Sumber Kompasiana |
Salatiga
adalah sebuah kota kecil yang berada di Jawa Tengah atau yang juga dikenal
sebagai kota taman sari masyarakat lokalnya yang santun ramah menjadikan kota
ini menjadi kota yang aman nyaman, bagi orang-orang yang bekunjung ke salatiga
menetap sekalipun di kota ini saya bolehdi bilang anda akan melihat minatur
layaknya daerah anda sendiri. Terbukti
orang yang dari luar kota salatiga bahkan orang luar jawa sekalipun banyak yang
sudah berpuluh-puluh tahun menetap di kota kecil ini bahkan menghabiskan usianya di kota ini.
iklim kota salatiga yang sejuk yang hijau menambah sensasi tersendiri bagi
orang yang tinggal di kota ini, pemandangan yang indah itu bisa dinikmati
setiap saat bersama keluarga bersama teman-teman, aset alam yang berdiri tegak
yang dikenal sebgai gunung merbabu benar-benar menyajikan salatiga sebagai kota
yang nyaman untuk bersantai, keindahan gunung merbabu sangat Nampak di saat
pagi hari dan sore hari anda berdiri atau lagi menikmati jalan-jalan di sekitar bundaran kota salatiga di sana
anda akan menumukan keindahan yang gratis saat mengarahkan pandangan kearah
merbabu.
Penulis sendiri yang asli toraja
adalah seorang pengagum kota ini di samping masyarakat dan keindahan alamnya
yang sangat menarik dan mengagumkan, kota ini juga di kenal sebgai kota
Indonesia Mini dengan kehadiran beberapa kampus sala satunya kampus swasta
terbesar di salatiga yaitu Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) yang juga dikenal sebagai kampus terkemuka di
Indonesia pada tahun 80an mahasiswanya sangat dikenal kekritisanya di era Orba,
kehadiran UKSW dan kampus lainya menjadikan kota ini Nampak sebagai miniature
Indonesia, anda tak harus lagi datang ke papua, untuk bisa melihat gaya hidup
orang papua, atau datang di sulawesi melihat gaya hidup orang Sulawesi, atau
Sumatera, Ambon cukup anda di salatiga anda akan melihat keragaman etnis di
sana. Etnis yang beragam hidup berdampingan dengan penduduk local menjadikan
kota ini benar-benar kaya akan keunikan dan keindahan. Di tambah lagi setiap
tahun UKSW bekerja sama dengan pemerintah daerah kota salatiga selalu
mengadakan Vestival budaya yang dikenal “Ekspo Budaya” di mana dalam acara ini
menyajikan ragam jenis kebudayaan dari masang-masing etnis, seperti tari-tarian
lagu daerah bahkan kuliner wow pokonya luar biasa, beberapa hal inilah yang
menurut penulis sebgai kekuatan yang dimiliki kota kecil yang penuh sensasi
ini, Selain hal di atas kota salatiga juga sangat dekat dengan tiga kota besar
yaitu Jogjakarta Solo Semarang (Joglosemar) menjadikan kota ini sangat-sangat
strategis, untuk dijadikan sebagai tempat jalan-jalan.
Salatiga juga terdapat beberapa
makanan khas yang harganya cukup terjangkaulah tapi rasanya nikmat dan gurih,
pertama kali saya datang di kota yang sejuk ini saya ditawarkan oleh teman
makanan khasnya salatiga adalah Ronde makanan yang terbuat dari beras ketan
yang di dalamnya di isi pemanis lalu di bikin menyerupai telur dan kemudian
diberi kuah yang dicampur jahe serta kolang kaling dan kacang menambah
nikmatnya makanan ini wahhh temna-teman jika jalan-jalan ke salatiga jangan
lewatkan salah satu makanan ini, nyesal nanti jika hanya mendengarkan
pengalaman orang yang sudah pernah mencicipinya hehe tidak hanya ronde beberapa
makanan lainya seperti getuk gula kcang dan masi banyak lagi.
Sejarah Kota Salatiga
Prasasti Plumpungan, cikal bakal lahirnya
Salatiga, tertulis dalam batu besar berjenis andesit berukuran panjang 170cm,
lebar 160cm dengan garis lingkar 5 meter yang selanjutnya disebut Prasasti
Plumpungan. Berdasar prasasti di Dukuh Plumpungan, Desa Kauman
Kidul, Kecamatan Sidorejo, maka Salatiga sudah ada sejak tahun 750 Masehi, pada
waktu itu Salatiga merupakan perdikan. Perdikan artinya suatu daerah dalam
wilayah kerajaan tertentu. Daerah ini dibebaskan dari segala kewajiban pajak
atau upeti karena daerah tersebut memiliki kekhususan tertentu, daerah tersebut
harus digunakan sesuai dengan kekhususan yang dimiliki. Wilayah perdikan
diberikan oleh Raja Bhanu meliputi Salatiga dan sekitarnya.
Menurut
sejarahnya, di dalam Prasasti Plumpungan berisi ketetapan hukum, yaitu suatu
ketetapan status tanah perdikan atau swantantra bagi Desa Hampra. Pada
zamannya, penetapan ketentuan Prasasti Plumpungan ini merupakan peristiwa yang
sangat penting, khususnya bagi masyarakat di daerah Hampra. Penetapan prasasti merupakan titik tolak berdirinya
daerah Hampra secara resmi sebagai daerah perdikan atau swantantra. Desa Hampra
tempat prasasti itu berada, kini masuk wilayah administrasi Kota Salatiga.
Dengan demikian daerah Hampra yang diberi status sebagai daerah perdikan yang
bebas pajak pada zaman pembuatan prasasti itu adalah daerah Salatiga sekarang
ini. Konon, para pakar telah memastikan bahwa penulisan Prasasti Plumpungan
dilakukan oleh seorang citralekha
(penulis) disertai para pendeta (resi). Raja Bhanu yang disebut-sebut
dalam prasasti tersebut adalah seorang raja besar pada zamannya yang banyak
memperhatikan nasib rakyatnya. Isi Prasasti Plumpungan ditulis dalam Bahasa
Jawa Kuno dan bahasa Sanskerta.
Tulisannya ditatah dalam petak persegi empat bergaris ganda yang menjorok ke
dalam dan keluar pada setiap sudutnya.Dengan demikian, pemberian tanah perdikan
merupakan peristiwa yang sangat istimewa dan langka, karena hanya diberikan
kepada desa-desa yang benar-benar berjasa kepada raja. Untuk mengabadikan
peristiwa itu maka raja menulis dalam Prasasti Plumpungan Srir Astu Swasti
Prajabhyah, yang artinya: "Semoga Bahagia, Selamatlah Rakyat
Sekalian". Ditulis pada hari Jumat, tanggal 24 Juli tahun 750 Masehi
(sumber http://id.wikipedia.org/wiki/Kota_Salatiga)