Tuesday 28 February 2012

GAGALNYA PENERAPAN ETIKA MODERNISASI DI MAMASA


(Paradigma Budaya)

Boleh saja Anda melihat apa yang tidak Anda inginkan kerena ini memperjelas Anda utnuk berkata “inilah saya inginkan”. Tetapi kenyataanya, semakin anda membicarakan apa yang tidak Anda inginkan atau membicarakan bagaimana buruknya hal itu, atau selalu membaca segala sesuatu tentangnya, anda menciptakan lebih banyak hal yang tidak anda inginkan, maka itu bacalah yang kami tidak inginkan ini

Masyarakat yang kebudayaanya diwarnai oleh tradisionalisme cenderung untuk menengok ke masa yang lampau apabila harus memecahkan sebuah masalah dalam hidupnya. Tradisi, atau kalu di indonesia lebih umum dikenal dengan isitilah adat, menjadi pedoman dalam mengatur tata hidupnya, baik tata hidup dalam keluarga di dalam masyarakat, dalam hubunganya dengan orang-orang lain dari luar masyarakatnya.  Dengan pegangan pada adat maka masyarakat dapat mengatur kehidupanya dengan mantap dan kuat sehingga kehidupan itu menjadi stabil. Adat itu menjadi bertambah kuat oleh karena menurut pendapat masyarakat mengandung “restu” dari para leluhurnya baik yang masi ada dalam dunia fana maupun yang sudah pindah ke dunia baka. Lebih kuat logika karena adat dipahami, dihayati dan diamalkan oleh semua anggota masyaraka. Oleh karena itu tidak mengherankan kalu adat itu sukar sekali diubah atau diganti dengan unsur-unsur kebudayaan lain. Padahal ada unsur-unsur adat yang tidak dapat dipertahankan apabila masyarakat hendak membangun ekonominya sesuai dengan dalil-dalil ekonomi modern.

                Lalu jika dalil ini dibangun dengan mengunakan pemahaman kebudayaan yang diwarnai dengan tradisionalisme, Mamasa tepatnya menjadi bagian dalil tersebut, perlu diakui sebagai putra/putri daerah, bahwa benar Mamasa adalah daerah yang sangat homogen, tingkat akulturasi, asimilasi, belum menjadi sebuaha tantangan, di daerah tersebut. Mamasa dalam tatanan sosia yang terbangun sangat kental dengan adat istiadat. Lalu pertanyaan yang akan muncul jika hipotesis ini benar, adalah apakah kita sebagai putra/putri daerah Mamasa telah memanfaatkan dalil kebudayaan sebagai salah satu indikator pembangunan, atau dalam hal ini dikenal dengan proses ketahanan sosial, jika ia apa kontribusi pembanguna yang telah diberikan, jika tidak mengapa..?, pertanyaan mendasar ini sangatlah patut untuk dikaji bersama, agar ini menjadi sebuah catatan penting bagi proses pembanguna di Mamasa. saya membayangkan jika benar-benar kita mengamalkan nilai adat-istiadat dalam kedaerahan, taka terpungkiri akan tercipata sebuah komunitas  masyarakat yang kokoh dan punya integritas yang berwibawa.

                Karena tulisan ini lebih mengarah pada proses transformasi, maka penulis mencoba mengidentifikasi berbagai fenomena sosial yang terjadi dalam beberapa dasawarsa terakhir ini. Di antaranya proses transformasi kultur, sistem tata ruang (masyarakat, pemerintah, masyarakat adat). Hasil amatan saya selama hidup dibawa kebudayaan Mamasa, benar-benar tidak saya sia-siakan, meskipun harus ada pengakuan bahwa selama ini saya hanya penonton, dan juga menjadi “korban transformasi” yang keliru. Kenapa saya mengatakan demikian ini tidaklah cukup jika saya hanya menjelaskan dalam sisi tertentu, tetapi saya akan menggagasnya dari berbagai macam sisi, yang dalam hal ini adalah indikator pembangunan, baik itu pembangunan kemanusian. Kesejahteraan, sumberdaya, dan yang lebih penting adalah nilai sebuah kebudayaan. Masyarakat Mamasa telah membuktikan bahwa dasar kedaerahan dibanguna di Mamasa dengan asas UU, yaitu di bawah sub sistem pemerintahan, mulai dari sentra Kabupaten, Kecamatan, dan Desa/lurah, yang didalamnya beranggotakan masyarakat, ketika masyarakat telah menyatu dalam sebuah sistem kebijakan maka ia akan menjadi bagian yang tak terpisahkan dengan kebijakan tersebut, meskipun itu tidak ada kesepakatan awal.

                Sekilas Transformasi yang Keliru

Sejak berdirinya Mamasa menjadi kabupaten, mata kepala dari berbagai masyarakat telah tertutuju bahwa kita akan menjadi daerah yang siap bersaing, dengan sedikit mengedepankan modal kebudayaan yang kita miliki, dan juga menjadi sebuah identitas pasti. Lalu apakah benar kita sudah siap bersaing, okey jika masyarakt di tanya pasti kebanyakan mengiakan, namun persoalanya apakah kita sudah memiliki modal sosial yang cukup untuk melakukan hal tersebut. Wujud kekecewaan saya selama ini saat, ruang-ruang sosial, yang seharusnya di isi oleh orang-orang yang matang dalam prospek pembangunan ternyata di isi dengan orang-orang yang hanya bermodal ijazah tok, yang kausalitasnya tidak jelas dari menakah ijazah itu. Orang yang dulunya saya kenal sebagai orang yang hanya mondar-mandir di daerah, sekarang telah mondar-mandir di kantoran, sehingga apa yang terjadi tentunya dia akan kecenderungan memraktekkan pengalaman selama belum masuk kantor, maka keonsekuensi logisnya adalah kantoran pun menjadi ajang permainan. Bukan berarti kita tidak bersyukur dengan adanya putera daerah yang telah mengabdi untuk masa depan daerah,  namun apalah artinya jika dia hanya hadiri sebagai icon saja, bahwa dia adalah seorang PNS. Ketika di tanya kinerja yang ia telah lakukan ia hanya menjawab saya telah melakukan apa yang ada dikertas, namun substansinya tidak ada, ini kan lucu. Lalu jika ini semua merambah pada keseluruhan sektor, baik itu ekonomi, pendidikan, politik, yang hanya di isi oleh modal ijazah tok tampa punya asas yang jelas bagaiman produk masyarakat selanjutnya jika terus menerus terjadi. Maka satu kesimpulan yang akan muncul yaitu regenerasi pembodohan secara sengaja.

                Kemudian kita coba tinjau dari sisi ekonomi, benar bahwa tingkat kemiskinan di daerah Mamasa tidaklah begitu tinggi jika dibandingka dengan daerah lain, tetapi perlu diketahui bahwa seharusnya Mamasa bebas dari kemiskinan, alasanya karena Mamasa sumberdaya manusia seimbang dengan kuantitas penduduk, maka tingkat ketergantungan di Mamasa tidak nampak. Tetapi persoalan ekonomi tidak haya sampai di situ saja, perlu kita ketahuai bahwa tingkat kemandirian masyarakat dalam mengembangkan kreativitas, juga adalah bagian dari model ekonomi, lalu apakah ini telah terpenuhi. Saya rasa sangat belum, ini kenapa karena memang pendidikan yang telah diperkenalkan melalui basis pengetahuan sudah tidak tepat. Ruang pendidikan yang seharusnya hadir sebagai salah satu basis perubahan dalam membangun karakter masyarakat, telah di nodai dengan pendidikan yang tidak sampai di atas rata-rata, maksudnya adalah pendidik hanya memindahkan isi buku kepada anak didik, selebihnya tentang analisis, terabaikan, lalu murid mau tau apa jika model pembelajaran yang seperti ini. Soal-soal seperti inilah yang menjadi indikasi tentang lambannya tingkat perekonomian di Mamasa.

                Lalu yang paling menarik adalah bidang politik, dunia mengakui bahwa keberhasilan sebuah negara ditentukan bagaimana strategi politik yang digunakan, untuk dapat selalu menjamin masyarakatnya tetap survive dalam negaranya. Ini artinya bahwa memang yang dibutuhkan hadir dalam bidang ini benar-benar orang yang mengerti tentang etika politik, karena yang didepan yang akan unjuk gigi adalah orang-orang tersebut, keitka orang politik telah keos, maka ini akan sangat berdampak buruk bagi keadaan komunitasnya. Maka yang sangat ditekankan dalam hal ini adalah ketepatan dalam mengambil sebuah keputusan untuk orang banyak, dengan memperhatikan kaidah-kaidah normatif yang ada, baik itu aturan yang telah di atur oleh negara, maupun aturan adat-istiadat. Jika terjadi sebuah pengabaian terhadap kaidah-kaidah normatif, maka kemungkinan besar komunitas akan mengalami distorsi atau  tumbang. Relasinya dengan eksistensi perpolitikan di Mamasa, benar-benar mengabaikan ke dua kaidah-kaidah tersebut, artinya bahwa kalau memang mengerti tentang sebuah nilai maka mereka akan ekstra hati-hati dalam merumuskan sesuatu yang menjadi agenda dalam masyarakat. Tetapi nyatanya elit-elit yang berdasi benar-benar tak menjadikah hal itu menjadi sebuah kesalahan yang fatal. Mungkin inilah yang disebut sebagai euforia politik praktis, saya hanya memahami satu hal bahwa orang yang tidak mendalami ilmu politik kecenderungan menerapkan politik praktis kira-kira seperti itulah yang terjadi di Mamasa. Keberanian saya dalam mengeluarkan hipotesis seperti ini karena dampak tersebut sempat aku rasakan, maka kalau ada yang bertanya apakah anda memiliki aras pembuktian, saya Cuma menjawab buktinya telah menjadi budaya di Mamasa, maka belajarlah dari pengalaman mu.

                Petualanga pemikiran saya tidak hanya sampai di sini, saya kemudian mencoba menganalsis tentang eksistensi kebudayaan yang dimiliki Mamasa, tidak salah lagi bahwa masyarakat Mamasa pada awalnya sangat kental adat-istiadatnya, hal ini terbukti dalam pengalaman saya saat mencoba jalan-jalan ketempat-tempat lain, di luar desaku, saya selalu saja menemukan mitos-mitos, yang hampir cirinya sama di tempat saya dan di daerah lain di wilaya Mamasa, dan itu dipraktekkan oleh kebanyakan orang tua, coba bahasa mitos kita gunakan berbicara dengan ABG, sekarang paling cap yang muncul adalah norak, kalu orang Jawa bilang “Wong Ndeso”  dan sudah dianggap usang, ini kan bentuk pergesaran paradigma, tentang sebuah identitas. Mungkin bisa dibenarkan bahwa mitos yang dulu sudah tidak relevan saat ini. Di tambah lagi hadirnya kepercayaan modern, yang kian mempengaruhi paradigma masyarakat tentang pandangan dunia. Semua ini kan indikator dari modernisasi yang keliru, saya tidak meletakkan kebudayaan dalam padangan jaman, bahwa karena ini sudah bukan lagi jaman batu (taradisional) maka sepantasnya nilai budaya tradisional pun harus ditinggalkan, dengan sepenuhnya mengacu kepada agama, atau  jika kita pinjam bahasanya Aguste Comte di sebut sebagai tahap positivistik. Saya meyakini satu hal tentang kepercayaan (Agama), bahwa salah satu  ukuran sebuah keberhasilan agama ketika ia bisa bersinergi dengan baik dengan, kebudayaan dalam sebuah masyarakat tampa terjadi reduksi nilai diantara keduanya. Lalu apa yang kita bisa bahasa terkait dengan budaya dalam tata ruang di Mamasa, seperti yang saya katakan tadi bahawa memang ada sebuah pergeseran paradigma terkait dengan kebudayaan, ini tidak hanya terjadi di kalangan generasi muda  yang sudah agak gengsi mewarisi komunikasi budaya, namun di tataran pemerintahan di Mamasa pun terjadi, kasus yang terjadi dipemerintahan tidak sama dengan paham yang terbangun di kalangan anak muda, yaitu gengsi, tetapi orang-orang elit  (pemerintah) telah melupakan  nilai adat istiadat, dengan mengedepankan euforia perpolitikan, akhirnya yang terjadi adalah pemerintah tidak lagi punya batasan dalam bertindak, berpikir dalam  mengambil sebuah kepututsan. Jika sebuah batasan tak lagi nampak maka sendi-sendi pembangunan dalam daerah akan terpengaruh, itu alasanya Mamasa hingga kini tidak pernah mencapai kesetabilan ekonomi, politik, apalagi SDM, karena aparatur yang berperan sebagai stimulus keliru dalam menginterpretasi sebuah perubahan, yang dalam hal ini adalah pemaknaan modernisasi.

Ingat bahwa pikiranmu adalah wakil dari gambaran kepribadianmu


Sunday 26 February 2012

Menggali Pesan Positif di SMANSA Sumarorong


Masa sma hampir semua orang yang pernah, melewati masi ini akan memiliki kesan masing-masing, bahkan ada yang merangkumnya dalam sebuah tulisan, tentang seputar aktivitas mereka ketika ada di bangku SMA. tapi saya percaya bahwa di masa ini pula lah yang disebut dengan masa pancaroba, atau  bahasa krenya, transisi, he he..banyak orang yang mengatakan bahwa di sinilah salah satu masa pembentukan karakter kita di uji, jika kita berhasil melewati masa ini, itu artinya karakter kita suda sedikit terbentuk. nah begitu banyaknya orang yang senang mengplikasikan pengalamnya semasa di SMA, aku pun merasa tertarik dengan kegitan mereka, saat menuliskan sebuah pesan, tentang apa yang mereka kagumi dari masa itu, dengan waktu yang tersedia, saya pun hadir memanfaatkan itu untuk mengaplikasikan sedikit pengalaman dengan teman-teman, guru-guru, sewaktu masi di SMANSA SUMAROROG.
Tidak terasa suda hampir 3 tahun saya meninggalkan bangku SMA, dengan sebuah kebanggaan yang tertanam, sebagai alumni, dari sekolah tersebut,banyak referensi cerita yang di tawarkan, banyak pesan moral yang di berikan banyak relasi yang di berikan, inilah sebuah kebanggan tersendiri yg saya rasakan saat keluar dari smaq yang tercinta. Mungkin jg rasa itu di alami oleh teman-teman yang pernah bernaung di sekolah tersebut. yang menariknya adalah sifat pengajar sebagai stimulus bagi siswa, begitu familiar, yang akhirnya menjadi sebuah dorongan kebersasmaan persaudaraan, yang begitu kental, mereka adalah guru yang berkompetn di bidangya masing-masing, yah meskipun tidak semua berkopetn tetapi itu hanya sebagian kecil, dan kita juga memklumi itu, karena kondisi daerah jugalah sebgai pemicunya. meskipun di masa saya waktu itu, dan juga kk angkatan saya, fasilitas sekolah yang tersedia memang masi terbatas, mungkin hari ini suda diperhadpkan dengan peningkatan fasilitas yang memadai. tetapi di waktu itu tidak membuat semangat kami surut,untuk tetap semangat menuntut ilmu di sekolah itu. justru dengan kondisi itulah yang akhirnya menjadi sebuah topik baru kami di masa itu utk selalu di kejar, dan bisa menjadi yang terbaik. kini mungkin kita suda berada di lingkungan yang berbeda, hidup dengan orang yang berbeda, komunitas yang baru, dan ketika kita bisa memposisikan diri di komunitas baru tersebut, saya bisa menyimpulkan bahwa itu adalah sebagian ilmu yang kalian dapatkan dari SMA mu.
Dalam tulisan ini saya ingin menggli ulang pesan positif yang diberikan orang-orang yang pernah menjadi bagian dari SMANSA sumarorong, saya tidak ingin membenturkan sikap egoisme saya semasa sma, namun saya mencoba melihat dari sudut pandang eitka orang yang terdidik,bahwa tidaklah mungkin sebuah lembaga pendidikan memberikan pendidikan abmoral terhadap muridnya, saya sadar bahwa kenakalan yang dilakukan oleh siswa dan juga termasuk saya, adalalh bagian dari proses hidup, yang kemudia sekolah dihadirkan sebagai pengontrol sifat tersebut, minimal sifat itu ditempatkan pada posisi yang seimbang. sekolah memiliki aturan, sekolah memiliki tanggung jawab, hal inilah yang kemudian di tanamkan bagi kita supaya menjadi bagian yang menyatu dalam sistem, itu. di dalam sistem itu ada orang-orang pilihan yang dipercayakan sebagai motivator dan juga sebagai guru, bagi siswa.
Ada beberapa guru yang seingat saya telah memberikan sumbangan pemikiran yang berharga, yang pertama adalah, Pak Oktovianus (GURU SOSIOLOGI) dengan pesanya jadilah guru bagi dirimu sendiri, mereka selalu mengucpkan berulang dalamk kelas, Pak, Dominikus (Bhs .Indonesia) dengan pesanya "jangan engkau menjatuhkan dirimu dengan bahasa mu sendir" tpi ini dengan dialeknya sendiri, krn dia dari flores jadi cukup menarik he he. dan juga paling menarik adalah pak Enox (Matematika) dng bahasan khasnya yang melow2 (nada lambat), dan juga guru yang lain, pesan yang mereka berikan begitu banyak, tetapi sya tidak terlalu ingat.
Sifat2 Guru dalam mengajar dan di Luar sekolah (No  Intimidasi dan sentimen, Diskriminasi)
Pak Oktovianus (sosiologi)
Gaya mengajar beliau sangat kritis, membuat siswa muda mengerti, dan juga selalu membawa siswa masuk dalam pemikiranya, gaya beliau juga sangat santai dan rilex. membuat kita selalu nyaman untuk belajar.
Pak. Albert (kesenian)
Seorang guru kesenian, tentunya juka memiliki jiwa seni berbiacara yg menarik, bgaman tidak pendekatn mengajar yang digunakan adalah terbuka, artinya tidak menekan dalam mengajar, beliau selalu memunculkan sifat humornya, tetapi humor yg mutu, sehingga kita tidak terbawa dalam ketidak seriusan, dan gayan mengajar itu membuat kita tidak pernah bosan.
Pak Dominikus (bahasa/ agama katolik)
Guru bahasa, dan juga guru, Agama Katolik, beliau sangat menekankan disiplin dalam cara mengajarnya, dengan suara yang lantang membuat siswa menjadi  terfokus utk belajar, bahasa beliau yang cukup menarik krn di kombinasikan dng dialegnya yang membuat siswa terkadang tersenyum hehehe
Pak Dessaratu (matemaika)
Guru yang sudah cukup lama mengapdi si SMA ini, beliau menekankan gaya mengajar yang santai, hal ini juga di mungkinkan karena mata pelajran matematika, jadi cara yg tepat adalah cara santai sehingga tidak menjadikan siswa tidak mengerti. maklum matematika banyak yang KO di pelajaran ini heheh
Pak Henox (matematika)
Nah guru ini banyak yg senang, karena gayanya yang sangat khas, selalu memiliki kalimat yang lucu, suka bercanda, khusunya ke teman2 "cewek" guru ini mungkin saya katakan guru paling demokratis, karena kalau ingin pulang, langsung ngomong aja, pasti pelajaran langsung di tutup..hehe
Pak Harun (Geografi)
Beliau salah satu sosok guru yang saya segani, kaErna sifat disiplanya sangat tinggi, dalam mengajar, di luar sekolah pun sy sangat segan dengan beliau. ia mengajar geografi, dalam pelajaranya kita lumyan bisa memahami, karena arah perhatian kita memang di paksakan dng cara khas disiplinya.
Bu Rita (agama)
 guru yang paling di segani oleh banyak siswa, beliau punyap pendirian yang keras, dalam mendidik siswa, karisma yang di miliki cukup kuat, senakal apa pun siswa waktu itu, kalu beliau yang menangani pasti kapok...he he termasuk penulis hehe
Ibu Sin
Beliau juga saya katakan senang humor, dengan bahasanya yang khas, cara mengajar yang tidak terlalu santai, membuat siswa selalu tertawa, seingat saya saya perna di lempar kapur karena ketahuan nyontek waktu ulangan,,tetapi teman2 tertawa, beliau juga ikut tertawa..heheheh
Ibu Pulpa (Bahasa Indo)

Guru yang idola siswa pria,,he he tetapi dalam mengajar, siswa jadi tegang, karena cara mengajar beliau juga disiplin, tetapi santai, siswa dalam mengikuti pelajaran benar bersungguh2 untuk mengikuti pelajaran, dari beliau..
Pak Tonapa (Bahasa Ingris)
Guru paling desenangi banyak siswa, beliau sangat, familiar, santai humor, di senangi bayak teman2 "cewek" dalam bercerita, cara mengajar beliau sangat santai,menjadikan ruangan kelas, menjadi rilex dan penuh dengan tawa.hehehe..tetapi jangan salah kalu dia marah2 hari2 muka bis ahancur.

Pak Ahmad Yani (Sejarah)
Beliau orangnya sangat santai, ia memiliki kalimat yang khas yaitu sepata kata di akhir ucapanya pasti ada kata "YAH", terkadang ditiru2 oleh siswa, he he, cara mengajar beliau juga sangat santai, kita tidur pun di kelas tidk masalah hahaha
Pak Buntu Tasik (Penjaskes)
beliau juga terhitung disiplin, cuma jujur saja, belm profesional dalam bidangnya he he, tetapi memiliki antusiaisme yg tinggi dalam memajukan lembaga pendidikan.

ahh suda dulu capek juga kalau update semua guru yang tercinta kita di SMA, heheh nanti teman2 sendiri yang masukin. 
tetapi saya hanya ingin menekankan bahwa mereka sangat bejasah sama kita semua selaku alumni dari SMA Sumarorong, mereka sangat  menginginkan kita semua bisa dilepas dari bangku SMA dengan nilai yang memuaskan, harapan mereka pastinya, adalah ketika keluar kita bisa bersaing dalam lembaga pendidikan yang lebih tinggi. apa yang kita kenang, selain beliau2 sebagai pengajar adalah, masyarakat di sekitarnya, bahwa mereka hadir jg sebagai bagian dari kita, tetangga kantin kita, ada Omm Pak Pitto, Om Pak Ardi dan juga Nenek Eki, kantin Pak Hasan. dan juga pohon kopi yang selalu setia melindungi kita saat minum ballo ka  atau saat terlambat ka...heheheh semuanya I love U,  "I WILL NOT FORGET ALL THAT".untuk pesan humornya waktu SMA di belakang saja, baru aku tulis lagi...Salam 



Wednesday 15 February 2012

APAKAH ILMU ITU



Ilmu......?????
Sangat dekat dengan lingkup hidup manusia, ilmu nampaknya bukan lagi sesuatu yang asing bagi kehidupan, ilmu hampir setiap hari di kelolah dengan akal budi yang kita miliki, namun semua dari itu mungkin saya katakan sebagai sebua  manifestasi dari ilmu, ada batasan-batasan tertentu yang di sebut dengan ilmu. Dalam tulisan ini saya tertarik untuk menguraikan sedikit pengetahuan saya tentang ilmu itu sendiri, dan sekaligus dibantu beberapa buku yang saya jadikan sebuah pelengkap dalam bahasan tulisan ini.

            Dalam pergumulan saya dalam dunia pendidikan saya terkadang keliru dalam menginterpretasi ilmu itu sendiri, saya kadang mengartikan sebuah ilmu itu hanyalah kegiatan berpikir yang biasa saja. Namun hakekat ilmu tidak demikian. Ketika saya menyadari bahwa ternyata salah satu jalan untuk mencari kebenaran itu di peroleh melalui jalan ilmu, bukan mutlak sebagai satu-satunya jalan pencarian kebenaran yang dapat kita tempuh. Dari sifat itulah kemudian saya selalu berusaha untuk mengembangkan ilmu pengetahuannya untuk bisa mencapai kebenaran Empirik.

Lalu Apa yang kita sebut dengan ilmu...????
Paling tidak kita mengenal dua macam ilmu pengetahuan, pertama, pengetahuan, yang dalam bahasa inggris kita sebut sebagai Knowledge. Kedua, ilmu pengetahuan atau sering kita singkat sengan sebutan ilmu, yang dalam bahasa inggris sebagai Science. Ilmu itu sendiri dimaksudkan sebagai suatu pengetahuan yang  disusun secara sistematis, serta kebenaranya dapat diperiksa dan di uji kembali orang lain. Terkait dengan bahasan dari awal saya mengatakan bahwa ilmu harus punya batasan barulah disebut sebagai ilmu, batasan yang dimaksudkan adalah ilmu harus mencakup tiga ciri atau syarat yang pertama adalah, Ilmu harus logis, atinya disusun berdasar akal pikiran manusia. Kedua Ilmu harus tersusun secara sistematis. Ketiga harus bersifat obyektif.

Untuk dapat kita lebih mengerti dan paham batasan ilmu itu sendiri saya uraikan ketiga batasan itu;
Ilmu Sebagai Pengetahuan Logis
Ilmu dimakasudkan di sini adalah implikasinya harus benar sebagai pengetahuan yang menjunjung tinggi kebenaran yang bersifat rasional. Ilmu harus diperoleh berdasarkan pada akal pikiran manusia. Dan tugas ilmu untuk menjelaskan segala hal secara masuk akal. Misalkan dalam hal menjelaskan  “Gerhana Matahari” misalanya, ilmu tidak akan menjelaskan kalau peristiwa itu diakibatkan kerena matahari tengah dimakan Sang Btara Kala. Ilmu pasti mengatakan  kalu peristiwa itu gejala alam; karena posisi matahari  sedang tidak dalam kedudukanya yang biasa, maka terjadilah Gerhana Matahari.

Ilmu Sebagai Pengetahuan Sistematis
Sistematis dimaksudkan di sini adalah bahwa ilmu harus diperileh menurut kaidah-kaidah atau aturan-aturan tertentu yang disepakati oleh semua orang yang menggeluti dunia keilmuan. Dunia ilmu adalah dunia tersendiri. Tentu saja aturan-aturan kehidupan-nya pun tersendiri pula  isinya tentu akan  berbeda dengan yang lain. Dan kesemua-nya itu dimaksudkan agar bisa berada dalam jalan yang benar guna menuju kearah tujuan keilmuanya. Aturan-aturan inilah yang selanjutnya disebut Metode Ilmu. Atau sering disebut juga sebegai metode Ilmiah.

Ilmu Sebagai Pengetahuan Obyektif
Bila ilmu hanya menggantungakan dirinya pada kreasi akal  pemikiran semata, maka obyektifitas kebenaran ilmu dapat dipercaya dan dapat menjadi pegangan setiap orang pasti tidak akan pernah ada. Setiap orang, dengan kepala dan pengetahuanya masing-masing, tampa ada yang bisa mencegah, pasti dapat menyatakan bahwa dirinya seorang ilmuwan yang mempunya kebenran yang benra meskipun kebenaran itu hanya pembenaran dirinya. Ilmu tidak menginginkan hal it, ilmu mau agar kebenran yang ada pada dirinya bisa obyektif sehingga kebenaran ilmu dapat dipercaya dan dapat menjadi pagangan semua orang. Untuk itu ilmu tidak melulu menyadarkan dirinya pada  kebenaran-kebenaran rasional yang diperoleh akal. Lebih jauh ilmu ber paling kepada kebenran yang bersifat Empiris.

Dari bahasan di atas penulis tidak hanya mengkaji tentang batasan-batan ilmu, agar tulisan ini semakin menarik dan mudah di pahami si pembaca saya akan menguraikan juga tentang ruang lingkup sebuah ilmu .
Di atas telah di bahas sebelumnya obyek telahan ilmu terbatas hanya pada obyenk-obyek yang bersifat terbatas. Ilmu hanya membahas segala hal yang dapat terindar, teraba, terasa, terdenga, terkecap dan terlihat oleh panca indera saja. Yang dipelajari ilmu tak lebih sekedar obyek-obyek konkret yang ada pada semesta alam, gunung, laut, binatang, tumbuhan, angkasa lua, hingga termasuk manusia dengan segala perilakunya. Maka yang menjadi bidang kajian ilmu sangat terbatas. Ilmu tidak sampai mempelajari, apa yang berada di luar jangkauan panca indera manusia. Apalagi kalu yang harus dipelajarinya sudah berada diluar jangkauan akal pikiranya. Ilmu misalnya tidak membahas tentang masala kehidupan akhira. Keberadaan surga dan nerak, meskipun alat bantu tehknologi yang digunakan telah begitu canggih, namun tetap takkan bisa dibuktikaan oleh manusia. Bagi ilmu, keberadaan akhirat adalah mister, dan selamnya akan tetap menjadi sebuah misteri.jalan untuk mengetahui dunia lain yang diciptakan Tuhan itu, tak ada jalan lain kecuali melalui pengetahuan agama.

            Ilmu pun tak mungkin mebahas segala pengetahuan yang dihasilkan oleh rasa manusia. Kalupun idera keenam itu tetap diakui sebagai indera manusia, namun indera keenam bukanlah suatu idera biasa. Bagaimana cara indera keenam mendaptkan pengetahuanya, sama sekali tidak diketahui oleh orang lain. Untuk itu pengetahuan yag didapat indera keenam itu tetap bukan sebagai sebuah ilmu. Jadi “konon” Teori Relativitas” bisa Einstein peroleh berkat ketajaman indera keenamny, namun tetap saja, agar teorinya itu bisa diterimah dalam dunia ilmu terlebih dahulu Einstein merubahnya menjadi rumusan-rumusan yang dapat dipahami oleh mas yarakat ilmiah. Dan Einstein pun ternyata menyadarinya. Sehingga kemudian dia merubah teorinya dalam bentuk rumusan-rumusan matematis, sehingga kemudian menjadi “Teori Relativitas” yang kita kenal sekarang yang bisa dipelajari dan diuji oleh ilmuwan-ilmuwan lainya. Karena itulah ilmu tidak bertugas menjadi seorang fotografer yang bisa memotret seluruh alam ray. Ilmu hanya bertugas sebagai penangkap fenomena atau gejala-gejala yang tersembunyi dibalik segala tingkah laku alam yang dapat terindera oleh manusia saja.  Fenomena itu lalu dipelajari dengan harapan kenapa fenomena itu sampai ada.

Dalam Filsafat hakekat sebenarnya dari ilmu itu sendiri ada tiga
Otologi ( bagaimana memperoleh pengetahuan)
Estimologi (batasan-batasan ilmu)
Aksiologi ( kegunaan ilmu pengetahuan bagi kehidupan manusia)

Referen
Apa Sih Ilmu Itu (Aat Suwanto)

Semoga Bermanfaat













Saturday 11 February 2012

RAPOR MERAH BUAT KEPEMIMPIAN DI MAMASA (Kajian Infrastruktur Jalan)





Melalui tulisan ini saya mengawali dengan pertanyaan yang mendasar, betapa pentingnya sarana transportasi. Pertanyaan itu adalah apakah kita tidak akan terjebak jika jalan kita tersendat..? pertanyaan tersebut akan menjadi bahasan ini bahwa jalan atau saran transportasi, kini sudah menjadi slah satu kebutuhan sosial yang sangat vital, ibaratkan kalau kita lihat struktur organ tubuh manusia, jalan ibaratkan tempat aliran darah ke masing sendi yang di miliki manusia untuk bisa menghidupkan organ tubuh........




Saya membayangkan jka jalan ibartakan dengan aliran darah, ketika darah tidak lagi jalan ke organ tubuh yang lain, maka tubuh ini akan keos dan akan sakit, begitu juga dengan hal jalan jika jalan suatu daerah tidak terbenahi dengan baik maka sendi-aendi sistem sosial, seperti ekonomi,  budaya, sosio kultural/ politik, pasti akan mengalami kemandekkan atau bisa jadi stagnan skalipun, inilah yang terjadi di sala satu daerah di indonesia yaitu daerah Mamasa, jalan perintis antara polewali mamasa yang sangat memprihatinkan. Bagamana tidak hampir setiap minggu ada longsor, fisik jalan semakin parah, di daerah lain jalanya suda berlapis-lapis  aspal, jalan di mamasa sudah berlapis-lapis lubang jalanya. Sungguh sangat memprihatinkan, masyarakat hanya menjadi penonton aktiv terhadap aktor-aktor yang sedang bersandiwara akan adanya perubahan di daerah ini, benarkah akan ada perubahan ??? perubahan itu pasti, tetapi keefektifan sebuah perubahan belum tentu. Saya termasuk sala seorang penonton dalam ranah tersebut, saya hanya bisa melahirkan sebuah tulisan tentang suasana hati dalam mengamati fenomena tersebut.

Kini Mamasa sudah berdiri sekitar 7 Tahun itu artinya mamasa seharusnya melahirkan tunas baru untuk bisa menjadi nilai tawar tersendiri di level nasional. Tapi bagamna ada tunas benih saja belum ada. Saya pernah berbincang dengan salah seorang anggota DPRD Mamasa lalu membangun diskusi pendek dng beliau, saya kemudian bertanya bagamana tanggapan bapak terhadap kondisi jalan saat ini? Lalu beliau mulai menggagas dari sistem kemudian turun ke struktur hingga, beliau mengatakan bahwa pemerintah sangat berniat untuk merenovasi jln tersebut, tetapi hal itu tidak mudah karena perlu diketahui bahwa kita punya sistem jelas, maksudnya adalah bukan berarti saat Bupati ngomong bahwa jalan akan direnovasi itu langsung jadi namun herarkinya kita harus mendapat persetujuan yg lebih dari atas yaitu gubernur. Dengan penjelasan itu saya kemudian bertanya dengan agak menantang, sya bilang lalu saat kita mengajukan program trsebut kepada gubernur pasti gubernur juga ngomong bahwa masi ada yang  lebih di atas dari saya yaitu mendagri, dan setersunya pertanyaan ini akan mengalir terus hingga sampai pada pemimpin nmr 1. Apakah alasan itu tepat bagi pemerintah ketika ada yang mempertanyakan hala itu. Jika itu adalh alasan yang relevan saya cuma mau bilang bahwa untuk apa ada legitimasi bahwa bupati berhak untuk menentukan program dalam kabupatn. Jika bupati tidak mampu melakukan negosiasi tentang pembangunan yang pokok dalam sebuah daerah, saya rasa gubernur tidak terlalu bego’ amat. Cuma yang diinginkan bagaman startegi politik yang kita mainkan supaya itu terpenuhi. Itu artinya bupati telah menghilangkan esensi kepemimpinanya sebagai orang nomor satu dalam kabupaten jika ia gagal melakukan negosiasi terhadap pembangunan yang pokok.

Jalan bagiku adalah pintu untuk melangkahkan kaki untuk bisa kita gunakan menoropong dunia yang sesungguhnya. Percuma kita berteriak tentang kesejahteraan, penghapusan kemiskianan, persoalan ekonomi, politik, SDM di Mamasa. Jika jalan masi hancur berantakan seperti itu. Karena perlu diketahui bahwa SDM rendah, pendaptan ekonmi rendah, kemiskinan politik semuanya adalah konsekuensi logis dari dampak kebobrokon fasilitas jalan. Bagaman orang dapat mendapatkan kekuatan daerah jika hanya mengandalkan tehknologi, daerah sangat membutuhkan dimensi-dimensi lain seperti sumbanga pemikiran orang lain, perbandingan dengan daerah lain. Ttapi bagamana orang akan melakukan studi perbandinga jika moodnya sudah hilang saat melihat model jalan yang seperti itu. Seharunya pemimpin dan masyrakat harusnya sudah menyadari bahwa persoalan mendasar kita itu apa, tetapi toh masi aja kita berkutat di lingkaran yang sama. Tapi apa pun itu alasanya saya tetap ngotot mempersalahkan pemerintah Mamasa karena dia adalah pemimpin, stimulus bagi masyarakat, kebijakan yang dominan itu selalu dari atas itu artinya masyarakat akan melakukan apa yang telah di konsensuskan di pemerintahan. Andaikan saya bupati supaya saya tetap survive dan citraq mekar di masyarakatku, hanya 1 saja yang perlu saya paling tekankan yaitu jalan harus mulus. Karna kritikan yang terus menerus menggempar daerah ini hanya itu saja. Tetapi bukan berarti saat jalan selesai tugasku selesai tetapi minimal saya telah menghidupkan spirit masyarakat. Maka ini kan dengan sendirinya masyarakat sangat mudah diajak bersinergi untuk membangun bersama tentang ketahanan daerah. 5 tahun belakangan kepemimpinan di Mamasa benar-benar mengoleksi Rapor Merah.....