Wednesday, 8 June 2011

MANUSIA SEBAGAI PELAKU UTAMA BAGI PERUBAHAN ALAM

Tindakan Manusia dalam Memperlakukan Alam
Pembahasan
Apakah kita pernah merenungi kembali tentang keberadaan kita saat ini? Kita sebagai manusia hidup di atas Bumi mulai dari lahir, kecil, beranjak dewasa, sampai kita meninggal. Ketika kita merenungi betapa besarnya kahidupa yang didapatkan dari bumi, maka kita akan selalu merasa bahwa betapa besarnya hutang manusia terhadap Bumi. Namun hal itu nampaknya tidak menjadi bahan renungan bagi kita, tetapi justru manusia hanya mengikuti egonya yang hanya menganggap alam sebagai sebuah objek yang siap pakai, dan hanya bisa dieksploitasi kapan saja tampa memberikan kontribusi yang mungkin bisa terus menjaga kestabilan alam agar tetap bisa menadi pengerak kehidupan di muka bumi ini.
Masalah ekologi sudah seharusnya diberikan perhatian yang serius mengingat berbagai kerusakan terhadapnya sudah mencapai tingkat yang begitu mengkhawatirkan. Dari tahun ke tahun kerusakan dan kekerasan terhadap ekologi bukannya menurun, malah semakin meningkat secara drastis. Kebakaran, penebangan hutan, penambangan dan pabrik kimia, pencemaran air, polusi udara, dan masih banyak yang lainnya, mungkin merupakan fenomena yang umum terjadi di Indonesia.
Tindakan-tindakan manusia terhadapa alam yang hampir tak terkendalikan inilah yang menjadi pemicu utama terhadap peristiwa-peristiwa alam di belahan dunia ini yang akhirnya juga mengancam kelangsungan hidup alam dan manusia itu sendiri, misalkan semakin besarnya tingkat terjadinya bencana alam seperti tanah longsor banjir, kekeringan,yang terjadi di berbagai daerah di Indonesia, yang sering menelan korban jiwa yang cukup banyak. Masalah inilah yang terus menjadi persoalan besar di dunia ini termasuk di Indonesia. Jika di tanya factor dari semua ini jawabanya bisa bervariasi;
Pertama, pemahaman manusia terhadap alam dan lingkungan adalah keliru. Anggapan bahwa alam beserta isinya diciptakan untuk manusia, dan manusia sebagai pusat penciptaan hampir didukung oleh berbagai agama di dunia dengan berbagai variannya. Misalnya, antroposentrisme (paham yang menganggap manusia sebagai pusat dan puncak segala ciptaan, paham inilah di pakai pakai sebagai legitimasi teologis atas pelimpahan wewenang dari Tuhan kepada manusia untuk menundukkan dan mengeksploitasi alam secara semena-mena demi memenuhi kebutuhan hidupnya.
Kedua, perilaku negatif manusia yang memiliki kecenderungan untuk mengeksploitasi alam beserta isinya demi kepentingan dirinya dengan menggunakan media sains dan teknologi tanpa mempedulikan hak-hak alam. dalam diri manusia terdapat kecenderungan dan keinginan untuk berkuasa dan mendominasi (will to power), tidak hanya terhadap sesama manusia, tetapi juga terhadap alam. Persoalan lingkungan pada dasarnya merupakan persoalan moral sehingga penanganannya pun harus melibatkan pertama-tama, perubahan paradigma terhadap alam dan lingkungan, kemudian melakukan tindakan afirmatif untuk mengembangkan sikap bersahabat dan berbuat baik kepada alam
Pertanyaan di atas juga ini bisa didasarkan atas kondisi ‘ekonomi’ dan ‘kepentingan’ manusia. Kemungkinan jawaban yang akan di lontarkan beberapa orang adalah, bahwa karena desakan ekonomi yang semakin mengancam kehidupanya, sehingga pilihan yang di ambil adalah misalkan memanfaatkan alam dengan melakukan pembalaka liar untuk bisa menghasilkan uang, dan sering juga melakukan pembakaran hutan untuk membuka lahan pertanian seperti berkebun, untuk tetap bisa menghasilkan pangan, untuk tetap bertahan hidup. Dan jawaban yang kedua karena kepentingan, hal ini penulis lebih ke pengunaan tehknologi seperti pembangunan pabrik di tengah pemukiman yang populasi penduduknya padat yang mungkin menumbulkan polusi yang akhirnya bisa mengancam kesehatan, dan juga pencemaran lingkungan seperti limbah dari pabrik yang berlebihan, karena hanya ingin memperoleh keuntungan perusahaanya, walaupun sangat mengancam kehidupan mahluk hidup.
Paradigma, Antroposentrisme
            Di dalam lingkungan hidup, di prioritaskan campur tangan manusia  terhadap tatanan ekosistem. Perlu diketahui bahwa lingkungan hidup adalah sistem yang merupakan kesatuan, ruang dengan semua benda, daya, keadaan,  mahluk hidup termasuk manusia dan perilakunya yang menetukan perikehidupan serta kesejahteraan manusia dan mahluk hidup lainya.
Manusia di dalam alam menyatakan, bahwa bagi manusia alam merupakan suatu “barang jadi” yang tinggal diterimah saja oleh manusia sebagai barang jadi, alam adalah alam yang bersifat tertata sebagai ciptaan khalik. Dilihat dari posisi dalam alam, manusia adalh posisi yang teranyam di dalam sistem tatawi. Itu berarti, alam yang tatawi, adalah gelanggang bagi manusia untuk bereksistensi, untuk meerealisasikan eksistensinya. Keteranyaman manusia dalam arti yang demikian itu membawa konsekuensi sekalipun mempunyai kebebasan untuk enciptakan kehidupan, di dalam menciptakan kehidupan manusia tertuntut untuk menghormati ketatawian alam. Namun dengan bersandar dengan pandangan ini yang lebih ke pemahaman antroposentris, justru membentuk ke serakahan manusia dalam memanfaatkan alam.
            Dalam hubunganya dengan paham antroposentrisme, sifat manusia semakin terdorong dalam memberikan sentuhan yang memikat bagi keberlangsungan alam, di mana dalam paham ini mengngap bahwa manusia sebagai pusat dari alam. Paham  ini semkin berkembang dipelosok dunia, dan dipraktekkan berbagai macam komunitas, baik komunitas petani, sektor ekonomi, industri dan yang lainya semuanya memberikan efek yang tak sepantasnya di terimah oleh alam. Ironisnya dalam beberapa dekade terakhir ini bisa kita amati berbagai macam fenomena alam yang terjadi, seperti banjir, semakin panasnya suhu undara, pencemaran lingkungan, tetapi seolah-olah manusi sebagai pelaku dalam merespon alam dengan berbagai tindakan, mulai dari tindakan  yang tak bertanggung jawab, seperti pembalakan liar pembangunan yang tidak tertata rapi, sepertinya menggambarkan tidak terjadi apa-apa. Buktinya ditengah ancaman-ancaman keganasan alam, manusia masi saja tak peduli dan terus melakukan tindakan yang tak bertanggung jawab terhadap alam.
            Posisi manusi di atas bumi adalah merupakan penyebab utama terjadinya berbagai perubahan alam. Dalam sudut pandang filafat juga dikatakan, bahwa manusia satu-satunya dutuntut bertanggung jawab atas kelestarian lingkungan hidup di mana ia berada di dalamnya, karena manusia merupakan satu-satunya mahluk hidup yang diberi kebebasan untuk menguasai, mengelolah dan memanfaatkan alam dalam mewujudkan kebebsan menciptakan kehidupanya. Untuk itu manusia juga dikaruniai akal budi sehingga manusia dapat mewujudkan posisinya di atas alam, di samping harus mengingat bahwa manusia juga tetap mempunyai posisi terikat alam karena manusia tak dapat hidup mandiri tampa alam yang merupakan tempat dan sumber perlengkapan dalam menciptakan kehidupanya
Manusia dalam Hubunganya dengan Alam
            Dalam dasar-dasar ekologi yang digunakan sebagai sentral antara hubungan timbal balik manusia dengan alam, yang merupakan konsep dasarnya adalah, “ di mana pun manusia berada tidak akan bisa hidup manidiri tentunya ia kan selalu membutuhkan interaksi dengan mahluk hidup lainya yang ada di bumi”  karena itu sebagai manusia yang bertanggung jawab, di dalam mewujudkan kebebasan untuk vmenciptakan kehidupanya maka perlu memperhatikan dan memperdulikan tatanan alam.
            Dalam berinteraksi dengan alam manusia dengan segala tindakanya dapat mewujudkan berbagai pengaruh terhada alam, yang secara garis besar dikategorikan dalam tiga hal
1.      Merusak alam (deterioratif)
2.      Melestarikan alam
3.      Memperbaiki alam
Sebagai manusia yang diberikan kebebesan untuk menciptakan kehidupanya secara bertanggung jawab maka arah yang hendak dicapai adalah memperbaiki alam agar alam selalu mampu menopang kehidupan manusia. Segala perbuatan manusia hendaknya memberi makna pada alam sehingga alam lebih bermakna bagi kehidupan manusia.
            Keadaaan planet bumi yang merupakan tempat tinggal manusia, yang saat ini sedang memburuk; telah menjadi pusat perhatian dunia.  Jika kita sring mengamati siaran TV berita koran radio, selalu saja menyajikan berita tentang tekanan yang berkenan dengan lingkunga. Baik itu tentang  permasalahan  pangan, energi, kemingkinan terjadi pemanasan global, penipisan lapisan ozon, ledakan penduduk, banjir, kerusakan hutan,  erosi plasma dan sebagainya. Kalau manusia  menempuh jalan yang bersufat deterioratif maka keadaan itu boleh dikatakan sangat menggelisakan. Sudah seharusnya manusia membenahi perilakunya mulai sekarang.          
            Relasi eksistensial manusia dengan alam yang demikian itu menempatkan manusia di dalam keterikatan pada alam yang  tak terhindar. Dan dengan mendasarkan diri pada pengertian bahwa di dalam keterkaitan itu manusia harus mengelolah alam, kita dapat menyebut situasi eksistensi terhadap alam itu dengan istilah teksnis situasi eksistensi. Dari sini kita mengetahui bahwa pada manusia menciptakan dan mengelolah alam dan mengunakan alam. Seluruh usaha manusia untuk menciptakan dan menjalankan kehidupanya dengan menguasai dan mengelolah dan menggunakan alam itu dapat dengan istilah teknis, kita sebut “membudaya”. Dari sejarah manusia mungkin kita sudah mengetahui bahwa sejarah pembudayaan manusia berjalan melalui proses perkembangan maju, yang pertama dalam hal kesadaran manusia mengenai posisi dirinya bahwa dia di atas alam  (Transenden terhadap alam) dan harus menguasai, dan mengelolah alam, kedua. Penguasaan , pengelolaan dan penggunaan alam oleh manusia, ketiga, penciptaan kehidupan, dengan menekankan perkembangan atau kemajuan pengelolaan alam oleh manusia memang kita dapat menyebut proses itu kulturalisasi.
            Memang pada satu segi alam bagi manusia adalah barang jadi yang tatawi yang manusia tinggal terimah. Tetapi ketatawianwian alam itu tidak membuat alam menjadi sesuatu yang “statis” yang tak terubahkan oleh manusia, sebab pada segi yang lain, manusia adalah di atas alam menguasai alam, berusaha mengelolah alam untuk menopang kehidupanya. Sebagai sumber perlengkapan kehidupan manusia, alam justru menuntut manusia untuk menguasainya, dan mengunakanya, tetapi manusia juga harus memanusiawikan alam, dalam arti mengaktualisasikan potensi manusia, maka dengan demikian alam akan memberikan makna yang berartiv bagi kehidupan mausia, dan ctetap menopang semua mahluk hidup yang ada di atas muka bumi.
Catatan akhir penulis, adalah sudah saatnya kita membentuk terobosan baru dalam memperlakukan alam sebagaimana mestinya, tidak hanya manusia yang selalu mengeksploitasi isi alam tampa kontribusi timbal balik. Memang alam menuntut manusia untuk menguasainya, dan mempergunakanya dalam memenuhi kebutuhan hidup tetapi bukan berarti kekayaan alam hanya dapat dikuasai tampa ada aksi koaksi yang di bangun manusia dalam menyikapi kembali alam. Pilihan yang menurut penulis adalah menopang alam dengan basis ilmu pengetahuan.


Fandi Lo'

No comments:

Post a Comment