Monday 13 August 2012

MENGHARGAI KEYAKINAN ORANG LAIN, ITU ADALAH AMAL




Hanya karena terlibat diskusi yang tak harus aku lakukan  tapi itu aku memaknainya sebagai kekeliruan maka aku tak ingin membiarkan saudaraku larut dalam kekeliruan yang sadar maka dari itu aku menitipkan pesan melalui mulut besarku, maka bacalah bibir saya

Indahnya Perbedaan

Mungkin saat ini tak ada manusia yang tidak berkeyakinan, saya memastikan itu,  keyakinan dalam hal ini yang saya maksudkan adalah keyakinan religius, Indonesia pun telah melegitimasi secara nasional 6 agama yang di akui, yaitu Islam, Kristen, Budha, Hindu, Kongfuchu. Hal ini saya bisa katakana bahwa tujuan utamanya dari kepercayaan tersebut adalah kepada Sang Pencipta, berbuat baik adalah kewajiabnya. Cuma dalam penafsiran tentang eksistensi manusia, baik itu dari proses penciptaan, dunia kahirat, pandangan hidup itu berbeda, tapi semuanya di wakili satu kata yang bijak yaitu tujuanya semua adalah “kebaikan”. Tapi pertanyaanya adalah mengapa konflik yang bernuasa agama acap kali terjadi di belahan dunia ini, termasuk di Indonesia satu teka teki tentang eksistensi Agama.
                   Mungkin menjelaskan hal ini bukanlah hal yang mudah, karena orang yang seiman saja masi saja sering berbeda pendapat, apa lagi berbeda keyakinan berbeda pendapat itu hal yang sudah pasti ada, tpi aku selalu meyakini satu hal bahwa memang manusia adalah mahkluk yang sangat tak terprediksi dan sangat kompleks untuk di pahami, dan bahkan tak akan pernah bisa di terukur apa batasanya tentang bangunan pemikiranya pada masing-masing individus ini suatu kewajaran, tapi di samping kerumitanya tapi sebanranya semua itu bisa di konsesnsuskan untuk bisa berdiri pada rel yang sama inilah komitmen. 

Kemarin saya sempat terlibat dengan diskusi panjang yang boleh dikatakan tak akan bisa ketemu benang merahnya karena kita bicara pada topic yang sama tapi kita berdiri pada keyakinan yg berbeda, tpi anehnya beberapa di antara kami mengunakan keyakinanya sebagai kekuatan untuk menjadikan kebenaran umum, yah orang pasti tidak terimah lah karena di dalamnya terdiri keyakian yang beragam, sementara ada yang menjadikan keyakinanya sebgai patokan kebenaran, yah orang bisa perang lah tapi aku selalu berusaha tidak menanggapinya dalam perspektif agama tapi dengan segala kesadaranku aku menggagasnya dalam rana yang berbasis ilmu tapi pada akhirnya kebenaran yang kita ingin cari tak ada yang ada adalah pembenaran yang di akui sebagai kebenaran. Tapi terlepas dari itu aku Cuma belajar satu hal dari diskusi itu bahwa memang kita selalu terjebak dengan tiga hal yaitu “Benar, pembenaran, dan Kebenaran”, sering kali kita menjadikan pembenaran menjadi kebenaran, dan benar menjadi pembenaran, inilah yang selalu menjadi pemicu saat orang sedang bicara keyakinan. Mereka terlalu euphoria dengan keyakinya saat berbicara akhirnya mereka tak lagi sadar saat ia berdiri pada iklim yang berbeda.

                   Prinsip yang medasar bagi umat adalah keyakinan/iman tak di batasi oleh ruang dan waktu, tapi ingat satu hal bahwa mengkomunikasikanya harus kita mengunakan pendekatan umum, itu mengapa? karena jika kita menjelaskan secara totalitas tentang keyakinan kita mengunakan cirri khas keyakinan kita secara pribadi, serta ajaran kita sekalipun maka jangan salahkan orang jika ia menanggapimu dengan keras, karena mereka akan merasa bahwa keyakinanya tidak di selaraskan dengan keyakinamu, dan kemungkinan ia akan bilang ini doktrin agamawan jiak totalitas keyakinan dalam hal ini agama kita jelaskan kepada seiman kita nah ini jauh lebih bagus, itu tidak soal. Kembali pada diri masing-masing bahwa keyakinan adalah mutlak adanya kebenaranya dalam diri manusia, nyata adanya, tapi tidak bisa di general bahwa mutlak secara pribadi menurut kita, itu juga mutlak bagi orang lain, maka caranya adalah pakailah bahasa umum untuk menjelaskan kebaikan kepada mereka, di sinilah fungsi bahasa yang beretika di gunakan. Beragama sesungguhnya tak sekedar di yakini secara pribadi tapi juga di junjung tinggi tentang keselamatn bagi manusia-manusia lainya, karena bicara keyakinan berarti kita membicarakan hak yang paling asasi.

                   Terlepas dari etika bahasa, aku kemudia mengingat kembali tentang karya terbesar yang di anugerahkan Sang Mahakarya adalah “Akal budi”, aku bangga dan mau bilang inilah sesungguhnya CPU manusia, di dalmnya terdapat sofwere tentang aplikasi-aplikasi yang akan di tampakkan manusia dalam hidup, baik buruk itu ada di dalamnya, pertanyaanya adalah apakah semuanya akan di gunakan? Jawabanya tentu ia kabaikan akan menutupi keburukanmu maka selalulah menekankan kebaikan selagi anda masi bisa menyadari tentang hakikat hidup bahwa manusia akan berdosa jikalau melanggar kuasa Tuhan saat melakukan keburukan-keburukkan di dunia, ini jelas batasanya maka mengapa kita enggan melakukan kebaikan.

                   Saya sebagai bagian dari kuasa yang transenden itu tak mampu melakukan semua tuntutan hidup, tapi paling tidak aku sadar apa yang saya lakukan, ini yang paling penting juga kita lakukan. Sadar tentang komunikasi yang kita bangun dengan sesama umat yang berbeda agama itu sangat di butuhkan, sadar akan perbedaan itu akan menciptakan keindahan karena mereka terdiri dari corak yang berbeda-beda tapi saling mamahami, indah rasanya jika semunya kita sadar tentang hal ini. Maka konflik agama pun akan sirnah di muka bumi. Tapi ini nampaknya mustahil. Tapi inginya saya adalah paling tidak kita tidak menjadikan agama sebagai alat dominasi dengan mengorbankan isi-isi di dalamnya sebagai umpan untuk meyakinakan kepada orang lain bahwa akulah kebenaran. Kebenaran akan datang sendiri jika anda melakukanya dengan nurani yang adil tampa mengurangi kehormatan orang lain bukan kah ini yang kita impikan sesungguhnya’’? 

Peace
                   Maka dari itu melalu catatan singkat ini aku hanya ingin kita semua menciptakan kesadaran yang rasional bahwa kita bukanlah kebenaran melainkan pelaku kebenaran mungkin ini lah sedikit kalimat filsafat yang aku bisa petik. Bahwa kebenaran hanya ada pada diri kita sendiri dan kitalah yang memberinya makna. Soal itu di terimah oleh orang lain itu bukan kebenaran tapi itulah kesepakatan bahasa. Kita hanya bisa membuat benar sesuatu di depan umum, bukan kebenaran, ingin tau apa itu kebenaran? dia adalah kepercayaan itu sendiri. Maka jika ada orang bilang bahwa kebenaran itu ada di mana mungkin ia sedang di tipu dengan keyakinanya. Kalau Descartes (filsuf farancis) bilang hati hati dengan panca inderamu karena itu bisa menipumu, aku juga mau mengutip pernyataan kawan saya “hati-hati dengan keyakinamu karena itu bisa saja menipumu” (Ones HIhika, mahasiswa UKSW), dan aku juga mau bilang bahwa saat susatu yang di yakini sebagai kebenaran umum, dan ada orang yang menyangkalnya sebagai sesuatu yang di pertanyakan maka mari kita telusuri apakah benar itu kebenaran ataukah itu kesepakat bahasa.
                  
                   Berpijak pada bumi yang sama bicara pada keyakina yang berbeda tapi hidup dan mati tetap menghampiri kita semua, ini adalah sebuah ke agungan sang pencipta bahwa saaatnya kalian sadar bahwa sesungguhnya kita semua sama

No comments:

Post a Comment