Fandi Editing (Kantor Bupati Mamasa) |
Perenungan
Pada kesempatan
ini kita sebagai putra putri daerah Mamasa harus bersyukur kepada Tuhan karena
daerah kita Mamasa tetap berdiri kokoh sekalipun masi jauh dari harapan kita
sesunggunya. Tahun 2002 silam daerah kita resmi berdiri menjadi sebuah Kabupaten
sendiri setelah keluar dari induk Kabupaten yang dulunya di singkat Pol-Mas
(Polewali Mamasa), lantas apa yang kita sudah buat untuk daerah kita ini? Tidak semua orang Mamasa bisa menjawab
pertanyaan ini oleh karena mungkin belum menorehkan sebuah perestasi untuk
Mamasa. Namun mari kita satukan prinsip bahwa dengan menjaga nilai-nilai
budaya, membangkitkan semangat kelokalan, dan menumbuhkan mimpi-mimpi besar
untuk Kabupaten Mamasa sebetulnya kita sudah memberikan sebagian diri kita kepada daerah kita ini.
Kini kembali lagi rakyat memasa
memperingati sebuah moment yang sangat berharga di mana Mamasa pertama kali di
lekatkan sebuah identitas yaitu menjadi Kabupaten. Semangat yang tumbuh dari
semua kalangan benar-bennar pecah di saat moment itu tiba, tak terlihat dari
mereka bahwa kita masi banyak tanggung jawab yang belum kita selesaikan, tampak
kita larut dalam kecerian dengan moment yang luar biasa itu. Satu kata yang
terlintas dalam pikiran saya “Semangat kita masi terus berkobar” lantas apa
yang terlintas dalam pikiran mereka yang nota bene sebagai pengambil keputusan?
Saya juga mengharapkan mereka masi membangun misi-misi yang mulia untuk
kabupaten ini. Dengan sampainya Kabupaten mamasa di umur 13 tahun seyogyanya
kita telah berbangga dengan kreasi putra-putrinya yang diberi mandat oleh
rakyatnya namun kenyataan berbicara lain fakta tetap fakta, sekian lamanya waktu
yang kita lalui justru sajian yang kita dapatkan adalah keluhan dari kita
sendiri lantas siapa yang salah? Tidak ada yang perlu disalahkan yang perlu di
benahi adalah apakah kita sudah membangun “Kesadaran” tentang memilih siapa
yang terbaik di antara banyak orang yang pintar.
Tanggung Jawab
Masalah
yang paling krusial yang dihadapi Mamasa
hingga hari ini adalah boborkonya infrastruktur jalan. Dari pra kabupaten dan
pasca Kabupaten rakyat kita belum pernah menikmati jalan mulus seperti yang
telah dirasakan daerah lain di negri ini. Lelah bagi rakyat Mamasa untuk terus
menerus memohon kepada mereka yang di percaya agar jalan ini bisa di benahi. Namun
apa artinya jeritan itu nampaknya tak mengunggah niat mereka yang di angkat menjadi pemimpin. Tapi tak usah
berkecil hati kita tetap percaya bahwa tak ada orang yang ingin rumahnya di
musnahkan, tapi mungkin mereka harus di beri tahu bahwa kita masi punya anak
cucu, kita di bawahi system yang besar maka apakah terlalu penting jika kita
selalu bermain janggal dalam system. Semua orang percaya bahwa tidak ada system yang
benar-benar sempurna, tapi yang terpenting adalah apakah kita sudah bertanggung
jawab terhadap orang-orang yang sudah memberi kepercayaan.
Bapak ibu dan kauwla muda mari
kita membangun tekad bahwa ulang tahun Mamasa jangan hanya dimaknai sebagai
seremonial semata. Peringatan hari ulang tahun ini hanya sebatas peryaan tampa
makna, peringatan di mana anak-anak hingga dewasa hanya terlarut dalam
lomba-lomba tahunan. Bukan hal tersebut
yang menjadi bukti bahwa kita sudah
matang sebagai sebuah kabupaten. Tugas dan tanggung jawab daerah Mamasa sangatlah besar. Apabila dahulu pendiri
bangsa ini harus berjuang menumpahkan darah. Namun saat ini tugas tersebut
telah beralih dalam bentuk menumpahkan segala ide, gagasan, pemikiran yang
brilian untuk mengisi kekosangan yang menjadikan rakyat kita sulit keluar dari
kemelut suatu masalah.
Angkat Pemimpin yang Punya Spiritualitas
Kemungkinan ada yang bertanya
apa sih spritualitas itu? Orang yang memimpin secara sungguh-sungguh dengan
meletakan nilai-nilai budaya dan juga nilai-nilai hukum sebagai prisip utama
dalam mempin. Spiritualitas tidak terlepas juga dari unsur cinta terhadap ruang yang dipimpin. Sebuah teori
yang di sampaikan bapak dari bangsa India “Mahatma Ghandi” pelopor Kemerdekaan
dan filsofi politik serta anti kekerasan, dalam teorinya mengatakan bahwa dalam
dunia perpolitikan pemimpin harus berpolitik dengan punya prinsip moralitas. Jika
orang berpolitik tampa prinsip bagi Ghandi itu adalah salah satu dosa social seperti
yang di sampaikan lewat teorinya yaitu 7 dosa social. Dalam teori Ghandi mengingatkan
kita tentang prinsip yang hakikat dalam proses membangun suatu bangsa teori itu
di kenal dengan 7 dosa social, yang pertama adalah science without (Pengetahuan tampa kemanusiaan) yang kedua worship without sacrifice (kebaktian
tampa pengorbanan), ketiga commerce
without morality (perdagangan tampa moralitas) keempat education without character (pendidikan tampa karakter) kelima wealth without work (kekayaan tampa
kerja) keenam pleasure without
consciousness (kesanangan tampa kesadaran) ketuju politics without principal (politik tampa
prinsip). Pemikiran dari Mahatma Ghandi sangat relevan untuk menkaji ulang
tentang model kepemimpinan yang di bangun pemangku jabatan yang ada di Mamasa
di mana sangat Nampak mereka mempin lepas dari tanggung jawab, seolah
tidakmembangkitkan kesadaranya dalam memimpin. Loyalitas atas kekuasaan
menjadikan mereka menjadi lupa daratan. Lantas apa yang kita hendak buat jika
pemimpin demikian, apakah kita berpikir revolusi untuk menumbangkan saya rasa
ini bukan langkah yang bijak, bagi penulis kekuasaan selalu punya ujung
kendali, oleh karenanya ketika mereka yang sedang berkuasa tidak lagi mempu
memegang kendali dengan sendirnya, maka biarkan saja dan mari kita berpikir
kedepan untk memilih mereka-mereka yang terbaik dan belajar dari pemimpin
lawas.
“SELAMAT
ULANG TAHUN YANG KE 13 KABUPATEN MAMASA TUHAN MEMBERKATI SELURUH RAKYATMAMASA”
No comments:
Post a Comment