Monday, 7 May 2012

KEKERASAN DAN SENI

          Tampa visi, manusia cenderung menjadi lesu, melamban, tak tentu arah, dan puas pada diri sendiri, tampa orang-orang yangmemiliki visi, maka manusia tak beranjak dari budaya purba, dengan adanya orang-orang idealis, penemu pembaru, serta agen-agen perubahan lajnya maka kehidupan menjadi maju. jika anda merasa tak mampu mewarnai dan mengubah dunia tap setidaknya anda memiliki visi atau impian, maka nikmatilah seninya, dan rasakan bedaya. selamat membaca sebagian dari visi saya.

Sungguh sangat memprihatinkan nasib bangasa ini dengan semakin maraknya budaya kekerasan, di tengah masyarakat indonesia. budaya kekerasan bukan lagi menjadi hal yang baru  bagi masyarakat kita, nampaknya hal ini sudah semakin mendekat di sendi-sendi kehidupan masyarakat nusantara. sekian banyak pemberitaan yang ada ada di media elektronik, tak sedikit yang menjadi pengisi acaranya adalah pemberitaan budaya kekerasan.kekerasan tersebut tak hanya kita jumpai di masyarakat kecil namun di kalangan  aparat negara.

           Problem  kebudayaan ini harus mendapatkan perhatian yang serius untuk kita, dan kemudian kita berjalan bersama-sama untuk mencarikan solusi penyelesaianya, agar ini tidak menjadi sebuah persoalan yang terus beregenerasi dari masa ke masa, jika hal ini bisa kita sadar dan kemudian membangun sebuah konsep kebersamaan dalam penuntasan masalahnya, agar bangsa ini tidak memperoleh peridikat  bangasa yang biadab oleh bangsa lain di dunia ini. kebudayaan kekerasaan akan pula menghilangkan kesempatan anak bangsa ini untuk dapat hidup normal sebagai manusia yang utuh. coba saja kita mengamati kota-kota besar, misalkan jakarta, surabaya, semarang, kelihatanya para orang tua di kota-kota besar ini, sangat begitu was-was dalam melepaskan anaknya untuk pergi ke sekolah atau keluar tampa dampingan orang tua, karena rasa takut akan terjadinya kekerasan antar pelajar. 

Tak paham Seni

           Hingga hari ini orang-orang ahli ilmu sosial menghubungkan awal kemunculanya kebudayaan kekerasan itu dengan adanya kesenjangan ekonomi di tengah  masyarakat. namun menurut hemat penulis sendiri bahwa indikator kemunculanya hal ini oleh karena tak paham makna dari setiap sendi-sendi kebudayaan alias tak mendalami sendi dari ragam kebudayaan. buta huruf jika menghinggapi manusia makan kemungkinan manusia ini akan menjadi manusia yang kerdil. maksudnya adalah manusia yang sangat sempit wawasanya karena tidak meiliki cukup informasi yang dapat menjadikan mereka sebagai manusia yang memiliki wawasan luas. demikian pula manusia yang buta seni, misalkan seni musik, seni lukis dan sastra dan seni yang lainya. maka manusia yang menderita penyakit itu juga menjadi manusia yang kerdil, dalam artian manusia yang buta seni akan mudah bertindak tampa mempertimbangkan kemanusianya.

                 Bagi penulis bahwa ketidak pahaman seni ini akan berpengaruh atas keseimbangan jiwa, rasa dan pemikiran itu tak bersinergi dengan baik jika orang tak bisa menjadikan seni sebgai salah satu asumsi diri. nah untuk bisa menjadikan iwa ini seimbang maka salah satu yang bisa di tempuh adalah pendidikan, orang musik jika ia mendalami dari sisi-sisi seninya, bukan hanya alunan iramanya, maka di sana ia akan mengerti tentang pluralisme yang seimbang dan damai, coba saja kalain amati musik, misalkan 1 group band, ataukah orkestra, di sana terdapat berbagai jenis musik, ada gitar biola, piano drum, semuanya jika bunyi satu persatu nada yang keluar sangat berbeda dengan yang lainya, namun ketika di bunyikan secara serentak dengan kunci nada yang sama maka hal tersebut akan mengeluarkan bunyi yang sangat indah di telingan. inilah yang saya juga sebut sebgai simbol multikulturala yang damai. utnk melakukan ini semua tentunya mereka yang mendalami seni musik tersebut.

             Apa bila kita ingin menanyakan apa tugas sarjana, khususnya sarjana seni, di masa-masa akan datang ? maka jawabanya jelas, yaitu memberantas penyakit "Buta Seni" yang saat ini di derita bangsa ini. Para sarjana seni harus melakukan dua jenis advokasi untuk mencapai tujuan itu. advokasi pertama di tunjukan untuk meminta perhatian pemerintah, khususnya Departement Pendidikan Nasional, agar mau memeberikan perhatian pada pengajaran seni dan  budaya di sekolah-sekolah indonesia. Advokasi yang kedua di tunjukan kepada masyarakat  agar mereka memahami masa depan bangsa ini tidak akan hanya ditentukan oleh banyaknya anak-anak indonesia yang jago matematika, namun juga akan ditentukan oleh anak-anak yang benar-benar matang dan memiliki daya kreativitas yang tinggi. dan saya meyakini satu hal jika hal ini telah terbuka maka saya yakin budaya kekerasaan di indonesia akan hilang. 

No comments:

Post a Comment