Friday 29 August 2014

Antitesis Baik

Fenomena pilpres kali ini merupakan salah satu fenomena pilpres yang menarik semenjak era reformasi. Disebut demikian karena dapat dipastikan bahwa banyak orang menjadi jengkel, tertawa terpingkal-pingkal, gemas, dan emosi dengan salah satu kandidat presiden, yaitu bapak Prabowo Subianto. Prabowo membuat banyak orang berkomentar yang isinya hampir semua negatif tentang dirinya, disebabkan karena dianggap pencitraan yang dibangun tentang dirinya, pernyataan-pernyataan yang dibuat terkait dengan pilpres dan langkah-langkah nyata yang menurut banyak orang tidak konsisten. Ya, Prabowo sedang memperlihatkan antitesis. Antitesis yang diperlihatkan Prabowo adalah antitesis tentang apa yang disebut yang baik. Saya percaya bahwa kita akan berdebat tentang apa itu yang baik, namun jika yang baik itu kita taruh dalam konsep pilpres kali ini, maka banyak orang akan setuju bahwa kriteria itu ada dalam diri Bapak Joko Widodo. Tetapi sesungguhnya, menurut saya, Prabowo sendiri sedang memperlihatkan yang baik, hanya dalam cara yang berbeda - itu alasannya saya menyebutnya antitesis tentang yang baik. Artinya apa yang diperlihatkan Prabowo, bukan untuk menyangkal konsep yang baik, tetapi Prabowo sedang menggiring kita untuk melihat yang baik dalam sudut pandang yang lain, yang sama sekali berbeda dari biasanya kita lihat.

Antitesis tentang yang baik itu terus diperlihatkan Prabowo dalam beberapa hal: pertama, perekrutan calon wakil presidennya. saya percaya bahwa kita semua mengetahui bapak cawapresnya Prabowo anaknya bermasalah secara hukum, tetapi tidak dikenakan sanksi hukum atas perbuatannya. Padahal, dalam setiap debat capres - cawapres, cawapres ini paling nyaring bicara tentang persamaan di depan hukum. Kedua, partai pendukung. Kita juga bersama-sama tahu bahwa petinggi-petinggi dari partai-partai pendukungnya hampir semua sedang terjerat masalah hukum. Ketiga, oknum-oknum dalam timsesnya. Kita juga tahu bahwa ada oknum yang saat ini menjadi timsesnya adalah oknum yang memiliki dosa, salah satunya adalah dosa lumpur lapindo. Keempat, pendamping (kuasa) hukumnya. Kita juga tahu betapa tidak kredibelnya mereka, sehingga hal yang paling konyol yaitu penghitungan angka total suara saja keliru; dan kesalahan penghitungan itu dilemparkan ke kalkulator, yang nyata-nyata dia adalah mesin, yang tunduk pada apa yang diminta oleh manusia.

Dari empat hal ini, dugaan saya, Prabowo secara tidak langsung sedang membantu Bapak Jokowi untuk mulai melakukan seleksi sejak awal bahwa oknum-oknum ini, baiknya jangan sampai ada dalam pemerintahannya, atau bahkan dijadikan timnya. Bapak Prabowo juga sedang mengatakan kepada kita masyarakat Indonesia, inilah wajah-wajah mereka yang jika dipelihara terus-menerus akan berpotensi merugikan kita dan negara. Ya, lihat saja perilakunya; mungkin itu yang sedang disampaikan Prabowo secara simbolik pada kita semua.

Tetapi, apakah dengan demikian kita lalu menjadi maklum dan berhenti melakukan kritik atas langkah-langkah yang sedang dibuat Tim Bapak Prabowo? saya pikir juga tidak. Mengapa? Kita adalah harapan beliau. Kita adalah bintang pemandu beliau tentang yang baik. Karena itu, teruslah tampilkan kritik tetang apa yang baik itu, sehingga beliau dapat terbantu memperlihatkan kepada kita antitesis tentang yang baik itu.

Penulis, Onesimus Hihika, Mahasiswa UKSW, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Komunikasi
Facebook https://www.facebook.com/ones.rives

No comments:

Post a Comment