Wednesday, 2 November 2011

EMOSI BENAR-BENAR MEMBUNUHMU


Saya sama sekali tidak memerlukan hal ini
Saya kurang bijaksana,
Saya seharusnya menjaga mulut besar saya tetap tertutup
Maka bacalah bibir saya.
Dalam dua bulan terakhir ini saya sempat menghilang dari kebiasaan saya  untuk menulis, itu karena kesibukan benar-benar menegepung diriku, maka di samping kesibukan saya ini, supaya tidak stress, maka saya  meluangkan waktu senggang saya untuk kembali melahirkan Tulisan,  yang itu menjadi  pengalaman yang saya alami selama ini, yaitu Emosi. Dari sifat inilah saya merassakan saya sering terjatuh dari komptisi kehidupan yang sudah pasti bagi diriku, itu karena Emosi, jadi saya akhirnya mengambil topic yaitu  EMOSI BENAR-BENAR MEMBUNUHMU.

Sebuah keyakinan bagi banyak orang adalah bahwa kehidupan kita akan menjadi luar biasa ketika kita mampu mengendalikan situasi yang eksternal. Namun banyak sekali bukti yang sebaliknya. Kualitas kehidupan  kita yang sebenarnya berasal dari respons internal kita. Respon ini datang dari sikap yang berbeda. Dan tentu saja pengalaman yang dirasakan masing-masing berbeda. Masing-masing dari kita menentukan kualitas kehidupan kita melalui keyakinan inti yang memengaruhi perilaku kita.

Untuk mengetahui bagaimana emosi mempengaruhi kita, ada gunanya untuk memahami apa sesuatu tentang sifat dasar emosi. Emosi adalah riil gejolak perasaan yang kuat! Perasaan ini adalah reaksi otomatis yang mencerminkan pengalaman masa lampau kita. Emosi adalah bagian instingtif dasar  (orisinal, primitive, fundamental) dari wujud kita. Jika anda perna membaca tulisan  Julia Bondi yang berjudul Unveiling the Miysteries Of Sex and Romance (Mengungkap miysteries seks dan Romantisme), di dalamnya Bondi meyakini bahwa reaksi emosional instingtif terhadap situasi bisa membantu kita mengenali keyakinan ini yang tidak disadari. “manusia sudah melakukan revolusi sehingga tidak lagi hanya menjadi mahluk emosional yang reaktif dan instingtif. Kita sekarang memiliki kekuatan pikiran yan dikaruniakan oleh Tuhan untuk mengunakan dan memanfaatkan energy emosi kita. Emosi sebagai respons selalu ada, siap untuk dirasakan. Pengalamn merangsang semua itu. Demikian juga berpikir mengenai segala susuatu! Kita bereaksi secara emosional dan penjelasan yang kita berikan kepada diri sendiri untuk mengespresikan dan mengatasi apa yang kita rasakan secara instingtif , biasa berkembang menjadi sebuiah keyakinan yang tidak disadari. Dalam beberapa hal, kita merasakan emosi dan kemudian berusaha memberi alasan untuk menghilangkan setiap luka”

Karena emosi bersifat dasar atau instingtif, otak dan pikiran merupakan cara kita untuk berhubungan denganya dan juga untuk mengarahkanya mereka secara benar. Bereaksi begitu saja terhadap  emosi, tampa memikirkan segala sesuatu, sering kali bias membuat  kita mengatakan atau melakukan hal-hal yang belakangan kita sesali. Pikiran sadar membantu kita menghadapi emosi kita secara konstruktif, asalkan kita tidak mengunakan pikiran kita untuk menilai atau menyangkalnya. Pemikiran yang benar akan memungkinkan kita untuk mengubah keyakinan batin kita, sehingga kita bisa menyesuaikan kembali dengan emosi kita secara sehat dan bermanfaat. 

Tetapi saya menyadari bahwa memang kecenderungan orang ketika larut dalam sebuah persoalan, pastinya kesan pertama yang akan terlihat adalah emosi, hal ini pun tidak asing menurutku, karena pengalaman saya pun demikian adanya. Namu saya selaku mencoba utntuk terlepas dari sikap tersebut, aku selalu berusaha untuk tidak terperangkap dalam belenggu emosi yang berlebihan. Namun saya hanya ingin mengatakan bahwa jangan sampai dengan emosi dalam diri yang kemudian hidup kita di sulap menjadi sebuah malapetakan dalam pikiran.  Jadi menurutku sikapilah sebuah masalah dengan lapang dada. Aku selalu ingat sebuah pesan bahwa  kebahagian maupun kesuksesan sejati sesungguhnya berawal dari timbulnya masalah yang berhasil di atasi dengan baik.

TIDAK ADA ORANG YANG BAHAGIA SELAMANYA

JANGAN BERTANYA KEPADA ORANG LAIN APA ITU MAKNA HIDUP, TETAPI TANYAKANLAH TERHADAP DIRIMU TERDAHULU


     Orang yang sedang di lingkari dengan berbagai kegagalanlah yang akan selalu mempertanyakan apa itu makna hidup, namu pernahka kita berpikir bahwa apa yang telah saya hidupkan dalam hidup ini, sering ka kita merenungi apa yang telah kita lakukan sebelumnya. Aku meyakini bahwa hidup ini penuh dengan makna, itu artinya saya dituntut untuk melakukan hal-hal yang selalu bermakna dalam kehiduan, namun tak dapat dipungkiri terkadang kita melakukan hal-hal yang konyol, yang dapat ditertawai, oleh orang lain bahkan diri kita sendiri saat mengingatnya, itu yang saya sebut sebagai proses. Tetapi sadarkah kita bahwa anda diberikan angerah oleh Tuhan yaitu akal dan Budi, yang akan kamu gunakan menggali potensi-potensi kehidupan yang penuh makna ini. Kadang kita mengabaikan hal ini, padahal disitulah anda memulai langkah awal untuk mencari sebuah harga diri demi makna hidup.

                Aku selalu berpikir bahwa semua tindakan yang kita ucapkan itu akan berimplikasi pada sebuah makna. Jika kita memahami apa yang disebut dengan berpikir realistis maka anda akan selalu melontarkan beribu-ribu makna bagi banyak orang, ingat 1  makna dapat memberikan banyak kekaguman bagi banyak orang. Saya selalu menyadari bahwa apa yang saya katakana  tidak selau benar namun minimal saya mengerti apa yang saya lakukan, menurut tidakan awal saya. Meskipun mungkin kita sudah terlebih dahulu membuat pembenaran-pembenaran diri. Namun itu belum tentu anda bisa memberikan pemahaman  bagi banyak orang untuk  meberikan komentar atas apa yang anda pikirkan kemudian anda ucapkan, inilah yang sisebut sebagai hipotesis.
                Hadiah dari kehidupan adalah hidup itu sendiri, maka dari itu sebelum anda sampai kepada pertanyaan yang mendasar bahwa apakah “makna hidup” itu, terlebihlah mempertanyakan apa yang anda pahami tentang hidup, karena saya meyakini bahwa kunci kehidupan bagi manusia, itu ada pada manusia itu sendiri. Jawaban yang akan anda terimah dari orang lain tentang makna kahidupan itu sendiri, akan tidak pernah menemukan titik temu yang tepat. Ingt bahwa manusia porsi kehidupanya semua sama, manusia A dapat Berpikir, B pun demikian, itu artinya jika anda mempertanyakan kepada mereka, berarti anda telah memberikan persoalan-persoalan anda  kepada orang yang sama. Memang jika dikaji lebih dalam bahwa manusia memang harus hidup bersama, jika manusia hidup sendiri maka ia akan binasa, pesan dari kaliamat itu adalah orang lain disekeliling kita hanyalah sebagai objek untuk menanyakan tentang gambarn atas diri kita, dengan seolah bercermin dari kegagalan mereka, keberhasilan mereka, dan kemudian kita melakukan perbandingan-perbandingan atas apa yang mereka  alami, jadi teman, kenalan saudara, oran tua, yang dekat dengan kita, mereka hanya bisa memberikan apa yang disebut dengan solusi.

Sunday, 23 October 2011

SAYA BUKAN KOPI,MIE,TELUR, NAMUN AKU ADALAH KEGAGALN ITU SENDIRI


Bangga rasanya bisa kembali melahirkan tulisan baru, silakan di simak,
Seorang anak mengeluh ke pada ayahnya, tentang kehidupanya, dan ia menanyakan mengapa hidup ini terasa begitu berat untuknya. Anak ini tidak tahu bagaimana menghadapinya dan hampir menyerah. Ia sudah merasa lelah dalam berjuang. Setiap kali ia berhasil dalam menyelasaikan masalahnya, pasti akan timbul lagi masalah baru. Ayahnya bekerja di warung makan, ayahnya kemudian mengajaknya ke dapur,  ia mengambil panci dan menuangkan air ke panci tersebut, kemudian ia menyalakan kompor, ia merebus air tersebut. Setelah air di panci sudah mendidih, lalu ia menuangkan ke gelas yang sudah di isi dengan bubuk kopi dan juga gula, sisah air itu kebetulan di dapur ada Mie dan telur, ia skalian menyisakan air itu untuk merebus mie bersama dengan telur.

            Anak ini membiarkan ayahnya terus bekerja di dapur tanpa ia mengeluarkan sepatah kata pun, ia sambil bersandar di kursi hingga ayahnya selesai. Sekitar 20 menit ayahnya, mematikan kompor, kemudian ia mengambil mangkok kemudian ia menuangkan indo mie yg telah direbus itu, dan juga sebutir telur setelah selesai merebus mie dan jg telur, juga ia menuangkan air panas itu ke gelas yg telah diisi dengan bubuk kopi. Lalu ia mengantarnya di depan anaknya, kemudian ia berkata “Apa yang kamu lihat Nak..?” sang anak menjawab Mie, Telur, dan Kopi. Kemudian ayahnya mengajaknya untuk mencicipi indo mie telur yang telah di sajikanya   di meja, kemudian ia kembali berkata, mienya terasa lembut dan aromanya sangat terasa di tambah telur yang empuk menjadikan mie ini semakin enak, terakhir ayahnya menyuruh untuk mencicipi kopi yang juga telah di buatnya, setlah anak ini mencicipi kopi dengan aroma yang sangat khas, dan nikmat. Setelah itu, si anak bertanya lagi. “apa arti semua ini, Ayah?”

            Ayahnya kemudian menerangkan bahwa ketiganya telah menghadapi kesulitan yang sama, yaitu perebusan. Tetapi masing-masing menunjukan reaksi yang berbeda. Kopi sebelum di rebus tak memiliki rasa yang nikmat, dan aroma yang khas dan juga bubuk yang unik, tetapi setlah direbus, kopi kemudian menyatu dengan air, yang akhirnya mengeluarkan aroma yang nikmat. Mie sebelum di rebus, keras, dan mudah dipatahkan begitu pun dengan telur sebelum di rebus ia mudah pecah, tetapi setelah di rebus, isi telur ini menjadi beku, dari ketiganya “kamu termasuk yang mana”? Tanya ayahnya . ketika kesulitan mendatangi mu, bagaimana kamu menghadapinya, apakah kamu Mie, Kopi, atau  Telur.?

            Bagaimana dengan anda? Apakah anda adalah Mie yang kelihatanya keras, tetapi dengan adanya penderitaan dan kesulitan, anda menyerah menjadi lunak dan kehilangan kekuatan. Atau apakah anda adalah telur, yang awalnya memiliki hati lembut? Dengan jiwa yang dinamis, namun setelah adanya kesulitan, patah hati, perceraian ataukah pemecatan kamu menjadi keras dan kaku. Dari luar  kelihatan sama, tetapi apakah anda menjadi pahit dank eras dengan jiwa dan hati yang kaku.

            Ataukah anda adalah bubuk kopi ? bubuk kopi mengubah air panas, sesuaut yang menimbulkan kesakitan, untuk mencapai rasanya yang maksimal pada suhu 100 derajat Celsius. Ketika air mencapai suhu terpanas, kopi terasa semakin nikmat dan membuat keadaan di sekitar anda juga membaik.

            Sikap kita menghadapi musiba, kegagalan, kekecewaan dan sejenisnya sangat tergantung sejauh mana pemahaman kita terhadap hakekat yang menciptakan (peristiwa). Keyakinan terhadap Tuhan bahwa segala peristiwa yang dikehendaki-Nya akan memberikan hikmah besar terhadap manusia merupakan langkah awal yang baik. Kita harus yakin bahwa semua peristiwa dan semua mahkluk di alam yang maha luas ini sudah di atur oleh Sang Maha Kuasa. Dngan demikian kita akan merasa sangat lemah di hadapan-Nya, mengharap segala pertolongan-Nya, dan bergantung kepada segala keputusan-Nya.

            Musibah ataupun kegagalan tidak selalu identik dengan kesialan, kedudukan, kesia-sian, dan peristiwa negative. Tetapi , justru bisa jadi berarti peristiwa yang membawa pengaruh positif dan pemompa semangat hisup bagi manusia untuk bercermin diri, dan menata kehidupan ke arah yang lebih baik. Sebagai manusia, kita harus memaknai musibah denga perspektif yang baik dan benar. Kisah di atas mengajarkan kita bahwa sebuah musibah kegagalan, yang di ibaratkan air panas, mengandung hikmah positif bagi manusia sebagai sarana mengukur kekuatan kita dalam menghadapinya.  Di sinilah kualitas diri akan terlihat apakah dia memiliki mental serta hati yang kuat dalam kehidupan keseharianya atau tidak. Ada kalimat yang mengatakan bahwa “Manusia sama saja tatkala sama-sama dilimpahi hikmah, namun ketika cobaan datang menimpah, saat itulah akan terlihat perbedaan-perbedaanya. Jika kita semakin yakin dan tegar menghadapi musibah itu, maka semakin berkualitaslah tingkat diri kita. Demikian pula sebaliknya, jika kita menjadi rapuh dalam menghadapi musibah maka mengindikasikan kualitas diri kita yang begitu rendah.

Kita seharusnya mengandaikan  bahwa hidup ini layaknya uang yang memiliki dua sisi.  Kita tidak luput dari hakekat hidup yang selau di pertemukan dengan sisi kehidupan yang sulit, dan yang mudah, semuanya akan selalu hadir dalam mebayangi proses misi hidup ini. Jadi sesungguhnya sifat hidup ini yang saya maksudkan di atas itu sebenarnya satu paket. Einstein mengatakan bahwa terpuruk dalam masalah merupakan peluang hebat untuk kita. Pesan yang ingin disampaikan adalah bukan berarti saat kita mengalami masa-masa terpuruk, kita kemudian mengambil keputusan bahwa saya tidak mampu, putus asa, kecewa dengan gagasan-gagasan sendiri, namun ini mengingatkan kita bahwa hargailah seluruh perjuangan anda, karena semunya melibatkan hati, pikiran anda, kita tidak menuntut sebuah keberhasilan, namun kita hanya menuntut berhasil dalam mencoba.

            Namun hanya saja tak semua orang menyadari akan hal itu. Sebagaimana orang akan berhenti manakalah mengalami sebuah kegagalan. Pada hal, kegagalan itu bukanlah sebuah kesalahan. Jika kita bisa menyimak dan mengambil pelajaran dari kegagalan , maka bukanya tidak mungkin kita akan  mencapai kesuksesan. Yang perlu kita lakukan pada saat kita mengalami kegagalan adalah intropeksi diri. Teliti diri sendiri terlebih dahulu, kenapa bisa gagal .mungkin kita kurang kerja keras atau mungkin inisiatif, dan seterusnya. Tampa kesedihan juga kita tidak akan mengerti arti kebahagian. Justru itulah, kesedihan akan membuat kita bangkit untuk meraih kebahagian. Saat kita dilanda kesedihan, berhentilah melayani perasaan dan pikiran jika memang ingin terlepas ari belenggu penderitaan hidup.
Jadi saya bukan Mie, saya bukan kopi, dan telur tetapi saya adalah “kegagalan itu sendiri”, akulah sentralanya.

*SEMOGA BERMANFAAT*

Tuesday, 27 September 2011

Kumpulan Pepatah Lucuq....Goooooooo (pokoknya agan ngakak)

1. Bersatu kita teguh, bertiga kita threesome
2. Sepandai-pandainya tupai melompat, pasti disate juga
3. Bagai air di daun talas, kurang kerjaan banget ngamatin air di dedaunan
4. Ada gula ada semut. Ada semut disemprot pake Baygon. Ada banyak semut mati
5. Rajin Mangkal, Kaya
6. Air tenang jangan disangka tak ada buaya, tapi ada ikan paus lagi tidur siang
7. Bersatu kita teguh, bercerai kita ke Take Me Out
8. Rajin pangkal pandai, hemat pangkal kaya, yang enaK-enak pangkal paha, rame-rame pangkalan ojek
9. Ada ubi ada talas. Ada Budi ada Anduk
10. Uang cucuran masyarakat jatuhnya ke DPR juga
11. Semut di seberang lautan keliatan, gajah di pelupuk mata kelilipan
12. Cinta ditolak, dukun beranak
13. Jauh di mata, dekat di hati, boros di pulsa.
14. Sedikit demi sedikit lama lama bosan
15. Bagai kejatuhan durian runtuh, baru kali ini ada orang kejatuhan durian malah   seneng
16. Air susu dibalas dengan air kopi item, jadi kopi susu deh
17. Bersatu kita teguh, bercerai kita masuk infotainment (motto selebritis)
18. Berat sama dipikul, ringan sama dijinjing, sama-sama berat mending dipaketin aja
19. Air susu dibalas Air Supply
20. Sambil menyelam minumnya tetap teh botol Sosro
21. Sate padang sebelum hujan
22. Buruk rupa, cermin pun disalahkan
23. Ringan sama dipikul, berat minta dibawain
24. Single itu prinsip, jomblo itu nasib
25. Wong ompong nyaring bunyinya
26. Ke bukit sama mendaki, ke lurah bikin KTP
27. Nasir sudah menjadi tukang bubur
28. Dimana ada jalan, disitu banyak mobil
29. Bagai kacang lupa atomnya
30. Bagai buah simalakama, tidak dimakan Ibu mati, dimakan Bapak kimpoi lagi
31. Setinggi-tingginya Bangau terbang, akhirnya jadi kecap juga
32. Buruk muka nggak masuk majalah
33. Ada uang ada barang, nggak ada uang rampok bank
34. Jauh di angkot, dekat naik ojek
35. Air beriak tanda ada yang tenggelam
36. Lebih baik berputih tulang dari pada putih badan karena panuan
37. Besar pasal daripada tilang
38. Tua-tua keladi, udah tua jadi biang keladi
39. Jangan ada janda di antara kita
40. Air beriak tanda ada yang boker
41. Tak kenal maka tak sayang, mau kenalan digampar pacar
42. Ada udang di balik tepung kentucky
43. Bagai telur di ujung handuk
44. Bagaikan Jemuran tertiup angin
45. Malu bertanya, sesat di jalan. Banyak bertanya, dikira wartawan
46. Anjing menggonggong, maling kulkas berlalu
47. Habis kumis, cukur dibuang
48. Malu berak, sesak di jalan
49. Surga anak ada di telapak kaki ibu, surga bapak ada di antara kaki ibu.
50. Sekali melambai, dua tiga banci mengikuti
51. Karena sperma setitik, bengkak perut tetangga
52. Guru kencing jongkok, murid berlari ngintip
53. Ma’ lu bertanya, Ma’ gue yang jawab
54. Maksud hati memeluk Nunung, apa daya keburu digampar Badrun
55. Dimana ada kemauan, di situ ada kemaluan
56. Dunia maya tak selebar monitor
57. Malu bertanya, sesat di jalan. Besar kemaluan, susah berjalan
58. Lebih baik pulang tinggal nama, daripada gagal di malam pertama.
59. Hormatilah wanita, niscaya engkau akan diberikan kehormatannya.
60. Dalam pantat yang sehat, terdapat kentut yang kuat.
61. Bekerja keraslah, karena yang keraslah yang mampu “bekerja”.
62. Bukan salah bunda mengandung, salahkan bapak yang menaruh burung.
63. Tidurlah sebelum kamu ditiduri.
64. Maju perut pantat mundur.
65. Tak ada gadis yang tak retak.
66. Sepandai-pandai menyimpan istri Muda, akhirnya tua juga
67. Tak ada bini, jajan pun jadi.
68. Banyak belajar banyak lupa, sedikit belajar sedikit lupa, tidak belajar tidak lupa.
69.Sambil Menyelam Glagepan, Abis Glagepan Masuk Kuburan
70. Jauh di mata dekat di kaca (moto supir angkot)

Monday, 19 September 2011

MASIKAH NEGARA INI “LAYAK” DI SEBUT SEBAGAI NEGARA HUKUM

           Seruan yang sering kali kita dengar dalam media. Baik elektronika, media cetak, adalah kritik atas nama pemerintah. Seruan tersebut diekspresikan dengan berbgai cara, ada demonstrasi, via media, dan lain sebagainya semuanya hanya memiliki cirri yang sama yaitu kritik kinerja pemerintah.  Semua  masyarakat mungkin tau bahwa pemerintah memang hadir untuk menjadi stimulus, pengontrol,  kekuatan, untuk mengangkat nama sebuah bangsa yang di huni oleh masyarakat banyak yang harus memiliki karisma yang luar biasa di mata dunia itulah salah satu tujuan suatu bangsa. Yah saya meyakini di tahun-tahun sebelumnya nama Indonesia, dengan keperkasaan garuda, dan kibaran sang saka, pernah dikagumi oleh dunia, karena kekayaan yang di miliki, di antaranya kekayaan budaya yang di lambangkan oleh garuda, yang kemudia di aplikasikan dalam Panca Sila, kekayaan alam yang begitu terkenal, dan satu lagi yang menjadi kekaguman di mata dunia adalah Indonesia di kenal sebagai Negara pluaralisme dan itu mampu di jaga menjadi damai dalam perbedaan, yang kemudian muncul suatu motto bangsa ini yaitu “Bhineka Tungga Ika” (berbeda-beda tetapi tetap satu jua).
            Saaat kita telah berhasil  mendobrak sebuah kekuasaan raksasa, di tahun 1998 di bawah pimpinan seorang jendaral yaitu Soeharto, dengan sikapnya yang sangat represif dan dictator, yang akhirnya menjadikan masyarakat untuk melakukan reformasi kekuasaan pmerintah, karena di nilai system soeharto tidak sesuai dengan nilai-nilai humanisme. Pada saat itu jugalah muncul berbagai gerakan dari berbagai kalangan turun ke jalan, ada Akademisi, Aktivis, Lsm. Yang kemudian menyatukan  suara mereka dalam orasi untuk mendobrak kekuasaan raksasa dalam kejayaanya selama 32 tahun memimpin republic ini. Tak sedikit nyawa yang mlelayang dalam tragedy tersebut, tetapi itulah perjuangan dalam melawan rezim, yang di nilai sebagai resim yang penuh tanda Tanya. Mengutip pernyataan dari omm reks, salah satu dosen ilmu Hukum Uksw, mengatakan bahwa melawan sebuah kekuasaan sama dengan “Ingat melawan Lupa” .
Setelah tumbangnya resim soeharto pada tahun 1998, Indonesia memulai membuka lembaran baru, dekonstruksi dalam system kemudian di hidupkan di tata kembali. Dengan keyakinan bahwa kedepan harus jauh lebih baik. Dari gerakan-gerakan inilah yang dilakukan oleh para aktivis, mahasiswa 98 yang kemudian menghasilkan 6 butir agenda penting reformasi di antaranya;
  1. Penegakan supremasi hukum,
  2. Pemberantasan KKN
  3. Pengadilan mantan presiden Soeharto dan para kroninya,
  4. Amandemen konstitusi
  5. Pencabutan dwifungsi TNI/POLRI, serta
  6. Pemberian otonomi daerah seluas-luasnya.
Saya tidak terlalu  berbicara panjang lebar tentang agenda reformasi, karena wewenang saya untuk ke arah sana terbatas, nah di sini saya kembali mengacu kepada poin bahasan ini, yaitu pengabaian aspirasi masyarakat oleh kalagan orang-orang berdasi di negri ini, kita bisa melihat sebuah kebijakan selama ini yang kemudian dikembangkan oleh pemerintah yaitu kebijakan yang hanya Top Down (dari atas ke bawah) meskipun mungkin ini masi berkaitan dengan proses reformasi yang tiada hentinya jika di tinjau dari perspektif perekonomian, sosial, agama dan lain sebagainya ini masi tidak terlepas dari peristiwa resim sebelumnya. Banyak stigma yang mengatakan bahwa system demokrasi yang kita anut saat ini masi banyak dipegang oleh orang-orang Soeharto, sehingga jalanya demokrasi di negri ini sulit terwujud, apakah yang terjadi sekarang, boleh saya mengatakan bahwa resim yang berganti layayaknya orang yang hanya ganti topeng. Bahkan tingkat pelanggaaran norma hukum, agama, etika sosial, tak asing lagi di telinga kita. Hampir setiap hari kita dicekoki oleh berita di TV tentang kekerasan, korupsi, konflik umat beragama, pemerkosaan. dan lain sebagainya, ibaratkan kita makan nasi kita suda kenyang dan bosan, karena hanya diberikan lauk yang sama. nah di sinilah saya bisa menyimpulkan bahwa betapa terkucilkanya hukum di negri ini, orang menganggap hal yang biasa ketika di langgar, hukum saat ini dapat di tawar, di hargai dengan rupiah, sungguh malang nama hukum di bangsa ini.    
            Mungkin saya terlalu pragmatis dalam menilai sebuah scenario yang diperankan oleh elit bangsa ini, namun secara fundamental jika kajian kita memang betul-betul mengarah kepada ranah pengembangan suatu Negara yang dalam tahapanya sedang berkembang yang harus kita terapkan salah satunya adalah sikap pragmatis. Karena saya meyakini bahwa dalam sebuah organisasi yang besar, seperti Negara, dalam mengambil sebuah tindakan, putusan harus penuh dengan strategi yang matang di sinilah paragmatisme akan menampakkan dirinya.
            Dengan semaki krtitisnya nasib bangsa ini yang kemudia menarik perhatian bagi para politikus di negri ini, yang kemudian mencoba untuk membandingkan resim harto dengan resim saat ini yang kita kenal sebagai era demokrasi. Beberapa opini yang beredar bahwa ada kerinduan terhadap rezim pak Harto. Bayak pula yang mengatakan bahwa lebih baik milih dictator, dari pada demokratis. Tetapi sebanarnya posisi dua kubu ini adalah dilema jika ditinjau dalam tatanan masyarakat Indonesia. Pemimpin yang demokratis di anggap lamban, dictator diprotes, nah akhirnya timbullah pertanyaan bahwa siapakah sosok pemimpin yang tepat dalam memimpin? Jawaban yang mungkin muncul adalah dua-duanya  harus dimiliki seorang peimpin yaitu demokratis dan dictator. Nah ketika jawaban tersebut yang akan muncul maka saya tertarik mengunakan istilah sinergi, bahwa sikap demokratis dan dictator harus bisa bersinergi, tetapi bisakah kita melhat sifat sinergi itu dalam maindseet manusia. Yang mungkin sifat manusia itu bisa kita menilai dari tingka laku, komuikasi (bahasa tubuh) tetapi saya meyakini bahwa manusia tidak satu dimensi, tetapi ada dimensi lain yang paling terpenting. Nah inilah sebuah tanda Tanya yang besar bagi kita semua. Saya yakin jika supremasi hukum betul-betul ditegakkan dalam agenda seorang pemimpin maka saya yakin kedepanya dengan sendirinya akan berubah.   

THANKS

Thursday, 30 June 2011

KEGAGALAN AGAMA DALAM MENJALANKAN DEMOKRASI DI INDONESIA

 Realitas Sosial di Indonesia
Pendahuluan
Peranan sosial agama harus di lihat sebagai sesuatu yang mempersatukan. Atau dalam pengertian harafianya agama menciptakan suatu ikatan bersama, baik antara anggota-anggota beberapa masyarakat maupun dalam kewajiban-kewajiban sosial yang membantu mempersatukan mereka. Karena nilai-nilai yang mempersatukan sistem-sistem kewajiban sosial di dukung bersama oleh kelompok-kelompok keagaman, maka agama menjamin adanya persetujuan bersama dalam masyarakat. Dan agama juga cenderung melestarikan nilai-nilai sosial.

            Memang agama mempersatukan kelompok pemeluknya sendiri begitu kuatnya sehingga apabila ia tidak dianut oleh seluruh atau sebagian besar anggota masyarakat, ia bisa menjadi kekuatan yang mencerai beraikan, memecah bela dan bahkan menghancurkan. Di samping itu juga agama tidak hanya selalu memainkan peranan yang bersifat mempelihara dan menstabilkan. Khususnya pada saat terjadi perubahan besar di bidang sosialdan ekonomi, agama sering memainkan peranan yang bersifat kreatif, inovatif, dan bahkan bersifat revolusioner.

            Dalam usaha menganalisa fungsi-fungsi sosial dari tingkah laku keagamaan. Kita harus berhati-hati membedakan antara yang ingin dicapai oleh anggota- anggota suatu kelompok pemeluk tertentu dan akibat yang tidak dikehendaki dan tingkah laku mereka dalam kehidupan masyarakat. Tampa adanya tingkah laku seperti itu, sangat boleh jadi tingkah laku keagamaan tidak akan diaksanakan. Hal inilah yang sebenarnya gagal di analisa oleh sebgian besar umat beragama di indonesia, sehingga apa yang menjadi nilai-nilai dari agama yang diyakini dalam masyarakat kita, tidak teraplikasikan dengan baik. Mungkin begitu kasar ketika kita mengatakan bahwa bukan lagi nilai-nilai agama yang di perjuangkan, tetapi sebuah ideologi, tetapi itulah realitas yang terjadi.

            Agama mengajarkan moral dan etika untuk hidup dalam suatu masyarakat. Universalitas moral dan etika menjamin keaneka ragaman budaya, adat dan kebiasaan serta warisan genetika. Namun agama seringkali disalah gunakan untuk membasmi sesuatu yang berbeda pada aspek budaya, adat, kebiasaan dan warisan genetik. Namun nampaknya agama tidak berdaya sama sekali dalam mencegah penyalahgunaan tersebut. Malahan agama nampaknya digunakan oleh ambisi kekusasaan dan menghalalkan pembasmian-pembasmian terbatas maupun tak terbatas, di bumi Indonesia yang penduduknya konon, hampir 100% beragama justru kemaksiatan, percabulan, perjudian, KKN, aniaya, kejahatan, narkoba, pelacuran, konflik antar umat beragama, bermunculan gerakan-gerakan radikal. Berbagai masalah ini yang bernuansa, seolah menjadikan bangsa indonesia takut akan komunitasnya sendiri, trauma yang mendalam, akibat konflik yang berulang kali terjadi di bangsa ini, konflik agama yang terakhir terjadi yaitu di temanggung beberapa bulan yang lalu, tentunya tragedi ini meninggalkan luka yang mendalam bagi yang berkonflik, terlebih lagi masyarakat setempat yang bermukim di sekitar tempat kejadian.

         Ada apa dengan agama di Indonesia sebenarnya,? Ini adalah pertanyaan mendasar yang akan muncul,
Jawabannya sederhana, agama (entah disadari atau tidak) ada dalam kekuasan manusia dan bukan dalam kekuasaan Tuhan. Kata Tuhan masih sering diperdebatkan padahal seseorang yang mengatakan. Tuhan kepada apa dan siapapun menyatakan bahwa ia adalah abdi atau hamba dari yang ia nyatakan sebagai
Tuhan.

         Rupanya Tuhan  sudah terpisah dari agama oleh ulah manusia yang mengabdi kepada agama dan bukan kepada Tuhan jadi agama sudah menjadi Tuhan bagai banyak orang di Indonesia. Terbukti bahwa pada hampir semua formulir data seseorang ada kata agama, sehingga dalam seluruh dokumen formal di Negeri ini lebih banyak kata "agama" dari pada kata Tuhan. Inilah penulis maksudkan sebelumnya, bahwa umat beragama sudah tidak memperjuangkan nilai-nilai yang terkandung dalam agama, tetapi perjuanganya sudah beralih kepada ideologi semata. Inilah ketertarikan penulis untuk mengambil topik tentang kegagalan agama dalam menjalankan demokrasi, karena saya berpendapat bahwa agama tidak mampu menyelenggarakan masyarakat yang bermoral tinggi dan mulia dalam berdemokrasi. 

Agama dan Demokrasi
Jika dikaji secara natural, sebenarnya nilai-nilai yang di bawa oleh agama merupakan refleksi kritis atas permasalahan yang terjadi pada kehidupan sosial-kemasyarakatan. Masalah-masalah sosial pada masa turunnya agama-agama adalah ketika terjadi banyak ketimpangan-ketimpangan sosial baik di bidang politik, budaya, ekonomi dan lain sebagainya. Semangat yang di bawa oleh agama adalah semangat pembebasan manusia dari segala bentuk ketimpangan itu dan menuju pribadi sosial yg egaliter atau setara, berkebebasan dan demokratis.

Pada hal ini, kita jumpai terdapat nilai-nilai demokratis dalam semangat ajaran agama, bahwa segala gap sosial harus di benahi dan mewujudkan kesejahteraan serta kebebasan sebag bentuk penghormatan terhadap nilai-nilai kemanusiaan dalm bingkai pemahaman egalitarianisme sosial.

Di dalam konsep agama dan demokrasi terdapat perbedaan secara fundamental. Perbedaan terlihat di ranah ontologis. Aktualisasi prima sikap keberagamaan adalah penyerahan diri sepenuhnya pada kehendak Tuhan. Sementara demokrasi mewujud dalam sikap sedia bernegosiasi dengan mempertimbangkan kehendak orang lain. Demokrasi berarti menempatkan kehendak dan rasionalitas manusia yang terlembagakan sebagai referensi tindakan sosial kemasyarakatan dan bernegara. Sedangkan dalam khidupan beragama, yang menjadi referensi puncak adalah ajaran Tuhan. Selain hal yg di sebutkan, secara historis antropologis, sosiologis, sjarah agama tak terlepas dari realitas kenyataan, peran agama tidak jarang hanya di gunakan untuk kpentingan politik dan kekuasan dalam mempertahankan status quo, sehingga memunculkan gerakan sektarian pemberontakan.

         Secara teologis pula kita pahami bahwa, ajaran agama yg bersifat deduktif-metafisis dan selalu mendasarkan rujukan pada Tuhan (padahal Tuhan tak nampak secara empiris), sementara demokrasi adalah persoalan empiris dan bersifat dinamis, maka agama tak punya kompetensi untuk berbicara dan menyelesaikan persoalan demokrasi. Meskipun terjadi perbedaan pada ranah ontologis, tapi keduanya menemukan kesepahaman di ranah aksiologis, bahwa agama dan demokrasi teraktualisasi dalam objek yang sama, yaitu manusia degan segala kompleksitasnya. Titik temu agama dan demokrasi ini menebarkan doktrinitas yang egaliter agar keduanya memiliki premis dan komitmen yang sama tentang cita-cita kemanusiaan yang menjadi objek aksiologisnya.

          Asumsi tersebut di wujudkan dalam bentuk bertemunya cita-cita demokrasi dan komitmen agama sebgai refleksi keimanan untuk menegakkan masyarakat yg egaliter dan dalam bingkai kesejahteraan sosial. Agama dan demokrasi harus mampu saling mengisi dan mengayomi khidupan berbangsa dan bernegara. Dan sebenarnya cita-cita inilah yang menurut penulis ingin diwujudkan dalam negara demokrasi seperti indonesia, jika demokrasi dikaji dari sudut pandang agama, itu sangat memungkinkan demokrasi itu terwujud, karena agama sangat menjunjung tinggi etika moral, menentang kekerasan, menentang diskriminasi dan yang bekaitan dengan pelanggaran abmoral. Andai ini bisa dijalankan lembaga agama maka indonesia akan bebas dari masalah seperti kekerasan, diskriminasi SARA, dan KKN. Tetapi hingga sekarang ini wujud dari demokrasi itu masi sangat jauh. Persoalannya, bagaimana memberi ruang gerak bagi ormas dan partai keagamaan yang ada tetapi tetap konsisten membangun demokrasi secara rasional sehingga agama dan negara tumbuh saling melengkapi, bukannya intervensi ataupun melakukan kooptasi. Akhir-akhir ini muncul gejala yang perlu dicermati bersama, jangan sampai tampilnya partai dan tokoh-tokoh agama dalam panggung,  politik akan membunuh bibit dan pohon demokrasi mengingat hubungan agama dan demokrasi tidak selalu positif.

            Seandainya umat beragama dalam menjalankan roda demokrasi di indonesia, sesuai pandangan etika agama yan lebih menitik beratkan kepada tanggung jawab moral, yang menganggap bahwa lembaga-lembaga politik sebagai alat bagi umat beragama untuk mengejar tujuan-tujuan duniawinya yang dikuduskan dan cita-cita bagi surgawinya, dan juga menginterpretasikan kekuasaan politik dari sudut moral, maka agama sangat dimungkinkan bisa menjadi dasar dari perjalanan demokrasi di indonesia. Karena semua kekuasaan duniawi dianggap sebagai pemberian Tuhan, kepada parapemegangnya sebgai tugas sucinya. Jadi bukanlah berarti bahwa umat beragam di larang untuk terjun ke bidang politik, tetapi dalam artian keterlibatanya di dalam bidang tersebut, harus dalam tuntunan imanya, dan juga penuh tanggung jawab sosial, dan tanggung jawab sakralnya yang di ilhamkan oleh Tuhan.

            Tanggung jawab inilah yang sesungguhnya terlupakan oleh umat-umat beragama, dalam menjalankan otoritasnya baik dalam bidang politik, ekonomi, sosiologi, semuanya sudah tak terkontrol lagi, mereka hanya terbawa dengan euforia dalam moment tertentu, keserakahan material haus kekuasaanlah sebagai pemicu atas terlupakanya tanggung jawab sosialnya sebagai umat Tuhan. Di mana-mana terjadi kekerasan, konflik antar umat beragama, saling fitna, karena dengan alasan kekuasaan, kepentingan pribadi, semuanya tidak teraplikasikan lagi dalam ruang agama, semuanya lepas dengan alasan yang tidak sesuai dengan moralitas umat beragama. Penulis berharap ini jangan di pandang sebagai tantangan, tetapi ini adalah kewajiban yang terlupakan, bukan sesuatu yang hadir dengan tiba-tiba, karena dilupakanya tanggung jawab ini sehingga berbagai macam masalah yang muncul, yang mungkin kita mengibaratkanya sebagai tantangan baru, dalam realitas sosial.

Kesimpulan
Dari paparan di atas kita bisa menarik kesimpulan, bahwa hubungan agama dengan demokrasi memang sangat dipentingkan untuk menuntun perjalanan demokrasi. Agama diharapkan bisa menjadi dasar yang kuat untuk menopang berdirinya demokrasi. Tetapi ralitas yang terjadi dalam negara indonesia belum bisa menjamin bahwa peran agama dalam menopang berdirinya demokrasi belum mampu menjadi dasar yang kuat. Berbagai macam indikator yang bisa kita indentifikasi, yaitu pandangan umat beragama terhadap agama itu sendiri sudah bergeser, saya berasumsi bahwa bukan lagi agama dipandang sebagai alat menghubungkan diri dengan Sang Pencipta, tetapi seolah-olah agamalah yang telah menjadi Tuhan. Yang diperjuangkan adalah ideologinya bukan lagi nilai-nilai agamanya.
Oleh: Fandi













Friday, 24 June 2011

TRIAS POLITICA




Sudahkah kalian mengetahui lembaga kekuasaan pemerintahan yang tertinggi, yang kini disebut dengan istilahTrias Politica..? jiak belum silahkan menyimak tulisan singkat ini terkait dengan Tria Politica.

Trias Politica adalah anggapan bahwa kekuasaan negara terdiri dari tiga bagian kekuasaan yang pertama adalah kekuasaan legislatif, atau kekuasaan membuat undang-undang  (dalam peristilahan baru disebut dengan rulemaking function). Kedua kekuasaan eksekutif, atau kekusaan melaksanakan undang-undang  (dalam peristilahn baru disebut dengan rule aplication function). Ketiga, kekusaan yudikatif atau kekuasaan mengadili atas pelanggaran undang-undang (dalam peristilahn baru disebut adjudication function). Trias politica adalah suatu prinsip normatif bahwa kekusaan-kekuasaan ini sebaiknya tidak diserahkan kepada orang yang sama untuk mencegahpenyalahgunaan kekusasan oleh pihak yang berkuasa.

                Istilah ini pertama kali diperkenalkan oleh John Locke (1632-1704) dan kemudian dikembangkan oleh Montesquei (1689-1755), yang mana pada taraf itu ditafsirkan sebagai pemisahan kekuasaan  (separation of power). Pada prinsipnya, dasar dari pemikiran doktrin Trias Politica sebelumnya sudah pernah di tulis oleh Aristoteles, sehigga dengan begitu doktrin Trias Politica bukan merupakan ajaran yang baru bagi Montesquei.

                Menurut Locke Kekuasaan dibagi atas tiga, yaitu kekusaan legislatif, eksekutif, dan federatif, yang masing-masing terpisah satu sama lain. Kekuasaan legislatif ialah kekuasaan membuat peraturan dan undang-undang ; kekusaan eksekutif, ialah kekusaan melaksanakan undang-undang, dan di dalamnya termasuk mengadili, dan kekuasaan federatif ialah kekuasaan meliputi segala tindakan untuk menjaga keamanan negara dalam hubunganya dengan negara lain, seperti membuat aliansi dan sebagainya. Sementara Montequei, membagi kekuasaan pemerintahan dalam tiga cabang yaitu, legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Menurutnya, ketiga cabang ini haruslah terpisah satu sama lain, baik mengenai tugas (fungsi) maupun mengenai alat perlengkapan (organ) yang menyelenggarakanya. Menurut Montesquei, kekuasaan legislatif adalah kekusaan untuk membuat undang-undang, kekuasaan eksekutif meliputi,penyelenggaraan undang-undang (ini lebih kepada tindakan politik luar negri), dan kekuasaan yudikatif adalah kekuasaan mengadili atas pelanggaran undang-undang. Perbedaan di antara Locke dan Montequei adalah locke memasukan kekuasaan yudikatif ke dalam eksekutif, sedangkan Montesquei kekuasaan yudikatif adalah kekuasaan yang berdiri sendiri. Kemudian, kekuasaan hubungan luar negri yang disebut Locke sebagai kekusaan federatif, maka Montesquei memasukanya ke dalam kekuasaan eksekutif.

Di bawa ini penulis akan klasifikasikan Lembaga-Lembaga Negara berdasarkan Trias Politica sbb:
  • Lembaga Legislatif
Lembaga legislatif adalah lembaga yang memiliki kekuaan untuk membentuk undang-undang, setelah mengidentifikasi kewenangan lembaga-lembaga negara dalam UUD 1945 setelah empat kali di ubah, maka dapat disebut lembaga legislasi di indonesia adalah
  1. DewanPerwakilan Rakyat.
  2. Presiden

  • Lembaga Yudikatif
Lembagai kekuasaan kehakiman atau yudikatif adalh melakukan kintrol terhadap kekuasaan negara guna terjadinya proses intrumentasi yang menempatkan hukum menjadi bagian dari kekuasaan. Oleh karena itu, lembaga peradilan memeang peranan penting dalam menjaga agar jangan sampai terjadi penyalagunaan kekusaan.

Dalam lembaga peradilan ini haruslah memenuhi persyaratan tertentu di antaranya
  1. Adanya suatu aturan Hukum yang abstrak yang mengikat umum, yang dapat diterapkan pada suatu persoalan.
  2. Adanya suatu perselidihan hukum yang konkrit
  3. Ada sekurang-kurang 2 pihak
  4. Adanya suatu aparatur peradilan yang berwenang memutuskan peradilan.
Pwerwujudan kekuasaan kehakiman melekat pada mereka yang menjalankan kekuasaan kehakiman. Apakah kekusaan kehakiman itu merdeka atau tidak tergantung pada jaminan dan perlindungan atas kemerdekaan atas kebebasan hakim sebagai pelaksana kekuasaan kehakiman
  • Lemabaga Eksekutif
Lembaga ini dikenal sebagai lembaga pemerintahan yang di dalamnya dipegang oleh presiden, dapat dikatakan bahwa ia memiliki kewenangan yang sangat dominan dalam ketentuan undang-undang. Dominanya kewenangan presiden , misalnya terlihat pada mekanisme pembuatan UU dan Perpu yang menunjukan bahwa kekuasaan presiden masi mendominasi cabang-cabang kekusaan lain. Begitu pula persiden memiliki kewenangan untuk menolak RUU dari DPR, apabila presiden mengusulkan RUU dan DPR menolaknya, Presiden mempunyai instrumen Perpu. Perpu inilah yang dijalankan Oleh Presiden.
  
Struktur hubungan Trias Politica
 
                Konsitusi bagi negara Demokrasi, seperti negara indonesia merupakan sebuah keniscayaan. Selain untuk menjamin hak asasi manusia dan warga negara. Konsitusi juga merupakan istrumen untuk membatasi kekusaan dari para “penguasa”. Jika kita mengikuti konsep Trias Politica, maka kekusaan yang terdapat pada sebuah negara meliputi kekuasaan eksekutif, legislatif dan yudikatif, ketiga kekuasaan tersebut tentunya tidak boleh saling mendominasi antara satu dengan yang lainya. Pemisahan kekuasaan ini bukanlah “keterpisahan” fungsional  tetapi lebih pada independensi antar lembaga untuk menjalankan kewenanganya...


Salam Demokrasi