Saya sama sekali
tidak memerlukan hal ini
Saya kurang
bijaksana,
Saya seharusnya
menjaga mulut besar saya tetap tertutup
Maka bacalah bibir
saya.
Dalam dua bulan terakhir ini saya
sempat menghilang dari kebiasaan saya
untuk menulis, itu karena kesibukan benar-benar menegepung diriku, maka
di samping kesibukan saya ini, supaya tidak stress, maka saya meluangkan waktu senggang saya untuk kembali
melahirkan Tulisan, yang itu
menjadi pengalaman yang saya alami
selama ini, yaitu Emosi. Dari sifat inilah saya merassakan saya sering terjatuh
dari komptisi kehidupan yang sudah pasti bagi diriku, itu karena Emosi, jadi
saya akhirnya mengambil topic yaitu EMOSI
BENAR-BENAR MEMBUNUHMU.
Sebuah keyakinan bagi banyak orang
adalah bahwa kehidupan kita akan menjadi luar biasa ketika kita mampu
mengendalikan situasi yang eksternal. Namun banyak sekali bukti yang sebaliknya.
Kualitas kehidupan kita yang sebenarnya
berasal dari respons internal kita. Respon ini datang dari sikap yang berbeda.
Dan tentu saja pengalaman yang dirasakan masing-masing berbeda. Masing-masing
dari kita menentukan kualitas kehidupan kita melalui keyakinan inti yang
memengaruhi perilaku kita.
Untuk mengetahui bagaimana emosi
mempengaruhi kita, ada gunanya untuk memahami apa sesuatu tentang sifat dasar
emosi. Emosi adalah riil gejolak perasaan yang kuat! Perasaan ini adalah reaksi
otomatis yang mencerminkan pengalaman masa lampau kita. Emosi adalah bagian
instingtif dasar (orisinal, primitive,
fundamental) dari wujud kita. Jika anda perna membaca tulisan Julia Bondi yang berjudul Unveiling the
Miysteries Of Sex and Romance (Mengungkap miysteries seks dan Romantisme),
di dalamnya Bondi meyakini bahwa reaksi emosional instingtif terhadap situasi
bisa membantu kita mengenali keyakinan ini yang tidak disadari. “manusia sudah
melakukan revolusi sehingga tidak lagi hanya menjadi mahluk emosional yang
reaktif dan instingtif. Kita sekarang memiliki kekuatan pikiran yan
dikaruniakan oleh Tuhan untuk mengunakan dan memanfaatkan energy emosi kita.
Emosi sebagai respons selalu ada, siap untuk dirasakan. Pengalamn merangsang
semua itu. Demikian juga berpikir mengenai segala susuatu! Kita bereaksi secara
emosional dan penjelasan yang kita berikan kepada diri sendiri untuk mengespresikan
dan mengatasi apa yang kita rasakan secara instingtif , biasa berkembang
menjadi sebuiah keyakinan yang tidak disadari. Dalam beberapa hal, kita
merasakan emosi dan kemudian berusaha memberi alasan untuk menghilangkan setiap
luka”
Karena emosi bersifat dasar atau
instingtif, otak dan pikiran merupakan cara kita untuk berhubungan denganya dan
juga untuk mengarahkanya mereka secara benar. Bereaksi begitu saja
terhadap emosi, tampa memikirkan segala
sesuatu, sering kali bias membuat kita
mengatakan atau melakukan hal-hal yang belakangan kita sesali. Pikiran sadar
membantu kita menghadapi emosi kita secara konstruktif, asalkan kita tidak
mengunakan pikiran kita untuk menilai atau menyangkalnya. Pemikiran yang benar
akan memungkinkan kita untuk mengubah keyakinan batin kita, sehingga kita bisa
menyesuaikan kembali dengan emosi kita secara sehat dan bermanfaat.
Tetapi saya menyadari bahwa memang
kecenderungan orang ketika larut dalam sebuah persoalan, pastinya kesan pertama
yang akan terlihat adalah emosi, hal ini pun tidak asing menurutku, karena
pengalaman saya pun demikian adanya. Namu saya selaku mencoba utntuk terlepas
dari sikap tersebut, aku selalu berusaha untuk tidak terperangkap dalam
belenggu emosi yang berlebihan. Namun saya hanya ingin mengatakan bahwa jangan
sampai dengan emosi dalam diri yang kemudian hidup kita di sulap menjadi sebuah
malapetakan dalam pikiran. Jadi
menurutku sikapilah sebuah masalah dengan lapang dada. Aku selalu ingat sebuah
pesan bahwa kebahagian maupun kesuksesan
sejati sesungguhnya berawal dari timbulnya masalah yang berhasil di atasi
dengan baik.
TIDAK ADA ORANG YANG
BAHAGIA SELAMANYA