para pemimpin spiritual yang otoriter yang mengoreskan persaan golongan yang lebih kaya, seperti perkataan Tn.Pimsol, bisa dibilang lebih "mengalami stratifikasi" dari pada menjadi tumpul. mereka jarang turun dan menemui kaum miskin, yang terpisah dari orang-orang berada melalui cara hidupnya. kaum berada tidak mengenal aspek-aspek terbaik dari kaum miskin dalam kehidupan mereka sehari-hari. tetapi diantara mereka sendiri, dalam lingkup keluarga dan teman, golongan kaya mempraktikkan gotong royong dan saling dukung yang sama dengan golongan miskin.
Namun tentunya ada perkecualian berupa efek dari nafsu menumpuk kakayaan dan penghamburan-hamburan uang sebagai akibat kekayaan itu sendiri. dalam hal ini, sangat benar apa yang dikatakan Dr. Ihering dan L.Dargun. misalnya saja ada catatan statistik atas semua uang yang berpindah tangan dalam bentuk pinjaman dan bantuan antarteman. jumlah totalnya akan sangat besar, bahkan jika dibandingkan dengan transaksi komersial dalam perdangangan dunia. kita pun dapat menambahi, seperti memang seharusnya, jumlah yang dihabiskan dalam menjamu, jasa timbal balik kecill-kecilan, pengaturan urusan orang lain, hadia maupun amal.
Kita akan psati terkejut melihat betapa pentingnya peran perpindahan uang dengan cara demikian dalam ekonomi nasional. bahkan di dunia yang diatur dengan egoisme komersial, ada ungkapan yang kini berlaku, "kami telah diperlakukan dengan keras oleh perusahan itu ." dini menunjukan bahwa ada perlakuan yang ramah, sebagai kebalikan perlakuan keras, yang berarti perlakuan menurut hukum. perusahan terselamatkan dari kegagalan setiap tahunya melalui dukungan persahabatan dari perusahan lainya. ada pula amal adan sejumllah kerja demi kesejahteraan umum yang dilakukan secara sukarela oleh begitu banyak orang yang berada. kaum pekerja dan khususnya tenaga profesional juga turut melakukanjya. setiap orang suda mengetahui peran yang dimainkan kedua kategori tindakan dermawan di atas dalam kehidupan modern. hasrat untuk memperoleh nama besar, kekuasaan politik, atau ketenaran secara sosial sering merusak sifat sejati kedarmawanan semacam itu.
Namu tidak ragu lagi dalam sebagian besar kasus tersebut mungkin terdapat dorongan dari perasaan gotong royong yang sama. orang-orang yang telah beroleh kekayaan sering tidak menjumpai kepuasan yang diharapkan. yang lain mulai merasa bahwa walaupun para ekonom mengatakan bahwa kekayaan merupakan imbalan atas kemapuan imbalan bagi mereka sendiri terlalu dilebih-lebihkan. nurani solidaritas manusia mulai menunjukan diri. walaupun kehidupan sosial diatur sedemikian rupa demi meredam perasaan itu melalui ribuan cara yang etis, perasaan itu sering menguasai diri kita, kemudian orang-orang ini berusaha menemukian pelepasan atas kebutuhan manusiawi yang sangat mendalam itu. caranya dengan memberikan kekayaan mereka, atau kekuasaan mereka, dapat meningkatkan kesejahteraan umum.
Singkat kata tak ada yang dapat mencabut perasaan solidaritas manusia yang tertanam dalam-dalam pemahaman dan hati manusia. tindak kekuasaan yang menghancurkan Negara yang tersentralisasi, maupun ajaran tenhtang kebencian timbal balik dan perjuangan yang tek berbelas kasihan. Ajara tersebut, yang dihiasi atribut sains, datang dari para filsuf dan sosiolog yang bersedia menurutinya. Kokohnya perasaan tersebut disebabkan perasaan solidaritas yang telah terpelihara oleh evolusi-evolusi kita sebelumnya. Hasil dari evolusi sejak tahap-tahapnya yang paling awal takkan terkalahkan hanya oeh salah satu satu aspek evolusi yang sama.
DAFTAR PUSTAKA
- Peter Kropotkin Gotong Royong Kunci Kesejahteraan Sosial
No comments:
Post a Comment