Saturday, 24 November 2012

ANDAIKAN ALAM BISA BERBICARA





Alam sebgai tempat kita memulai karir untuk hidup, di mana kita dibesarkan dengan segala yang ada, isi-isinya menjadi aset yang bebas untuk dinikmati manusia, termasuk tempat yang kita gunakan sebagai hunian. Alam punya kelebihan yang tak kalah menarik dengan ciptaan manusia yg dikelolah dengan kebudayaan-kebudayaan peradaban manusia. sebagai mahluk yang berdiam di dalam tubuh alam, dan juga sebgai mahluk yang berpikir tentunya kita sadar tentang apa yang dibutuhkan oleh alam, agar semua isinya menjadi bermanfaat bagi kehidupan peradaban manusia, alam tak memikirkan manusia, alam hadir sebgai kesatuan yang pasti dan konstan bagi sendi kehidupan manusia. penguasa di atas alam juga adalah manusia. namun kekuasaan manusia di atas alam tak dapat dimaknai sebgai alasan untuk menjadi egois pragmatis dalam menikmati keberadaan alam. Alam sangat membutuhkan peran manusia untuk tetap dilestarikan, alam menjadi sahabat yang juga sebagai pemberi tampa pamrih jika ia dikelolah dengan baik.  Namun jika manusia memoerlakukan alam denga mengksploitasi dan tak bertanggung jawab atas kelestarianya maka alam akan menjadi ancaman besar bagi kehidupan manusia dan juga mahkluk-mahkluk lainya yang berdiam di dalamnya.

                Memperhatikan keadaan alam sesungguhnya bukan Pekerjaan besar bagi manusia, sangatlah mudah untuk menjadikan alam untuk tetap nyaman untuk di huni, cukup dengan kekuatan kesadaran tetang pentingnya hidup sehat, tentram damai. Kesadaran tetang melestarikan alam harus di mulai dari prinsip tanggung jawab pribadi, karena alam adalah semua manusia berhak menjadikan miliknya, bukan soal perseorangan. Belajar dari kegagalan-kegagalan sekolompok manusia yang mengabaikan perhatinya terhadap kelestarian alam sungguh mengerihkan resiko yang dimunculkan alam jika ia kehilangan keseimbangan hidup. Media informasi yang digagas manusia menjadi saran untuk membicarakan bencana alam, ada banyak kejadian-kejadian yang di munculkan alam akibat tidak terjaganya kondisi alam yang stabil, di Indonesia tercatat bencana alam besar yang melanda bangsa ini, di antaranya, 23 Februari 2010 di Tenjolaya tanah longsor yang menelan korban jiwa 45 orang di nyatakan meninggal, banjir Wasior di papua akibat kerusakan hutan yang menelan korban jiwa sebnyak 110 jiwa, peristiwa tanah longsor di sumatera, di Sulawesi yang menelan koraban jiwa yang begitu banyak. Tak cukup kita merenung, tak cukup kita menyesal. Mulailah sadar bahwa itu penting di tangani oleh usaha kita tetang menjadikan alam sebgai sahabat yang perlu di jaga
.
                Aku semakin prihatin dan tertarik untuk kembali berbicara lewat tulisan  saat mendegar berita bahwa 2 hari yang lalu  daerah saya Sumarorong tepatnya Kabaniran Kab. Mamasa di landa banjir yang disertai longsor, yang menelan korban jiwa kurang lebih 20 orang 11 orang dinyatakan meninggal dunia dan lainya dalm kondisi kritis. Dalam asumsi saya bahwa tak cukup jika kita hanya berpegang pada keyakinan bahwa ini kehendak yang Maha Kuasa, memang semua orang mungkin mengerti tentang keyakinan itu, namu juga harus kita sadari bahwa ada anugerah terbesar yang dikaruniakan oleh-Nya, yaitu pikiran (Akal/Budi) inilah yang sesungguhnya harus kita pertanggung jawabkan kepada sang Pencipta terkait lakon hidup yang kita praktekkan semasa hidup. Bukan dengan mudah kita melepas kalimat bahwa ini adalah “cobaan”, perlu evaluasi atas jejak yang kita lalui semasa berpijak di atas alam.

Paradigma Antroposentrisme benarkah ini salah satu pemicunya,
antroposentrisme, adalah paham yang beranggapan bahwa pusat atau sentral alam adalah manusia, atau sederhanaya kita katakan manusia yang berkuasa di atas alam. Banya yang berasumsi bahwa pola pikir ini yang kemudian menjadi stimulus bagi banyak orang untuk mengeksploitasi alam dengan semenah-menah. Namun bagi saya mungkin itu salah satunya di antara banyak factor, namun saya lebih melihat fenomena ini atas kurang terdidiknya manusia tentang pemahaman tentang alam itu sendiri. Banyak manusia menjadikan alam sebagai objeknya untuk menutupi kekurangan hidupnya dalam hal ini adalah kesiapan bertahan hidup. Akhirnya dengan seenaknya mereka menjadiknya sebagai barang yang siap pakai dan tak berpikir tentang mengembangkan bagaimana agar barang ini tetap bisa menyediakan kebutuhan di masa mendatang. Akhrinya dari generasi ke genarasi semakin terpuruk karena keadaan alam pun semakin kronis, orang kepanasan, orang kekeringan, kelaparan, gisi buruk, smeua ini adalah implikasi atas matinya sumber daya yang bermuara dari alam, kerusakan alam tak hanya berimplikasi pada bencan alam, namun juga pada aspek social adalah salah satu menifestasi dari ke ganasan alam yang tidak lagi seimbang oelh karena ulah manusia.
               

No comments:

Post a Comment