Alam sebgai
tempat kita memulai karir untuk hidup, di mana kita dibesarkan dengan segala
yang ada, isi-isinya menjadi aset yang bebas untuk dinikmati manusia, termasuk
tempat yang kita gunakan sebagai hunian. Alam punya kelebihan yang tak kalah
menarik dengan ciptaan manusia yg dikelolah dengan kebudayaan-kebudayaan
peradaban manusia. sebagai mahluk yang berdiam di dalam tubuh alam, dan juga sebgai
mahluk yang berpikir tentunya kita sadar tentang apa yang dibutuhkan oleh alam,
agar semua isinya menjadi bermanfaat bagi kehidupan peradaban manusia, alam tak
memikirkan manusia, alam hadir sebgai kesatuan yang pasti dan konstan bagi
sendi kehidupan manusia. penguasa di atas alam juga adalah manusia. namun
kekuasaan manusia di atas alam tak dapat dimaknai sebgai alasan untuk menjadi
egois pragmatis dalam menikmati keberadaan alam. Alam sangat membutuhkan peran
manusia untuk tetap dilestarikan, alam menjadi sahabat yang juga sebagai
pemberi tampa pamrih jika ia dikelolah dengan baik. Namun jika manusia memoerlakukan alam denga
mengksploitasi dan tak bertanggung jawab atas kelestarianya maka alam akan
menjadi ancaman besar bagi kehidupan manusia dan juga mahkluk-mahkluk lainya
yang berdiam di dalamnya.
Memperhatikan keadaan alam sesungguhnya
bukan Pekerjaan besar bagi manusia, sangatlah mudah untuk menjadikan alam untuk
tetap nyaman untuk di huni, cukup dengan kekuatan kesadaran tetang pentingnya
hidup sehat, tentram damai. Kesadaran tetang melestarikan alam harus di mulai
dari prinsip tanggung jawab pribadi, karena alam adalah semua manusia berhak
menjadikan miliknya, bukan soal perseorangan. Belajar dari kegagalan-kegagalan
sekolompok manusia yang mengabaikan perhatinya terhadap kelestarian alam
sungguh mengerihkan resiko yang dimunculkan alam jika ia kehilangan
keseimbangan hidup. Media informasi yang digagas manusia menjadi saran untuk
membicarakan bencana alam, ada banyak kejadian-kejadian yang di munculkan alam
akibat tidak terjaganya kondisi alam yang stabil, di Indonesia tercatat bencana
alam besar yang melanda bangsa ini, di antaranya, 23 Februari 2010 di Tenjolaya
tanah longsor yang menelan korban jiwa 45 orang di nyatakan meninggal, banjir
Wasior di papua akibat kerusakan hutan yang menelan korban jiwa sebnyak 110
jiwa, peristiwa tanah longsor di sumatera, di Sulawesi yang menelan koraban
jiwa yang begitu banyak. Tak cukup kita merenung, tak cukup kita menyesal.
Mulailah sadar bahwa itu penting di tangani oleh usaha kita tetang menjadikan
alam sebgai sahabat yang perlu di jaga
.
Aku semakin prihatin dan
tertarik untuk kembali berbicara lewat tulisan saat mendegar berita bahwa 2 hari yang lalu daerah saya Sumarorong tepatnya Kabaniran Kab.
Mamasa di landa banjir yang disertai longsor, yang menelan korban jiwa kurang
lebih 20 orang 11 orang dinyatakan meninggal dunia dan lainya dalm kondisi
kritis. Dalam asumsi saya bahwa tak cukup jika kita hanya berpegang pada
keyakinan bahwa ini kehendak yang Maha Kuasa, memang semua orang mungkin
mengerti tentang keyakinan itu, namu juga harus kita sadari bahwa ada anugerah
terbesar yang dikaruniakan oleh-Nya, yaitu pikiran (Akal/Budi) inilah yang
sesungguhnya harus kita pertanggung jawabkan kepada sang Pencipta terkait lakon
hidup yang kita praktekkan semasa hidup. Bukan dengan mudah kita melepas
kalimat bahwa ini adalah “cobaan”, perlu evaluasi atas jejak yang kita lalui
semasa berpijak di atas alam.
Paradigma
Antroposentrisme benarkah ini salah satu pemicunya,
antroposentrisme,
adalah paham yang beranggapan bahwa pusat atau sentral alam adalah manusia,
atau sederhanaya kita katakan manusia yang berkuasa di atas alam. Banya yang
berasumsi bahwa pola pikir ini yang kemudian menjadi stimulus bagi banyak orang
untuk mengeksploitasi alam dengan semenah-menah. Namun bagi saya mungkin itu
salah satunya di antara banyak factor, namun saya lebih melihat fenomena ini
atas kurang terdidiknya manusia tentang pemahaman tentang alam itu sendiri.
Banyak manusia menjadikan alam sebagai objeknya untuk menutupi kekurangan
hidupnya dalam hal ini adalah kesiapan bertahan hidup. Akhirnya dengan
seenaknya mereka menjadiknya sebagai barang yang siap pakai dan tak berpikir
tentang mengembangkan bagaimana agar barang ini tetap bisa menyediakan
kebutuhan di masa mendatang. Akhrinya dari generasi ke genarasi semakin
terpuruk karena keadaan alam pun semakin kronis, orang kepanasan, orang
kekeringan, kelaparan, gisi buruk, smeua ini adalah implikasi atas matinya
sumber daya yang bermuara dari alam, kerusakan alam tak hanya berimplikasi pada
bencan alam, namun juga pada aspek social adalah salah satu menifestasi dari ke
ganasan alam yang tidak lagi seimbang oelh karena ulah manusia.