. Ia bisa membentukmu menjadi sosok yang professional tapi idealnya adalah rajin baca buku juga harus sering-sering dibenturkan dengan kejadian di lapangan,  jangan hanya menjadi kutu buku. Baca buku lalu di samping ada kopi hitam rokok 2 atau 3 batang cukuplah utk bacaan 2 bab buku luar biasa kan, jadi jangan malas baca buku.



Friday 29 August 2014

Antitesis Baik

Fenomena pilpres kali ini merupakan salah satu fenomena pilpres yang menarik semenjak era reformasi. Disebut demikian karena dapat dipastikan bahwa banyak orang menjadi jengkel, tertawa terpingkal-pingkal, gemas, dan emosi dengan salah satu kandidat presiden, yaitu bapak Prabowo Subianto. Prabowo membuat banyak orang berkomentar yang isinya hampir semua negatif tentang dirinya, disebabkan karena dianggap pencitraan yang dibangun tentang dirinya, pernyataan-pernyataan yang dibuat terkait dengan pilpres dan langkah-langkah nyata yang menurut banyak orang tidak konsisten. Ya, Prabowo sedang memperlihatkan antitesis. Antitesis yang diperlihatkan Prabowo adalah antitesis tentang apa yang disebut yang baik. Saya percaya bahwa kita akan berdebat tentang apa itu yang baik, namun jika yang baik itu kita taruh dalam konsep pilpres kali ini, maka banyak orang akan setuju bahwa kriteria itu ada dalam diri Bapak Joko Widodo. Tetapi sesungguhnya, menurut saya, Prabowo sendiri sedang memperlihatkan yang baik, hanya dalam cara yang berbeda - itu alasannya saya menyebutnya antitesis tentang yang baik. Artinya apa yang diperlihatkan Prabowo, bukan untuk menyangkal konsep yang baik, tetapi Prabowo sedang menggiring kita untuk melihat yang baik dalam sudut pandang yang lain, yang sama sekali berbeda dari biasanya kita lihat.

Antitesis tentang yang baik itu terus diperlihatkan Prabowo dalam beberapa hal: pertama, perekrutan calon wakil presidennya. saya percaya bahwa kita semua mengetahui bapak cawapresnya Prabowo anaknya bermasalah secara hukum, tetapi tidak dikenakan sanksi hukum atas perbuatannya. Padahal, dalam setiap debat capres - cawapres, cawapres ini paling nyaring bicara tentang persamaan di depan hukum. Kedua, partai pendukung. Kita juga bersama-sama tahu bahwa petinggi-petinggi dari partai-partai pendukungnya hampir semua sedang terjerat masalah hukum. Ketiga, oknum-oknum dalam timsesnya. Kita juga tahu bahwa ada oknum yang saat ini menjadi timsesnya adalah oknum yang memiliki dosa, salah satunya adalah dosa lumpur lapindo. Keempat, pendamping (kuasa) hukumnya. Kita juga tahu betapa tidak kredibelnya mereka, sehingga hal yang paling konyol yaitu penghitungan angka total suara saja keliru; dan kesalahan penghitungan itu dilemparkan ke kalkulator, yang nyata-nyata dia adalah mesin, yang tunduk pada apa yang diminta oleh manusia.

Dari empat hal ini, dugaan saya, Prabowo secara tidak langsung sedang membantu Bapak Jokowi untuk mulai melakukan seleksi sejak awal bahwa oknum-oknum ini, baiknya jangan sampai ada dalam pemerintahannya, atau bahkan dijadikan timnya. Bapak Prabowo juga sedang mengatakan kepada kita masyarakat Indonesia, inilah wajah-wajah mereka yang jika dipelihara terus-menerus akan berpotensi merugikan kita dan negara. Ya, lihat saja perilakunya; mungkin itu yang sedang disampaikan Prabowo secara simbolik pada kita semua.

Tetapi, apakah dengan demikian kita lalu menjadi maklum dan berhenti melakukan kritik atas langkah-langkah yang sedang dibuat Tim Bapak Prabowo? saya pikir juga tidak. Mengapa? Kita adalah harapan beliau. Kita adalah bintang pemandu beliau tentang yang baik. Karena itu, teruslah tampilkan kritik tetang apa yang baik itu, sehingga beliau dapat terbantu memperlihatkan kepada kita antitesis tentang yang baik itu.

Penulis, Onesimus Hihika, Mahasiswa UKSW, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Komunikasi
Facebook https://www.facebook.com/ones.rives

Tuesday 25 March 2014

GUBERNUR SUL-BAR TIDAK PRO RAKYAT


Konsep nation State tidak mungkin hancur dalam tempo yang lama. Yang perlu di jaga dan diwaspadai adalah agar nation-state dengan ideologi nasionalismenya jangan dijadikan berhala. Untuk indonesia secara teoritik “kemanusiaan yang adil dan beradab” adalah payung nasionalisme bangsa ini. Jadi ideal sekali, seklaipun dalam kenyataanya menempu jalan yang berbeda. Namun, para pemimpin negeri ini belum paham makna tersebut.

            Indonesia semestinya secara kultural lebih kokoh karena bangsa lahir sebagai negara, tetapi tidak demikian yang terjadi . saya melihat kelemahan terbesar terletak pada pemimpin. Sejak proklamasi kita telah mempunyai  pemimpin-pemimpin hebat, tetapi tidak efektif. Mereka gagal membangun bangsa ini secara berencana. Kita harus jujur bahwa bangsa indonesia bisa bertahan hingga hari ini terutama karena kedarmawanan alam. Sekalipun lautan kemisikinan  masi terbentang luas celakanya  adalah kenyataan bahwa bumi yang darmawan ini menjumpai manusia-manusia yang sering lupa daratan lupa lautan. Orang baik masi banyak kita jumpai, tetapi tidak berada dalam posisi untuk bertindak efektif, kekuatan orang baik inilah yang harus di galang untuk tujuan-tujuan besar menyelamatkan masa depan bangsa.

            Nasib buruk inilah yang di alami beberapa daerah di indonesia termasuk Sul-Bar,  sebuah propinsi hasil pemekaran dari sul- sel pada tanggal 5 oktober 2004, terhitung sudah 14 tahun menjadi propinsi tetapi daerah yang bernaung di dalamnya masi banyak yang tak berdaya, berdasrakan data yang ,di himpun oleh KPDT sulbar di temukan masi ada 4 kabupaten yang masi tertinggal di antaranya adalah Mamuju, Majene, Mamasa, Polewali mandar (Polman), dan Mamuju Utara. Kendala terbesar yang di alami oleh beberapa daerah di sulbar adalah SDM yang masi rendah, infrastruktur, ekonomi, dan juga aspek budaya seperti kesenian masyarkatnya tidak dibina maka tidak heran beberapa kesenian daerah mulai hilang karena tidak diberdayakan. Nasib ketertinggalan beberapa daerah di Sul-bar menuai banyak protes yang juga beragam dari berbagai kalangan. Jika dilihat secara geografis sulbar adalah daerah yang cukup kaya, dan kemungkinanya untuk setara dengan Sulawesi Selatan sangat besar. Hal penulis katakan karena masing daerah di sulbar memiliki potensi yang berbeda dan juga masing menjanjikan. Mislkan di mamuju kebun kelapa sawit cokelat, kelapa, adalah kekayaan yang sangat memungkinakan memajukan perekonomian masyarakat. Majene polewali juga di jumpai hasil pertanian warga yang bergerak di bidang pertanian seperti sawa, dan perkebunan dan juga hasil laut yang cukup melimpah, Mamasa di daerah ini adalah daerah pegunungan yang sangat subur dan alamnya yang masi homogen, di daerah mamasa masyarakatnya lebih bergerak pada sektor pertanian, perkebunan, dan juga hasil hutan seperti rotan dan kayu untuk bahan bangunan dan juga menwarkan banyak objek wisata yang cukup memukau, sayangnya potensi yang di miliki beberapa daerah ini tidak diperhatikan secara serius oleh pemerintah sehingga daerah-daerah ini masi sangat tertinggal.

            Namun faktanya tidak serupa yang di jumpai pada masyarakat, kemiskinan dan ketertinggalanlah yang lebih nampak di daerah ini. Tidak ada masyarakat yang menolak perubahan ke arah yang lebih baik, dan tak ada kebaikan yang tertutup dengan perubahan, melainkan hal ini sinkron yang mestinya dirasakan oleh masyarakat. Oleh karena fakta yang memaksa masyarakat untuk harus geram apatis, dan bahkan seolah-olah menyerah dengan keadaan, tak lain kekesalan ini ditujukan kepada orang yang pernah dipilihnya menjadi seorang pemimpin.

            Kritik demi kritik yang terus dikumandangkan seolah-olah sedang berbicara pada si tuli, bibir serasa sudah kehabisan kata-kata namun tak satu pun respon yang mereka berikan. Saat ini situasi mulai memanas di kabupaten Mamasa sebagian besar jejaring sosial yang dijadikan sebagai media diskusi orang mamasa yang menjadi ternding topic adalah seputar kegagalam pemerintah daerah dan pemerintah propinsi, yang dinilai tidak mampu menjalnkan tugasnya sesuai dengan yang di amanatkan oleh rakyata mamasa. Tak hanya di media sosial di beberapa kecamatan juga membicarakan topik yang sama. Bahkan akhir-akhir ini beberapa media sosial yang bergerak di bidang pers memberitakan bahwa Mamasa ingin bersatu kembali dengan Propinsi Sulawesi Selatan ketimbang beranaung di bawa pemerintah sul-bar yang hanya di jadikan sebagai bagian yang bersyarat, tapi tidak diperhatikan kemajuan daerahnya. Berita ini semakin dibenarkan dengan isu infrastruktur jalan yang menghubungkan antar Mamasa dan kota-kota lainya seperti polewali hingga tembus makasar yang hingga kini tak ada perubahan yang signifikan, dan memang penulis pun mengakui jika itu disebut jalan utama sangat tidak tepat jika di lihat bentuk fisiknya. Lalu apa curhat seorang gubernur bupati dan aparatur  pemerintah lainya jika melintas di jalan yang tidak layak dilalui kendaraan  ini. Ataukah mereka memerintah di luar kesadaran.?


Wahai pak Gubernur dan Pak Bupati, jangan menjadikan kemiskinan yang menghabiskan semangat kami, jangan jadikan pemberontakan sebagai hiburan, kami tau di kota Mamasa yang kami cintai ini jarang hiburan namun bukan berarti anarkisme yang dikemas dalam demonstrasi sebagai hiburan yang kalian sajikan kepada kami. Kami tau kami tak punya kapasitas untuk maju oleh karenanya kami membutuhkan pemimpin yang siap memacu kekurangan kami sehingga kelemahan kami menjadi kekuatan, Pak Gubernur dan Pak Bupati yang kami hormati andaikan bukan kedarmawanan alam yang kuat menopang daerah yang anda pimpin mungkin daerah ini akan  menjadi sarang kemiskinan, sarang keterbelakangan. Mamasa, ada hingga hari ini itu karena tuntunan alam yang setia. Ingat alam tiadak akan berbicara bahwa mereka butuh campur tangan manusia, maka jangn tunggu alam berbicara baru bapak bergerak menyelamatkan rakyat mamasa. Rakyat tidak mengenang janji namun mereka mengenang implementai dari janji yang anda telah katakan saat anda menyatakan siap untuk di berikanan amanat oleh sang pemilik demokrasi yaitu rakyat.