Saturday, 24 November 2012

ANDAIKAN ALAM BISA BERBICARA





Alam sebgai tempat kita memulai karir untuk hidup, di mana kita dibesarkan dengan segala yang ada, isi-isinya menjadi aset yang bebas untuk dinikmati manusia, termasuk tempat yang kita gunakan sebagai hunian. Alam punya kelebihan yang tak kalah menarik dengan ciptaan manusia yg dikelolah dengan kebudayaan-kebudayaan peradaban manusia. sebagai mahluk yang berdiam di dalam tubuh alam, dan juga sebgai mahluk yang berpikir tentunya kita sadar tentang apa yang dibutuhkan oleh alam, agar semua isinya menjadi bermanfaat bagi kehidupan peradaban manusia, alam tak memikirkan manusia, alam hadir sebgai kesatuan yang pasti dan konstan bagi sendi kehidupan manusia. penguasa di atas alam juga adalah manusia. namun kekuasaan manusia di atas alam tak dapat dimaknai sebgai alasan untuk menjadi egois pragmatis dalam menikmati keberadaan alam. Alam sangat membutuhkan peran manusia untuk tetap dilestarikan, alam menjadi sahabat yang juga sebagai pemberi tampa pamrih jika ia dikelolah dengan baik.  Namun jika manusia memoerlakukan alam denga mengksploitasi dan tak bertanggung jawab atas kelestarianya maka alam akan menjadi ancaman besar bagi kehidupan manusia dan juga mahkluk-mahkluk lainya yang berdiam di dalamnya.

                Memperhatikan keadaan alam sesungguhnya bukan Pekerjaan besar bagi manusia, sangatlah mudah untuk menjadikan alam untuk tetap nyaman untuk di huni, cukup dengan kekuatan kesadaran tetang pentingnya hidup sehat, tentram damai. Kesadaran tetang melestarikan alam harus di mulai dari prinsip tanggung jawab pribadi, karena alam adalah semua manusia berhak menjadikan miliknya, bukan soal perseorangan. Belajar dari kegagalan-kegagalan sekolompok manusia yang mengabaikan perhatinya terhadap kelestarian alam sungguh mengerihkan resiko yang dimunculkan alam jika ia kehilangan keseimbangan hidup. Media informasi yang digagas manusia menjadi saran untuk membicarakan bencana alam, ada banyak kejadian-kejadian yang di munculkan alam akibat tidak terjaganya kondisi alam yang stabil, di Indonesia tercatat bencana alam besar yang melanda bangsa ini, di antaranya, 23 Februari 2010 di Tenjolaya tanah longsor yang menelan korban jiwa 45 orang di nyatakan meninggal, banjir Wasior di papua akibat kerusakan hutan yang menelan korban jiwa sebnyak 110 jiwa, peristiwa tanah longsor di sumatera, di Sulawesi yang menelan koraban jiwa yang begitu banyak. Tak cukup kita merenung, tak cukup kita menyesal. Mulailah sadar bahwa itu penting di tangani oleh usaha kita tetang menjadikan alam sebgai sahabat yang perlu di jaga
.
                Aku semakin prihatin dan tertarik untuk kembali berbicara lewat tulisan  saat mendegar berita bahwa 2 hari yang lalu  daerah saya Sumarorong tepatnya Kabaniran Kab. Mamasa di landa banjir yang disertai longsor, yang menelan korban jiwa kurang lebih 20 orang 11 orang dinyatakan meninggal dunia dan lainya dalm kondisi kritis. Dalam asumsi saya bahwa tak cukup jika kita hanya berpegang pada keyakinan bahwa ini kehendak yang Maha Kuasa, memang semua orang mungkin mengerti tentang keyakinan itu, namu juga harus kita sadari bahwa ada anugerah terbesar yang dikaruniakan oleh-Nya, yaitu pikiran (Akal/Budi) inilah yang sesungguhnya harus kita pertanggung jawabkan kepada sang Pencipta terkait lakon hidup yang kita praktekkan semasa hidup. Bukan dengan mudah kita melepas kalimat bahwa ini adalah “cobaan”, perlu evaluasi atas jejak yang kita lalui semasa berpijak di atas alam.

Paradigma Antroposentrisme benarkah ini salah satu pemicunya,
antroposentrisme, adalah paham yang beranggapan bahwa pusat atau sentral alam adalah manusia, atau sederhanaya kita katakan manusia yang berkuasa di atas alam. Banya yang berasumsi bahwa pola pikir ini yang kemudian menjadi stimulus bagi banyak orang untuk mengeksploitasi alam dengan semenah-menah. Namun bagi saya mungkin itu salah satunya di antara banyak factor, namun saya lebih melihat fenomena ini atas kurang terdidiknya manusia tentang pemahaman tentang alam itu sendiri. Banyak manusia menjadikan alam sebagai objeknya untuk menutupi kekurangan hidupnya dalam hal ini adalah kesiapan bertahan hidup. Akhirnya dengan seenaknya mereka menjadiknya sebagai barang yang siap pakai dan tak berpikir tentang mengembangkan bagaimana agar barang ini tetap bisa menyediakan kebutuhan di masa mendatang. Akhrinya dari generasi ke genarasi semakin terpuruk karena keadaan alam pun semakin kronis, orang kepanasan, orang kekeringan, kelaparan, gisi buruk, smeua ini adalah implikasi atas matinya sumber daya yang bermuara dari alam, kerusakan alam tak hanya berimplikasi pada bencan alam, namun juga pada aspek social adalah salah satu menifestasi dari ke ganasan alam yang tidak lagi seimbang oelh karena ulah manusia.
               

Thursday, 8 November 2012

Perempuan Merokok adalah Perempuan "Nakal" !!! Benarkah?



Kemarin hari rabu lagi asik-asiknya duduk dengan teman-teman di kafe kampus sambil menikmati kopi di temani rokok, yah karena ini memang sudah menjadi kebiasaan saya, hari-hari saya di kampus memang pasti saya luangkan untuk ke kafe kampus, di kafe ini mungkin perlu saya akui bahwa pengetahuan saya banyak terbentuk di sana, jika kami duduk bersama teman-teman pasti tetap di warnai dengan diskusi ntah itu diskusi materi kuliah atau hal lain yang penting ada bahan cerita yang sedikit bermutulah. Eemm saat itu kira-kira sekitar 10 menit saya duduk tiba-tiba datanglah  3 orang teman cewek, mereka lalu mengambil kursi lalu duduk bersama-sama dengan saya dan teman lain mereka pun ikut ngobrol dengan kami, tiba-tiba teman cewek ini liat seorang cewek yang merokok di seblah tempat kami duduk,lalu kemudian teman saya ini komentar ihhh kok di kampus ini perempuan semakin banyak yah yang ngerokok, emmm tapi kelihatan kren juga sih yah kalau cewek ngerokok  hehe,lalu kemudian teman cewek yang satu tiba-tiba bertanya ke saya kak, salah nda kalau wanita merokok,,? emm dengan spontan aku bilang dengan sedikit iseng, “ohhh tentu tidak hal itu baik apalagi ceweknya duduk sama saya lalu dia beli rokok lalu kita rokok sama-sama hehe” lalu dia bilang isst aku serius, emm lalu aku jawab dengan serius, emm bagi saya sih ini nda asing bagi saya wanita merokok itu sah-sah saja, Cuma justru yang menjadi pertanyaan saya dalm konteks ini adalah wanita-wanita merokok yang banyak saya jumpai adalah di dalam kampus, namun di luar orang yang sama saya liat di kampus ketika di luar dia tidak merokok, ini sesuatu yang perlu di pertanyakan bagi saya. Tapi jika saya liat dalam perspektif umum, bahwa kehadiran wanita-wanita mudah yang merokok, di tempat umum, aku justru menganggapnya ini bagian dari emansipasi perempuan yah mungkin saja keliru tapi itu menurut asumsi saya.
                Bahwa perempuan akhirnya membangun pandangan sendiri bahwa kenapa rokok menjadi Nampak sebagai hal yang hanya dubutuhkan kaum pria, dengan  mungkin bersandar pada pandangan tersebut, akhirnya beberapa wanita mengawali dengan mencoba mengissap rokok, akhirnya akktivitas ini menjadi terbiasa. Berawal dari satu dua orang dalam misalkan komunitas akhirnya merambah ke teman-teman yang lain, yah mungkin saja di antara mereka banyak yang hanya ikut-ikutan dengan kawanya tapi ini nda menjadi soal, intinya adalah apa yang menjadi dasar mereka itu yang perlu. Dalam budaya Indonesia, jika permpuan tua merokok itu hal yang biasa, namun anak remaja yang merokok, banyak budaya yg ada di bangsa ini menganggap hal yang kurang etis. Ada banyak persepsi tentang wanita merokok, ada yang bilang wanita merokok adalah wanita yang nakal, wanita penghuni di tempat-tempat hiburan malam. Namun di saat ini pandangan tersebut nampaknya sudah di anggap sebgai pandangan keliru, bagi banyak orang apa lagi kaum wanita yang merokok pastinya mereka tidak terimah dengan pandangan demikian. Teman saya ada banyak yang merokok, sering juga saya bertanya pada mereka, kenapa kalian merokok, justru dia nanya balik kamau juga  kenapa merokok, pertanyaan ini ketika di tanggap demikian memang membuktikan bahwa ini soal kesetaraan bahwa apakah hanya kaum pria yang tepat untuk menikmati rokok, di antara mereka juga ada yang bilang yah senang saja kalau isap rokok, ada banyak pandangan tentang wanita merokok.
                Saya kemudia berpikir mengapa hal ini nampak menjadi sebuah bahan diskusi yang menarik, aku mencoba membawa dalm perspektif budaya, bahwa di banyak masyarakat kita menganggap hal ini tidak pantas bagi kaum wanita untuk merokok, karena dalam komunitas-komunitas masyarakat sebelumnya wanita merokok sangat jarang kecuali perempuan yang sudah tua, memang ini tidak lazim namun kalau permpuan yang sudah tua. Jika wanita mudah ini yang menjadikan persepsi akan beragam. Dalam asumsi banyak orang bahwa wanita-wanita yang ada di Bar, CafĂ© Malam, Pengunjung hotel, yang kelihatan banyak wanita merokok, jadi kondisi inilah yang membawa paradigma berpikir masyarakt yang mengatakan bahwa jika ada wanita mudah yang merokok di tempat umum, itu artinya dia wanita yang tidak baik.
                Namun kita juga harus terimah dengan kebiasaan yang telah membumi, terkait dengan paradigma berpikir tersebut, mental free tidak bisa dipaksakan untuk berbaur degan kebiasaan kita, mungkin jika kita bicara dalam konteks terkait dengan kebebasan yah hal ini sah-sah saja, dalam peraturan juga tak di batasi kaum hawa untuk merokok, namun ada tata nilai yang tidak tertulis yang disebut kebiasaan yang terkonsep bagi masyarakat yang etis dan yang tidak. Anggapan ini memang Nampak sudah menjadi norma. Apapun alasanya kaum perempuan jika ia merokok dan membantah paradigma bahwa jika wanita remaja merokok, maka dia adalah wanita tidak “baik”, wanita “nakal”, hal ini tak dapat di sangkal dengan berpegang pada prinsip pribadi, jika tidak mau tau yah itu mungkin cara untuk tetap membela diri.
                Di daerah perkotaan kebebasan berekspresi  mungkin aku bilang adalah priorita kaula mudah saat ini, kaki di kepala, kepala di kaki mungkin juga tak lagi aneh. Dalam amatan saya memang wanita-wanita mudah di perkotaanlah yang memang paling banyak merokok, mereka masi duduk di SMA mereka sudah mencoba barang tersebut, apalagi anak mahasiswi, ini bukan lagi hal yang asing melainkan hal yang biasa-biasa saja, diperkotaan mungkin sesama anak mudah akan di pandang sebagai bagian dari gaya hidup, namun di kalangan orang tua ini tetap saja di anggap sebgai hal yang tidak baik. Bahkan saya masi ingat salah seorang vokalis dari Band Liyla, mengatakan aku menganggap wanita merokok itu Nampak kayak “kodratya telah hilang”, aku tidak terlalu mengerti maksudnya namun ini bisa kita katakana bahwa dia kontra terhadap hal tersebut, sekali lagi saya bilang wanita merokok tidak masalah, namun wanita saat mereka merokok harus siap menerima paradigma berpikir masyarakt. Saya pribadi pun tidak senang melihat wanita merokok, karena memang dalam kesan hidup saya bahwa wanita merokok itu memang pertama kali saya  liat di tempat-tempat hiburan malam, lalu wanita-wanita yang tidak terdidik, wanita-wanita di jalanan, mungkin dalam hati pikiran mereka juga tidak ingin demikian namun karena factor lain yang memaksa untuk masuk di lingkaran tersebut, meskipun sekarang banyak alasan yang berusaha untuk menanggapi untuk bisa menjadi hal positif.

Monday, 13 August 2012

MENGHARGAI KEYAKINAN ORANG LAIN, ITU ADALAH AMAL




Hanya karena terlibat diskusi yang tak harus aku lakukan  tapi itu aku memaknainya sebagai kekeliruan maka aku tak ingin membiarkan saudaraku larut dalam kekeliruan yang sadar maka dari itu aku menitipkan pesan melalui mulut besarku, maka bacalah bibir saya

Indahnya Perbedaan

Mungkin saat ini tak ada manusia yang tidak berkeyakinan, saya memastikan itu,  keyakinan dalam hal ini yang saya maksudkan adalah keyakinan religius, Indonesia pun telah melegitimasi secara nasional 6 agama yang di akui, yaitu Islam, Kristen, Budha, Hindu, Kongfuchu. Hal ini saya bisa katakana bahwa tujuan utamanya dari kepercayaan tersebut adalah kepada Sang Pencipta, berbuat baik adalah kewajiabnya. Cuma dalam penafsiran tentang eksistensi manusia, baik itu dari proses penciptaan, dunia kahirat, pandangan hidup itu berbeda, tapi semuanya di wakili satu kata yang bijak yaitu tujuanya semua adalah “kebaikan”. Tapi pertanyaanya adalah mengapa konflik yang bernuasa agama acap kali terjadi di belahan dunia ini, termasuk di Indonesia satu teka teki tentang eksistensi Agama.
                   Mungkin menjelaskan hal ini bukanlah hal yang mudah, karena orang yang seiman saja masi saja sering berbeda pendapat, apa lagi berbeda keyakinan berbeda pendapat itu hal yang sudah pasti ada, tpi aku selalu meyakini satu hal bahwa memang manusia adalah mahkluk yang sangat tak terprediksi dan sangat kompleks untuk di pahami, dan bahkan tak akan pernah bisa di terukur apa batasanya tentang bangunan pemikiranya pada masing-masing individus ini suatu kewajaran, tapi di samping kerumitanya tapi sebanranya semua itu bisa di konsesnsuskan untuk bisa berdiri pada rel yang sama inilah komitmen. 

Kemarin saya sempat terlibat dengan diskusi panjang yang boleh dikatakan tak akan bisa ketemu benang merahnya karena kita bicara pada topic yang sama tapi kita berdiri pada keyakinan yg berbeda, tpi anehnya beberapa di antara kami mengunakan keyakinanya sebagai kekuatan untuk menjadikan kebenaran umum, yah orang pasti tidak terimah lah karena di dalamnya terdiri keyakian yang beragam, sementara ada yang menjadikan keyakinanya sebgai patokan kebenaran, yah orang bisa perang lah tapi aku selalu berusaha tidak menanggapinya dalam perspektif agama tapi dengan segala kesadaranku aku menggagasnya dalam rana yang berbasis ilmu tapi pada akhirnya kebenaran yang kita ingin cari tak ada yang ada adalah pembenaran yang di akui sebagai kebenaran. Tapi terlepas dari itu aku Cuma belajar satu hal dari diskusi itu bahwa memang kita selalu terjebak dengan tiga hal yaitu “Benar, pembenaran, dan Kebenaran”, sering kali kita menjadikan pembenaran menjadi kebenaran, dan benar menjadi pembenaran, inilah yang selalu menjadi pemicu saat orang sedang bicara keyakinan. Mereka terlalu euphoria dengan keyakinya saat berbicara akhirnya mereka tak lagi sadar saat ia berdiri pada iklim yang berbeda.

                   Prinsip yang medasar bagi umat adalah keyakinan/iman tak di batasi oleh ruang dan waktu, tapi ingat satu hal bahwa mengkomunikasikanya harus kita mengunakan pendekatan umum, itu mengapa? karena jika kita menjelaskan secara totalitas tentang keyakinan kita mengunakan cirri khas keyakinan kita secara pribadi, serta ajaran kita sekalipun maka jangan salahkan orang jika ia menanggapimu dengan keras, karena mereka akan merasa bahwa keyakinanya tidak di selaraskan dengan keyakinamu, dan kemungkinan ia akan bilang ini doktrin agamawan jiak totalitas keyakinan dalam hal ini agama kita jelaskan kepada seiman kita nah ini jauh lebih bagus, itu tidak soal. Kembali pada diri masing-masing bahwa keyakinan adalah mutlak adanya kebenaranya dalam diri manusia, nyata adanya, tapi tidak bisa di general bahwa mutlak secara pribadi menurut kita, itu juga mutlak bagi orang lain, maka caranya adalah pakailah bahasa umum untuk menjelaskan kebaikan kepada mereka, di sinilah fungsi bahasa yang beretika di gunakan. Beragama sesungguhnya tak sekedar di yakini secara pribadi tapi juga di junjung tinggi tentang keselamatn bagi manusia-manusia lainya, karena bicara keyakinan berarti kita membicarakan hak yang paling asasi.

                   Terlepas dari etika bahasa, aku kemudia mengingat kembali tentang karya terbesar yang di anugerahkan Sang Mahakarya adalah “Akal budi”, aku bangga dan mau bilang inilah sesungguhnya CPU manusia, di dalmnya terdapat sofwere tentang aplikasi-aplikasi yang akan di tampakkan manusia dalam hidup, baik buruk itu ada di dalamnya, pertanyaanya adalah apakah semuanya akan di gunakan? Jawabanya tentu ia kabaikan akan menutupi keburukanmu maka selalulah menekankan kebaikan selagi anda masi bisa menyadari tentang hakikat hidup bahwa manusia akan berdosa jikalau melanggar kuasa Tuhan saat melakukan keburukan-keburukkan di dunia, ini jelas batasanya maka mengapa kita enggan melakukan kebaikan.

                   Saya sebagai bagian dari kuasa yang transenden itu tak mampu melakukan semua tuntutan hidup, tapi paling tidak aku sadar apa yang saya lakukan, ini yang paling penting juga kita lakukan. Sadar tentang komunikasi yang kita bangun dengan sesama umat yang berbeda agama itu sangat di butuhkan, sadar akan perbedaan itu akan menciptakan keindahan karena mereka terdiri dari corak yang berbeda-beda tapi saling mamahami, indah rasanya jika semunya kita sadar tentang hal ini. Maka konflik agama pun akan sirnah di muka bumi. Tapi ini nampaknya mustahil. Tapi inginya saya adalah paling tidak kita tidak menjadikan agama sebagai alat dominasi dengan mengorbankan isi-isi di dalamnya sebagai umpan untuk meyakinakan kepada orang lain bahwa akulah kebenaran. Kebenaran akan datang sendiri jika anda melakukanya dengan nurani yang adil tampa mengurangi kehormatan orang lain bukan kah ini yang kita impikan sesungguhnya’’? 

Peace
                   Maka dari itu melalu catatan singkat ini aku hanya ingin kita semua menciptakan kesadaran yang rasional bahwa kita bukanlah kebenaran melainkan pelaku kebenaran mungkin ini lah sedikit kalimat filsafat yang aku bisa petik. Bahwa kebenaran hanya ada pada diri kita sendiri dan kitalah yang memberinya makna. Soal itu di terimah oleh orang lain itu bukan kebenaran tapi itulah kesepakatan bahasa. Kita hanya bisa membuat benar sesuatu di depan umum, bukan kebenaran, ingin tau apa itu kebenaran? dia adalah kepercayaan itu sendiri. Maka jika ada orang bilang bahwa kebenaran itu ada di mana mungkin ia sedang di tipu dengan keyakinanya. Kalau Descartes (filsuf farancis) bilang hati hati dengan panca inderamu karena itu bisa menipumu, aku juga mau mengutip pernyataan kawan saya “hati-hati dengan keyakinamu karena itu bisa saja menipumu” (Ones HIhika, mahasiswa UKSW), dan aku juga mau bilang bahwa saat susatu yang di yakini sebagai kebenaran umum, dan ada orang yang menyangkalnya sebagai sesuatu yang di pertanyakan maka mari kita telusuri apakah benar itu kebenaran ataukah itu kesepakat bahasa.
                  
                   Berpijak pada bumi yang sama bicara pada keyakina yang berbeda tapi hidup dan mati tetap menghampiri kita semua, ini adalah sebuah ke agungan sang pencipta bahwa saaatnya kalian sadar bahwa sesungguhnya kita semua sama

Sunday, 12 August 2012



Hanya karena terlibat diskusi yang tak harus aku lakukan  tapi itu aku memaknainya sebagai kekeliruan maka aku tak ingin membiarkan saudaraku larut dalam kekeliruan yang sadar maka dari itu aku menitipkan pesan melalui mulut besarku, maka bacalah bibir saya
Mungkin saat ini tak ada manusia yang tidak berkeyakinan, saya memastikan itu,  keyakinan dalam hal ini yang saya maksudkan adalah keyakinan religius, Indonesia pun telah melegitimasi secara nasional 6 agama yang di akui, yaitu Islam, Kristen, Budha, Hindu, Kongfuchu. Hal ini saya bisa katakana bahwa tujuan utamanya dari kepercayaan tersebut adalah kepada Sang Pencipta, berbuat baik adalah kewajiabnya. Cuma dalam penafsiran tentang eksistensi manusia, baik itu dari proses penciptaan, dunia kahirat, pandangan hidup itu berbeda, tapi semuanya di wakili satu kata yang bijak yaitu tujuanya semua adalah “kebaikan”. Tapi pertanyaanya adalah mengapa konflik yang bernuasa agama acap kali terjadi di belahan dunia ini, termasuk di Indonesia satu teka teki tentang eksistensi Agama.
                   Mungkin menjelaskan hal ini bukanlah hal yang mudah, karena orang yang seiman saja masi saja sering berbeda pendapat, apa lagi berbeda keyakinan berbeda pendapat itu hal yang sudah pasti ada, tpi aku selalu meyakini satu hal bahwa memang manusia adalah mahkluk yang sangat tak terprediksi dan sangat kompleks untuk di pahami, dan bahkan tak akan pernah bisa di terukur apa batasanya tentang bangunan pemikiranya pada masing-masing individus ini suatu kewajaran, tapi di samping kerumitanya tapi sebanranya semua itu bisa di konsesnsuskan untuk bisa berdiri pada rel yang sama inilah komitmen.
Kemarin saya sempat terlibat dengan diskusi panjang yang boleh dikatakan tak akan bisa ketemu benang merahnya karena kita bicara pada topic yang sama tapi kita berdiri pada keyakinan yg berbeda, tpi anehnya beberapa di antara kami mengunakan keyakinanya sebagai kekuatan untuk menjadikan kebenaran umum, yah orang pasti tidak terimah lah karena di dalamnya terdiri keyakian yang beragam, sementara ada yang menjadikan keyakinanya sebgai patokan kebenaran, yah orang bisa perang lah tapi aku selalu berusaha tidak menanggapinya dalam perspektif agama tapi dengan segala kesadaranku aku menggagasnya dalam rana yang berbasis ilmu tapi pada akhirnya kebenaran yang kita ingin cari tak ada yang ada adalah pembenaran yang di akui sebagai kebenaran. Tapi terlepas dari itu aku Cuma belajar satu hal dari diskusi itu bahwa memang kita selalu terjebak dengan tiga hal yaitu “Benar, pembenaran, dan Kebenaran”, sering kali kita menjadikan pembenaran menjadi kebenaran, dan benar menjadi pembenaran, inilah yang selalu menjadi pemicu saat orang sedang bicara keyakinan. Mereka terlalu euphoria dengan keyakinya saat berbicara akhirnya mereka tak lagi sadar saat ia berdiri pada iklim yang berbeda.
                   Prinsip yang medasar bagi umat adalah keyakinan/iman tak di batasi oleh ruang dan waktu, tapi ingat satu hal bahwa mengkomunikasikanya harus kita mengunakan pendekatan umum, itu mengapa? karena jika kita menjelaskan secara totalitas tentang keyakinan kita mengunakan cirri khas keyakinan kita secara pribadi, serta ajaran kita sekalipun maka jangan salahkan orang jika ia menanggapimu dengan keras, karena mereka akan merasa bahwa keyakinanya tidak di selaraskan dengan keyakinamu, dan kemungkinan ia akan bilang ini doktrin agamawan jiak totalitas keyakinan dalam hal ini agama kita jelaskan kepada seiman kita nah ini jauh lebih bagus, itu tidak soal. Kembali pada diri masing-masing bahwa keyakinan adalah mutlak adanya kebenaranya dalam diri manusia, nyata adanya, tapi tidak bisa di general bahwa mutlak secara pribadi menurut kita, itu juga mutlak bagi orang lain, maka caranya adalah pakailah bahasa umum untuk menjelaskan kebaikan kepada mereka, di sinilah fungsi bahasa yang beretika di gunakan. Beragama sesungguhnya tak sekedar di yakini secara pribadi tapi juga di junjung tinggi tentang keselamatn bagi manusia-manusia lainya, karena bicara keyakinan berarti kita membicarakan hak yang paling asasi.
                   Terlepas dari etika bahasa, aku kemudia mengingat kembali tentang karya terbesar yang di anugerahkan Sang Mahakarya adalah “Akal budi”, aku bangga dan mau bilang inilah sesungguhnya CPU manusia, di dalmnya terdapat sofwere tentang aplikasi-aplikasi yang akan di tampakkan manusia dalam hidup, baik buruk itu ada di dalamnya, pertanyaanya adalah apakah semuanya akan di gunakan? Jawabanya tentu ia kabaikan akan menutupi keburukanmu maka selalulah menekankan kebaikan selagi anda masi bisa menyadari tentang hakikat hidup bahwa manusia akan berdosa jikalau melanggar kuasa Tuhan saat melakukan keburukan-keburukkan di dunia, ini jelas batasanya maka mengapa kita enggan melakukan kebaikan.
                   Saya sebagai bagian dari kuasa yang transenden itu tak mampu melakukan semua tuntutan hidup, tapi paling tidak aku sadar apa yang saya lakukan, ini yang paling penting juga kita lakukan. Sadar tentang komunikasi yang kita bangun dengan sesama umat yang berbeda agama itu sangat di butuhkan, sadar akan perbedaan itu akan menciptakan keindahan karena mereka terdiri dari corak yang berbeda-beda tapi saling mamahami, indah rasanya jika semunya kita sadar tentang hal ini. Maka konflik agama pun akan sirnah di muka bumi. Tapi ini nampaknya mustahil. Tapi inginya saya adalah paling tidak kita tidak menjadikan agama sebagai alat dominasi dengan mengorbankan isi-isi di dalamnya sebagai umpan untuk meyakinakan kepada orang lain bahwa akulah kebenaran. Kebenaran akan datang sendiri jika anda melakukanya dengan nurani yang adil tampa mengurangi kehormatan orang lain bukan kah ini yang kita impikan sesungguhnya’’?
                   Maka dari itu melalu catatan singkat ini aku hanya ingin kita semua menciptakan kesadaran yang rasional bahwa kita bukanlah kebenaran melainkan pelaku kebenaran mungkin ini lah sedikit kalimat filsafat yang aku bisa petik. Bahwa kebenaran hanya ada pada diri kita sendiri dan kitalah yang memberinya makna. Soal itu di terimah oleh orang lain itu bukan kebenaran tapi itulah kesepakatan bahasa. Kita hanya bisa membuat benar sesuatu di depan umum, bukan kebenaran, ingin tau apa itu kebenaran? dia adalah kepercayaan itu sendiri. Maka jika ada orang bilang bahwa kebenaran itu ada di mana mungkin ia sedang di tipu dengan keyakinanya. Kalau Descartes (filsuf farancis) bilang hati hati dengan panca inderamu karena itu bisa menipumu, aku juga mau mengutip pernyataan kawan saya “hati-hati dengan keyakinamu karena itu bisa saja menipumu” (Ones HIhika, mahasiswa UKSW), dan aku juga mau bilang bahwa saat susatu yang di yakini sebagai kebenaran umum, dan ada orang yang menyangkalnya sebagai sesuatu yang di pertanyakan maka mari kita telusuri apakah benar itu kebenaran ataukah itu kesepakat bahasa.
                  
                   Berpijak pada bumi yang sama bicara pada keyakina yang berbeda tapi hidup dan mati tetap menghampiri kita semua, ini adalah sebuah ke agungan sang pencipta bahwa saaatnya kalian sadar bahwa sesungguhnya kita semua sama

Monday, 6 August 2012

Siapakah Setan itu Sebenarnya?


              Tak ada kegiatan, suntuk di kamar,  terkadang membuat kita berpikir apa saja, berpikir dari hal-hal yang sederhana hingga pada hal-hal yang kompleks, smuanya bisa saja di jangkau pikiran saat kita dalam keadaan bosan inilah salah satu keagungan sebuah pikiran. Beginilah aku rasakan malam ini karena tak ada kegiatan kebetulan juga belum ngantuk, tiba-tiba muncul niat untuk menulis lagi, namun topic yang aku mau tulis saat ini adalah hala yang di anggap seram bagi kebanyakan orang, dia adalah “setan”. Bersifat tiba-tiba saja , terlintas dipikiranku tentang hal ini. Aku kemudian berdiskusi dengan pikiranku sendiri tentang eksistensi “setan”  dan pada akhirnya aku memunculkan pertanyaan Siapakah Setan itu sebenarnya..?

               Di Indonesia ada berbagai macam nama yang di kenal itu sebgai sosok setan, misalkan Pocong. Kuntilanak, Tuyul, Genderuwo, dan wujud-wujud lainya. Keberadaan mereka di pemahaman kebanyakan orang adalah mereka adalah mahluk yang menkutkan, seram, serta di anggap mengganggu kenyamanan beberapa warga. Di Indonesia  kehadiran mereka saat di saksikan oleh panca indera sering di beri nama sebgai “penampakan”. Dan mungkin saya bisa bilang bahwa 80% orang di Indonesia mengakui keberadaanya, namun adakah yang bisa menjelaskan secara rinci proses kemengaadaanya mereka yang kita kenal sebgai setan. Lalu asumsi pertama yang kita yakini bahwa ia adalah sosok yang menakutkan itu berkembang pertama di mana, hal ini hingga sekarng belum juga terjawab, semakin meenjadikan saya utnuk terus bertanya tentang “Setan “ ketika kita semua kembali mengingat tentang kepercayaan kita terhadap sang Mahakarya Tuhan, bahwa ia menciptakan dunia dengan segala isinya dan juga Sang Maha Kuasa, itu artinya mereka juga adalah ciptaanya, lalu pertanyaanya adalah apakah mungkin Jika Tuhan itu Mahakuasa, bagaimana mungkin setan telah memberontak melawan dia dan diambil kekuasaanya di bumi?, pasti di antara  kita juga sangat sering mendengar kalimat bahwa orang itu dukuasai oleh setan, mereka memuji setan, mengagungkan setan. Di dalam benakku aku hanya bilang bahwa sesungguhnya setan itu siapa..?

               Saat kita lagi bertemu teman-teman bercertita bersama, hal yang menyangkut  mahluk yang menakutkan  tersebut hal ini tak jarang luput dari pembicaraan juga. Anehnya juga orang kecenderungan lebih senang membeicarakan hal seperti ini di saat malam hari, mungkin bagiku ketika di bicarakan pada malam hari ini akan semakin menajadikan pembicaraan ,jauh lebih menegangkan dan menariik. Tapi saya tidak mengerti ketika bercerita tentang hal ini kita sudah merasa taku tapi tetap saja tertarik untuk membahasnya lebih jauh, ini berarti keberadaan mereka menjadi tanda Tanya besar bagi umat manusia karena menjadikan manusia penasaran tentang mereka.

               Dalam banyak perfilman yang menyangkut dengan setan, memang posisi setan pasti memerankan  lakon yang menakutkan bagi manusia, dan ada juga manusia dalam peranya di Film itu adalah, melawan setan, membasmi setan, yang selalu mengganggu ketenangan pada pemukiman manusia. Tak hanya di Indonesia orang bicara setan, di luar negeri pun demikian setan juga di akui keberadaanya, namun tak ada peneliti-peneliti dari luar pun yang mampu memberikan penjelasaan yang bisa di kaji secara ilmia tentang eksistensi setan. Setan hanya kita percaya sebagai Sesutu mahluk yang menakutkan termasuk saya jika bicara setan juga terkadang saya merasa takut, apalagi bicara tentang hal ini di daerah saya sendiri di Toraja saya juga sangat takut dengan setan, karena analogi tentang setan di beberapa tempat kan berbeda-beda juga, orang mengasumsikan setan itu juga bisa di akui dalam kebudayaan misalkan di tempat kelahiranku di Mamasa (Torajabarat) setan bisa berkeliaran saat ada orang yang melahirkan, ada orang yang kecelakaan bersimbah dara. Namun anehnya di toraja justru di kuburan penampakan tentang apa yang di yakini sebagai setan itu sangat jarang. Padahal di tempat lain yang menjadi objek untuk mencirikan setan adalah di kuburan.. mungkin sekian tentang rasa penasaranku tentang setan, terserah orang mau bilang saya adalah orang pemuja setan pengagum setan. Tapi aku Cuma mau bilang bahwa kekagumanku membahasa tentang setan karena aku tak mengerti asal usulnya tapi di keberadaanya di akui, dalam filsafat juga di katakana bahwa jika eksistensi Sesutu itu ada berarti ia dapat di jelaskan.
              

Tuesday, 24 July 2012

DARI KESALAHPAHAMAN , REALITAS MENJADI TAK BERMAKNA





saya sama sekali tidak memerlukan hal ini
Saya kurang bijaksana,
Saya seharusnya menjaga mulut besar saya tetap tertutup
Maka bacalah bibir saya.






Kembali lagi saya bernostalgia dengan kebiasaan saya, yaitu menulis apa saja yang itu menurutku menarik untuk saya tulis, eemm seminggu yang lalu saat sedang asik-asiknya browsing, baca-baca artikel-artikel menarik, sambil buka kawan sejati yaitu “Facebook”, kebetulan salah satu aktivitas saya saat buka facebook pasti mengunjungi group2 yang di buat di FB, ntah itu group komunitas saat sma, komunitas rekan kerja, dan juga komunitas sains dll. Di saat yang sama aku masuk di satu group yang itu adminya hampir aku kenal smua karena itu adalah teman-teman aku juga yang ada di dalamnya kebetulan basis group ini adalah komunitas pelajar/ mahasiswa. Di group itu aku sengaja melempar bola api untuk bisa di jadikan diskusi yang menarik bunyinya seperti ini (Komunitasnya tak beregenerasi dengan baik), tapi sayangnya status pendekku itu di pahami keliru oleh beberapa teman, mereka berkomentar seolah-olah aku memojokkan komunitas tersebut. Padahal maksud yang sesungguhnya adalah di sana kita bisa tau apa yang menjadi kelemahan termasuk saya ingin tahu juga apa yang perlu di benahi, ironisnya mereka berdebat dengan kemampuanya mereka, tpi apa yang terjadi mereka berdebat di atas kekeliruan interpretasi. Aku pun berusaha mengembalikan keadaan agar ini tidak berlanjut tapi mereka sudah terperangkap dalam keseriusan dalam kekeliruan, tapi aku dalam hati saja bilang yahh ini hal yang wajar-wajar saja, Cuma aku bingung aja tentang mereka, bahwa apakah mereka benar-benar sadar kalau ia ada dalam lingkaran akademis. Padahal jika status tersbut di maknai dengan kritis analitis paling tidak mereka mengungkapkan apa kendalanya, apa yang tak tercapai tapi yah begitulah kita bagaikan cacing yang selalu meninggalkan kotoranya dari tubuh tampa ada niat untuk melemparnya keluar.

               Komentar-komentar terus terupdate di bawa status tersebut, hingga akhirnya ada yang bilang jangan melihat komunitas ini dari segi negatifnya masi ada sisi-sisi yang lain, kita tak butuh kritikan yang seperti itu yang kita butuhkan adalah realitas, jelasnya seperti ini (generasi dari para kaum intelejensi dari sbua organisai untuk saat ini blm bisa qt nilai hanya dari 1 arah sja... mereka msi dlm tahap proses,, apalah arti argumen mengkritik sbua aergumen,, , “Realitas” yg membuktik bung..... ungakapan seperi yang bung paparkan tanpa u sadari akan mengukung kreatif2 junior,, sbab bung haxa menilai dari sisi negatifx sja......) lalu aku membalasnya seperti ini (ky trimksh atas keslah pahamanya terlalu cepat mengklaim sisi positif dan negatif...tpi ingat adik bahwa tak ada orang yang mampu menjelskan secara totalitas dari sebuah sistem..mau tidak mau itu harus berurut 1 persatu...tpi paham 1 hal bahwa manusia diciptkn dng punya mulut..bukan hanya tangan dan kaki,,,maka tampa anda mengunkn hakikat mulut itu maka apalh artinya sebuah realitas...dan aq tak paham ttng realitas yg adik maksud, realitas jangn hanya dimaknai sbgi sebuah kenyataan seperti yg ada dlm KBBI...sungguh kliru rasnya jika realitas di lihat dari perspektih kenyataan...tpi lihat realitas sebagai sesuatu yg utuh dlmi....lalu apa yg menjadi alasnmu mengtkn bahwa aq menilainya dari sisi negatif,,,dan aku jg mau bilang bahwa sy bagian dari sistem itu kok...jdi jangn menklaim sembarang bahwa aq sedang bersandiwara ttng sisi negatif organisasi tersebut.........spongbob bilang petrik gunakan sedikit imajinasimu biar kita tdk menciderai apa yg disebut sains.....)

 hehe aku Cuma tersenyum membacanya aku cuma bilang terimakasih atas komentarnya kesan yang pertama aku maknai di koment tersebut adalah dia siapa?, apa yang mereka kembangakan dalam organisasi tersebut, aku bilang mending kalian keluarkan nama daerahnya saja cukup organisasi pelajar gak usah bawa nama daerah kalau ini hanya di jadikan sebgai wadah gerakan otodidak. Organisasi kok masi bicara mengukung senior dan junior, tapi kembali aku mengingat bahwa hukum manusia memang hanya senang untuk di puji meskipun tak seharusnya hehehe, memang benar sedang dalam proses tapi proses apa dulu? Di saat itu juga aku terganggu dengan kata realitas, apa yang mereka maksudkan realitas, aku Cuma balas koment mereka bahwa jangan realitas di maknai seperti yang ada di KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) bahwa ia yang nyata itulah realitas, pertanyaanya adalah apa kaitanya bagaiman kalian mau menerima relaitas, status yang begitu simple saja tak bisa di maknai bahwa ini sebuah realitas bahwa memang benar-benar kita harus membuat sesuatu agar tak tak lagi ada yang membuat status yang sama. Sungguh mengherankan, “Realitas” saat di maknai sebagai yang nyata berarti ada yang utuh itulah kenyataan maka jika mereka hanya terukur di kenyataan saja aku kembali bertanya apa yang utuh dan apa yang di pertanggung jawabkan. Dalam hati aku Cuma bilang jangan berdiri kalau gak ingin duduk lagi karena itu sebuah kepastian. Realitas adalah ketika prosesnya terukur, sistematis dan akhirnya sampai pada apa yang disebut aksiologis keputusan akhirnya benar adanya bahwa ia bisa dijelaskan dan dipertanggung jawabkan.

Terlepas dari semua ini aku kembali bertanya pada diriku, sesungguhnya aku juga belum bisa benar-benar paham tentang realitas ini itu alasanya mereka keliru memahmi produk pikiranku, tapi paling tidak aku sadar bahwa itu hal yang etis. Dan aku bisa pertanggung jawabkan.

Sunday, 17 June 2012

MENGHINDAR KARENA TUKANG PARKIR



















Fenomena Tukang Parkir

Jujur saja bukan karena tidak senang dengan melihat orang untuk melakukan pekerjaanya, namun aku hanya mau bilang bahwa kehadiran mereka sebagai tukang parkir, yang benar-benar orientasinya hanya ke duit, bukan pada tanggung jawab, yang aq tidak senang. Tukang parkir semua orang tau bahwa pekerjaan ini bukan pekerjaan yang diilegalkan, pekerjaan ini justru mendapatkan izin dari pemeintah itu berarti legal.  namun mereka yang diberikan hak itu justru malah dijadikan sebagai moment-moment untuk mendaptkan uang plus-plus, dari si pengendara yang memarkir kendaraanya. Secara logika bahwa oleh 

karena pekerjaan ini legal dan mendaptkan perintah yang sah, maka seharusnya mereka benar-benar harus disiplin, tapi justru itu nampak terbalik. ..!!! 

Di tempat saya sekarang di salatiga (Jawa Tengah),””’ mungkin juga di tempat lain,jujur saja jika saya pergi bersama teman entah itu ke shoping, makan ataukah keperluan lain, terkadang jika pake kendaraan kami mencari tempat parkir, yang itu jauh dari jangkauan tukang parkir, hal ini kami lakukan karena begitu kita datang batang hidung mereka kadang gak kelihatan, tapi begitu kita mau pergi/pulang tiba-tiba terdengar suara sumpritan pritttt…… prittt…… priiittt….. baru kita sadar ehhhhhhh’’’’ tukang parkir, sungguh aneh,.. lalu jika kita kehilangan entah itu kendaraan perlengkapan berkendara mereka tidak mau tau, yang mereka tau kita parkir itu artinya kita bayar. Pertanyaanya  adalah apa fungsi tukang parkir..? apakah menjaga keamanan kendaraan, aku bilang sangat kecil jumlahnya yang melakukan itu, ataukah menjaga ketertiban,,, aku rasa  yang bawa kendaraan pastilah orang-orang yang sudah mengerti tentang kerapian gak mungkin mereka markir di tengah jalan, semakin membuat saya tidak iklas memberi mereka uang.  Keberadaan tukang parkir memang tak asing lagi buat kita mereka sudah bagaikan ‘’security’’ ruas jalan samping kiri kanan jalan berjejeran, keberadaan mereka yang jaraknya berdekatan yang justru menghambat waktu bagi para pengendara untuk memenuhi kebutuhanya, karena jika mereka punya kebutuhan di tempat lain yang itu butuh waktu panjang untuk jalan, maka baiknya memang kita menaiki kendaraan namun karena di tujuan itu pasti ada tukang parkir lagi akhirnya beberapa orang memutuskan untuk jalan dari pada parkir beberapa kali kan bayar lagi kan repot jadinya dan juga pasti kesal juga.  Berpa sih sebenarnya harga parkir itu, ini kan jika berbicara jumlah uang untuk parkir tidak soal, Cuma hal ini jika di biarkan sama halnya kita membiarkan orang untuk melakukan korupsi…. Coba saja anda amati ketika habis parkir kendaraan di tempat perbelanjaan seperti shoping dll, apakah anda di berikan “karcis” saya yakin sebagian besar tidak, kecuali pusat perbelanjaan seperti Mall.

           Ini membuktikan bahwa kita belum punya apa-apa sebenarnya dibandingankan Negara lain, kita masi di jajah oleh keserakahan, krisis moral, kemunafiqkan.  Karena  dari pekerjaan itu saja mereka masi bagaikan tikus, bukan maksud bahwa hanya orang-orang besar sih yang bisa berperilaku seperti tikus namun ini kan membuktkan bahwa dari pintu depan sampai pintu belakang bagsa ini semuanya ranjau. Tapi satu hal yang saya mau bilang bahwa ini bukan general atas semua pemegang hak bangsa, aku hanya bicara pada topic tertentu, jadi jangan salah paham dengan kalimat saya.

Thanks atas kunjungan anda

Wednesday, 9 May 2012

MAMASA YANG PENUH DENGAN MAKNA, MAKA ITU AKU INGIN BERMAKNA UNTUK MU (Cerpenku)


 For Mamasa

Tak terasa malam semakin larut, suasana hati semakin hening, di terpah oleh kedinginan malam. Aku hanya di temani oleh secangkir kopi, namun suasana itu tak membuatku bosan, karena aku di bimbing oleh alunan lagu daerahku, nada-nada yang slow pendalaman akan seni lagu oleh si penyanyinya membuat hati pikiran ini tetap betah berada di depan layar, hanya untuk membuka mata bagi kalian semua, bahwa inilah manifestasi diriku yang tertuang dalam tulisan ini, tentang betapa berharganya diriku ada di tengah-tengah masyarakat baru, oleh karena aku dibekali sebuah jati diri sebagai mahkluk yang diciptakan sang Esa dan dititipkan untuk Mamasa.

               Aku lahir besar di sebuah perkampungan di salah satu daerah di mamasa, tepatnya di sasakan (sumarorong) pada tahun 1991 yang lalu, disitulah aku dihadapkan oleh alam yang sejuk, aku di pertemukan oleh manusia yang berbudaya unik, aku di tempatkan pada lingkungan yang nyaman, sungguh eksistensi diri yang sangat tak terukur, begitu luar biasanya pemberian itu. Aku hanya bisa mengatakan “itu bukan pilihan, itu bukan panggilan aku di tempatkan pada ruang itu, namun ini adalah pijakan hidup saya itu alasanya aku terkagum dengan apa yang mengada pada diri pribadiku ini”. Hari demi hari aku lalui, dengan berbagai macam seluk-beluk kehidupan, semuaya terasa penuh dengan suka duka, aku terus berproses dari tahap demi tahap. Sebuah lakon kehidupan yang sungguh menghibur hingga akhirnya saya beranjak menjadi seorang yang dewasa, dan pada akhirnya saya bisa memberikan hasil pikiranku  terhadap ruang yang membesarkan aku, ruang itu adalah Mamasa.

               Makna demi makna aku rangkum dalam aplikasi kehidupanku, saya selalu berusaha untuk selalu memaknai jejak-jejak langka hidupku. Yang tak bermakna sekalipun aku berusaha memaknainya hingga pada akhirnya aku bisa menjadi orang yang bermakna untuk mamasa, yang penuh dengan makna-makna yang unik nan mengagumkan. Akhirnya aku tiba pada kesimpulan bahwa apa yang saya maknai yang aku aplikasikan, kini menjadi saham yang terus berinvestasi pada perjuangan-perjuangan yang aku lakukan, itulah yang saya sebut sebagai identitas. Aku saat ini hidup di tengah-tengan masyarakat yang jauh dari mamasa  yang cukup plural, di hadapkan dengan budaya-budaya sangat bersebrangan dengan budayaku, ada Ambon, Jawa, Batak, Bali dan lainya. Namun aku merasa tak terasing, itu artinya betapa kuatnya identitas ini. Aku mengenalkan kepada mereka cirri kemamasaan saya melalu pembawan diri saya baik itu tingka laku, tutur kata semuanya menjadi baik-baik saja. Aku tersenyum, bangga, terkadang heran akan hal ini, namun itulah realitas. Bahwa aku kemanapun hidup di mana pun, aku tetap putra Mamasa. Aku menarik sebuah benang merah melalui pemkanaan filsafat atas apa yang saya rasakan selama ini menjadi seorang yang lahir besar di mamasa, “Bahwa mamasa bukanlah pilihanku, namun itu pijakan hidup dari Sang khalik (Tuhan), mamasa bukanlah hasil logika, maka itu artinya aku harus berpikir agar Mamasa bukan menjadi perenungan pemikiran tetapi menjadi dasar atas apa yang kita pikirkan, memasa menjadikan aku berbeda dari yang lain. Aku berusaha agar bisa menjadi orang yang bisa terus berinvestasi kepada mamasa, karena isi mamasa adalah saham yang baik. “Terimah kasih atas pemberian Mu”

Oleh : Fandi

Monday, 7 May 2012

KEKERASAN DAN SENI

          Tampa visi, manusia cenderung menjadi lesu, melamban, tak tentu arah, dan puas pada diri sendiri, tampa orang-orang yangmemiliki visi, maka manusia tak beranjak dari budaya purba, dengan adanya orang-orang idealis, penemu pembaru, serta agen-agen perubahan lajnya maka kehidupan menjadi maju. jika anda merasa tak mampu mewarnai dan mengubah dunia tap setidaknya anda memiliki visi atau impian, maka nikmatilah seninya, dan rasakan bedaya. selamat membaca sebagian dari visi saya.

Sungguh sangat memprihatinkan nasib bangasa ini dengan semakin maraknya budaya kekerasan, di tengah masyarakat indonesia. budaya kekerasan bukan lagi menjadi hal yang baru  bagi masyarakat kita, nampaknya hal ini sudah semakin mendekat di sendi-sendi kehidupan masyarakat nusantara. sekian banyak pemberitaan yang ada ada di media elektronik, tak sedikit yang menjadi pengisi acaranya adalah pemberitaan budaya kekerasan.kekerasan tersebut tak hanya kita jumpai di masyarakat kecil namun di kalangan  aparat negara.

           Problem  kebudayaan ini harus mendapatkan perhatian yang serius untuk kita, dan kemudian kita berjalan bersama-sama untuk mencarikan solusi penyelesaianya, agar ini tidak menjadi sebuah persoalan yang terus beregenerasi dari masa ke masa, jika hal ini bisa kita sadar dan kemudian membangun sebuah konsep kebersamaan dalam penuntasan masalahnya, agar bangsa ini tidak memperoleh peridikat  bangasa yang biadab oleh bangsa lain di dunia ini. kebudayaan kekerasaan akan pula menghilangkan kesempatan anak bangsa ini untuk dapat hidup normal sebagai manusia yang utuh. coba saja kita mengamati kota-kota besar, misalkan jakarta, surabaya, semarang, kelihatanya para orang tua di kota-kota besar ini, sangat begitu was-was dalam melepaskan anaknya untuk pergi ke sekolah atau keluar tampa dampingan orang tua, karena rasa takut akan terjadinya kekerasan antar pelajar. 

Tak paham Seni

           Hingga hari ini orang-orang ahli ilmu sosial menghubungkan awal kemunculanya kebudayaan kekerasan itu dengan adanya kesenjangan ekonomi di tengah  masyarakat. namun menurut hemat penulis sendiri bahwa indikator kemunculanya hal ini oleh karena tak paham makna dari setiap sendi-sendi kebudayaan alias tak mendalami sendi dari ragam kebudayaan. buta huruf jika menghinggapi manusia makan kemungkinan manusia ini akan menjadi manusia yang kerdil. maksudnya adalah manusia yang sangat sempit wawasanya karena tidak meiliki cukup informasi yang dapat menjadikan mereka sebagai manusia yang memiliki wawasan luas. demikian pula manusia yang buta seni, misalkan seni musik, seni lukis dan sastra dan seni yang lainya. maka manusia yang menderita penyakit itu juga menjadi manusia yang kerdil, dalam artian manusia yang buta seni akan mudah bertindak tampa mempertimbangkan kemanusianya.

                 Bagi penulis bahwa ketidak pahaman seni ini akan berpengaruh atas keseimbangan jiwa, rasa dan pemikiran itu tak bersinergi dengan baik jika orang tak bisa menjadikan seni sebgai salah satu asumsi diri. nah untuk bisa menjadikan iwa ini seimbang maka salah satu yang bisa di tempuh adalah pendidikan, orang musik jika ia mendalami dari sisi-sisi seninya, bukan hanya alunan iramanya, maka di sana ia akan mengerti tentang pluralisme yang seimbang dan damai, coba saja kalain amati musik, misalkan 1 group band, ataukah orkestra, di sana terdapat berbagai jenis musik, ada gitar biola, piano drum, semuanya jika bunyi satu persatu nada yang keluar sangat berbeda dengan yang lainya, namun ketika di bunyikan secara serentak dengan kunci nada yang sama maka hal tersebut akan mengeluarkan bunyi yang sangat indah di telingan. inilah yang saya juga sebut sebgai simbol multikulturala yang damai. utnk melakukan ini semua tentunya mereka yang mendalami seni musik tersebut.

             Apa bila kita ingin menanyakan apa tugas sarjana, khususnya sarjana seni, di masa-masa akan datang ? maka jawabanya jelas, yaitu memberantas penyakit "Buta Seni" yang saat ini di derita bangsa ini. Para sarjana seni harus melakukan dua jenis advokasi untuk mencapai tujuan itu. advokasi pertama di tunjukan untuk meminta perhatian pemerintah, khususnya Departement Pendidikan Nasional, agar mau memeberikan perhatian pada pengajaran seni dan  budaya di sekolah-sekolah indonesia. Advokasi yang kedua di tunjukan kepada masyarakat  agar mereka memahami masa depan bangsa ini tidak akan hanya ditentukan oleh banyaknya anak-anak indonesia yang jago matematika, namun juga akan ditentukan oleh anak-anak yang benar-benar matang dan memiliki daya kreativitas yang tinggi. dan saya meyakini satu hal jika hal ini telah terbuka maka saya yakin budaya kekerasaan di indonesia akan hilang. 

Saturday, 7 April 2012

PANDANGAN UMUM TENTANG PEREMPUAN DALAM RELASI JENDER



A.     Pengertian Perempuan dalam relasi jender
Sebelum membicarakan tentang perempuan dala relasi jender , terlebih dahulu penulis menyampaikan  tentang  arti  perempuan  dan  relasi jender. 


            Dalam  Kamus  Bahasa  Indonesia  disebutkan,  perempuan  adalah  orang  (manusia)  yang  mempunyai  puka,  dapat  menstruasi,  hamil, melahirkan anak dan menyusui. Sedangkan wanita adalah perempuan dewasa. Dari  sini  dapat  diketahui,  bahwa  perempuan  adalah  manusia  yang mempunyai  puka  tidak  dibedakan  umurnya.  Tetapi  kalau  wanita    adalah perempuan yang sudah mencapai dewasa.
Sedangkan  jender,  mulai  diperbincangkan  manusia,  ketika  ada  salah satu  perubahan  yang  paling  mencolok  dalam  hal  kemanusiaan  pada    80-an adalah  timbulnya  isu  jender  sebagai  kategori  analisis.  Dalam  kebangkitan  kritisisme  feminis,  jender  telah menjadi sebuah kesadaran sebagai penentu yang sangat krusial dalam produksi, sirkulasi, dan konsumsi wacana kesusasteraan.

Teori  jender  mulai  berkembang  sejak  awal  80-an  dalam  pemikiran feminis  baik dalam  bidang  sejarah,    antropologi,      filsafat,    psikologi  dan  ilmu alam  dengan  membuat  peralihan  (perubahan)  dari  investigasi  yang  berfokus pada  perempuan  pada  tahun  70-an;  seperti  investigasi  tentang  sejarah perempuan, gynocriticism dan  psikologi  perempuan,  kepada  studi relasi  jender ,yang melibatkan  perempuan  dan  laki-laki. Perubahan  paradigma  itu  membawa pengaruh  yang  sangat  radikal  yang  tertransformasi  pada  beberapa  disiplin kajian tentang perempuan. Dari sini dapat dilihat bahwa “jender” termasuk hal yang masih baru. Berbicara  tentang  jender  berarti  berbicara  tentang  laki-laki  dan perempuan. Pengertian  tentang  jender  itu  sendiri  masih  belum  mencapai kesepakatan  resmi.  Sementara  kata  “jender”  berasal  dari  bahasa  Inggris, “gender”, berarti “jenis kelamin. Arti    demikian  sebenarnya  kurang  tepat, karena  disamakan  dengan  sex  yang  berarti  jenis  kelamin  Hal  ini  karena  kata jender  termasuk  kosa  kata  baru,  sehingga  belum  ditemukan  di  dalam Kamus Bahasa Indonesia. Tetapi kendatipun demikian, istilah tersebut biasa digunakan di kantor Menteri Urusan perempuan, dengan ejaan “jender”. Jender diartikan sebagai interpretasi mental dan kultural terhadap perbedaan kelamin, yakni laki-laki  dan  perempuan.  Jender  biasanya  digunakan  untuk  menunjukkan pembagian kerja yang dianggap tepat bagi laki-laki dan perempuan. Ann  Oakley,  salah  seorang  feminis  pertama  dari  Inggris,  yang menggunakan  konsep  jender,  mengatakan  bahwa,  ”Jender”  adalah  masalah budaya, merujuk kepada klasifikasi sosial dari laki-laki dan perempuan menjadi maskulin  dan  feminin,  berbeda  karena  waktu  dan  tempat.  Sifat  tetap  dari  jenis kelamin harus diakui, demikian juga sifat tidak tetap dari gender” .

Dari  sini  dapat  disimpulkan  bahwa  jender  tidak  memiliki  asal  usul biologis.  Hubungan  antara  jenis  kelamin  dan  jender  tidak  benar-benar “alamiah”.  Ann  Oakley  menambahkan  bahwa,  jender  adalah  perbedaan  yang bukan  biologis  dan  bukan  kodrat  Tuhan.  Perbedaan biologis,  yaitu  perbedaan jenis  kelamin  yang  bermuara  dari  kodrat  Tuhan,  sementara  jender  adalah perbedaan yang bukan kodrat Tuhan, tetapi diciptakan oleh kaum laki-laki dan perempuan, melalui proses sosial dan budaya yang panjang. Jender mengacu ke peran perempuan dan laki-laki yang dikonstruksikan secara  sosial.  Peran  tersebut    berubah  dari  waktu  ke  waktu  dan  beragam menurut budaya dan antarbudaya. Sebaliknya, identitas sex biologis ditentukan oleh ciri-ciri genetika dan anatomis Sementara  H.T.Wilson berpendapat  bahwa,  jender  merupakan  suatu dasar  untuk  menjelaskan  tentang    bagaimana  sumbangan  laki-laki  dan perempuan dalam masalah kebudayaan dan kehidupan bersama, yang berakibat ia menjadi laki-laki atau perempuan. Jender adalah seperangkat peran, seperti halnya  kostum  dan  topeng  di  teater,  menyampaikan  kepada  orang  lain  bahwa termasuk feminin atau maskulin.

Dari  beberapa  definisi  tersebut,    dapat  disimpulkan  bahwa,  jender adalah konsep yang melihat peran laki-laki dan perempuan dari segi sosial dan budaya,  tidak  dilihat  dari  jenis  kelaminnya.    Sedangkan  relasi  jender, mempersoalkan  posisi  perempuan  dan  laki-laki  dalam  pembagian  sumberdaya dan  tanggung  jawab,  manfaat,  hak-hak,  kekuasaan  dan  previlese.  Penggunaan relasi jender sebagai suatu kategori analisis tidak lagi berfokus pada perempuan yang dilihat terisolasi dari laki-laki.


B.     Jender dan Sex
Dahulu,  pada  masyarakat  primitif,  orang  belum  banyak  tertarik  untuk membedakan  sex  dan  jender,  karena  persepsi  yang  berkembang  di  dalam masyarakat  menganggap  perbedaan  jender  (gender  differences)  sebagai  akibat perbedaan  sex  (sex  differences).  Pembagian  peran  dan  kerja  secara  seksual dipandang  sesuatu  hal  yang  wajar.  Akan  tetapi,  dewasa  ini  disadari  bahwa, tidak mesti perbedaan sex menyebabkan ketidakadilan jender (gender inequality). Dalam  wacana  feminis  term  jender  telah  digunakan beberapa  tahun  yang  lalu  dalam  bidang  makna  sosial,  budaya,  dan  makna psikologis  untuk  menentukan  identitas  sexual  biologis. 

Secara umum Gender digunakan untuk mengidentifikasi perbedaan laki-laki  dan  perempuan  dari  segi  sosial-budaya,  sedangkan sex  digunakan  untuk mengidentifikasi perbedaan laki-laki dan perempuan dari segi anatomi biologi.  Istilah sex lebih banyak berkonsentrasi kepada aspek  biologi  seseorang, meliputi  perbedaan  komposisi  kimia  dan hormon dalam tubuh, anatomi fisik, reproduksi, dan karakteristik biologi lainnya. Sementara itu, jender lebih banyak berkonsentrasi  kepada  aspek sosial,  budaya,  psikologis,  dan  aspek-aspek  non biologis lainnya. Sex  atau  jenis  kelamin  adalah  perbedaan  biologis  antara  laki-laki  dan perempuan.  Perbedaan  jenis  kelamin  berkenaan  dengan  kenyataan  bahwa  laki-laki memproduksi sperma, sementara perempuan melahirkan dan menyusui   anak.  Laki-laki  dan  perempuan  mempunyai  tubuh  yang  berbeda, hormon  yang    berbeda,  dan  kromosom  yang  berbeda.  Perbedaan  jenis  kelamin atau  sex adalah  sama di semua negara, dan merupakan fakta  mengenai  biologi  manusia, tetapi, kata “jender” digunakan untuk mengenali menjadi laki-laki atau menjadi perempuan tidak sama dari satu budaya ke budaya yang lain. Jender  menjelaskan  semua  atribut,  peran  dan  kegiatan  yang  terkait dengan “menjadi laki-laki” atau “menjadi perempuan”. Jender berkaitan dengan bagaimana dapat dipahami dan diharapkan untuk berfikir  dan bertindak sebagai.                       
                                                                                                                                               
Jender juga berkaitan dengan siapa yang memiliki kekuasaan. Semenjak  dahulu,  manusia  telah  mempunyai  kemampuan mengklasifikasikan  lingkungannya  menurut  simbol-simbol  yang diciptakan  dan  dibakukan  dalam  tradisi  dan  dalam  sistem  budayanya. Karena proses simbolisasi ini sangat terkait dengan sistem, budaya atau struktur  sosial  setiap  masyarakat,  perbedaan  jender  tidak  selalu bertumpu kepada perbedaan biologis. Istilah  jender  sekarang  telah  umum  digunakan  dalam  literatur  studi perempuan.  Namun  pembedaan  antara  jender  dan  sex  ini  bukan  tanpa persoalan,  misalnya  Maria  Mies  mengatakan  bahwa, sex  ataupun  sexualitas manusia tidak dapat dilihat semata-mata hanya sebagai masalah biologis. Fisiologi  manusia  sepanjang  sejarah  telah  dipengaruhi  dan  telah dibentuk oleh dimensi sosial budaya hubungan manusia. Demikian  juga,  kaum  feminis  radikal  mengatakan  bahwa,  pemisahan istilah  sex  dan  jender  melahirkan  klasifikasi  yang  seolah-olah  dapat  memberi batasan  tajam  antara  apa  yang  biologis  dan  apa  yang  sosial/kultural.  Hal  ini tampak  dengan  jelas  dalam  konsep  sexualitas  di  mana  sesuatu  yang  oleh kebanyakan  orang  dianggap  sebagai  hal  yang  biologis,  alamiah  dan  instinktif. Dalam  berbagai  studi  yang  dilakukan  orang  ternyata  sangat  dibentuk  oleh konteks sosial politik yang berlaku pada zaman tertentu. Dari  penjelasan  tersebut  di  atas,  kiranya  sangat  jelas  bahwa,  jender  dan sex  sangat  berbeda.  Jender  dapat  berubah,  sedangkan  sex  adalah  bersifat biologis, yang tidak mungkin diadakan perubahan.

C.     Jender dan Perempuan
Perempuan secara langsung menunjuk kepada salah satu dari dua jenis kelamin, meskipun di dalam kehidupan sosial selalu dinilai sebagai the other sex  yang  sangat  menentukan  mode  sosial  tentang  status  dan  peran  perempuan. Marginalisasi  perempuan  yang  muncul  kemudian  menunjukkan  bahwa perempuan  menjadi the  second  sex, seperti  juga  sering  disebut  sebagai “warga kelas dua” yang keberadaannya tidak begitu diperhitungkan. Pembahasan tentang perempuan sebagai suatu kelompok memunculkan sejumlah kesulitan. Konsep “Posisi perempuan” dalam masyarakat memberi kesan  bahwa,  ada  beberapa  posisi  universal  yang  diduduki  oleh  setiap perempuan  di  semua  masyarakat.  Kenyataannya  bahwa,  bukan  semata-mata tidak  ada  pernyataan  yang  sederhana  tentang  “Posisi  perempuan”  yang universal,  tetapi  di  sebagian    besar  masyarakat  tidaklah  mungkin memperbincangkan  perempuan  sebagai  kelompok  yang  memiliki  kepentingan bersama.  Perempuan  ikut  andil  dalam  stratifikasi  masyarakat.  Ada  perempuan kaya,  ada  perempuan  miskin,  dan  latar  belakang  kelas  kaum  perempuan mungkin  sama  penting  dengan  jendernya  dalam  menentukan  posisi  mereka  di masyarakat.
Dalam    masyarakat  multikultural,  latar  belakang  etnis  seorang perempuan, bahkan mungkin lebih penting daripada kelas. Istilah  jender  juga  berguna,  karena  istilah  itu  mencakup  peran  sosial kaum perempuan  maupun laki-laki.  Hubungan  antara laki-laki  dan perempuan seringkali  amat  penting  dalam  menentukan  posisi  keduanya.  Demikian  pula, jenis-jenis  hubungan  yang  dapat  berlangsung  antara  perempuan  dan  laki-laki akan  merupakan  konsekuensi  dan  pendefinisian  perilaku  jender  yang semestinya dilakukan olah masyarakat 

D.     Jender antar kultural
Struktur  sosial  masyarakat  yang  membagi-bagi  antara  laki-laki  dan perempuan  seringkali  merugikan  perempuan.  Perempuan  diharapkan  dapat mengurus  dan  mengerjakan  berbagai  pekerjaan  rumah  tangga,  walaupun mereka bekerja di luar rumah tangga, sebaliknya tanggungjawab laki-laki dalam mengurus rumah tangga sangat kecil. Sebagian masyarakat beranggapan bahwa, tugas-tugas kerumahtanggan dan  pengasuhan  anak  adalah  tugas  perempuan,  walaupun  perempuan  tersebut bekerja.  Ada  batasan  tentang  hal  yang  pantas  dan  tidak  pantas  dilakukan  oleh laki-laki  ataupun  perempuan  dalam  menjalankan  tugas-tugas  rumah  tangga. Perempuan  kurang  dapat  mengembangkan  diri,  karena  adanya  pembagian tugas  tersebut.  Peran  ganda  laki-laki  kurang  dapat  diharapkan  karena  adanya idiologi tentang pembagian tugas secara seksual.  Dalam  setiap  masyarakat,  peran  laki-laki  dan  perempuan  mempunyai perbedaan.  Perbedaan  yang  dilakukan  mereka  berdasar  komunitasnya,  status maupun  kekuasaan  mereka.  Perbedaan  perkembangan  peran  jender  dalam masyarakat    disebabkan  oleh  berbagai  faktor,  mulai  dari  lingkungan  alam, hingga  cerita  dan  mitos-mitos  yang  digunakan  untuk  memecahkan  teka-teki perbedaan jenis kelamin.
Dalam  masyarakat  terdapat    bermacam-macam  kerja  yang  dilakukan oleh  laki-laki  dan  perempuan.  Pembagian  kerja  tersebut  berdasarkan  jender (gender  division  of  labour). Misalnya,  di  dalam  masyarakat  primitif,  menurut antropolog  Ernestine  Friedl,  seperti  yang  dikutip  Budiman,  bahwa  perempuan lebih penting dari laki-laki.  Pada  masyarakat  primitif,  ketika  manusia  masih  hidup  mengembara dalam  kelompok  kecil,  bahaya  yang  paling  ditakuti  adalah  musnahnya kelompok,  yang  disebabkan  matinya  anggota  kelompok.  Karena  itu,  jumlahnya harus diperbesar dengan  cara memperbanyak lahirnya bayi-bayi, tetapi jumlah anak yang lahir masih terbatas. Untuk itu laki-laki banyak dikorbankan, dengan pergi  ke  medan  perang  dan  berburu,  yang  mana  pekerjaan  tersebut  dapat membahayakan  nyawa,  maka  muncullah  pembagian  kerja  berdasarkan  seks. Perempuan bekerja di dalam rumah, laki-laki bekerja di luar.  Sedangkan  di  masyarakat  Mbuti  di  Afrika,  dan  masyarakat  Bali, memiliki  peran  jender  yang  tumpang  tindih.  Di  kalangan  orang  kerdil  dalam berburu dan dalam pengasuhan anak dilibatkan laki-laki dan perempuan.  Sementara  di  kalangan  orang  Ambara,  normanya  ayah  jarang menyentuh  anak-anaknya  selama  dua  tahun  pertama,  dan  setelah  dua  tahun pertama, mengharapkan kepatuhan sepenuhnya dari anak-anaknya. Dari  sini  dapat  diamati  bahwa,  peran  perempuan  dan  laki-laki  adalah buatan  atau  ciptaan  masyarakat.  Untuk  itu  dapat  diubah,  seperti  masyarakat primitif  berlaku  demikian,  karena  adanya  keperluan  untuk  melestarikan kelompoknya. Tetapi dewasa ini, karena sudah tidak diperlukan, peran laki-laki dan  perempuan  akan    berubah.  Perubahan  tersebut,  melalui  proses  sosialisasi penjenderan,  harus  berlangsung  terus  menerus,  dan  dilaksanakan  di  dalam keluarga dan masyarakat. 

E.     Kesimpulan
Dari paparan di atas kesimpulan yang bisa di tarik adalah bahwa jender bukanlah persoalan biologis, apa lgi jika ingin dikatakan bahwa ini adalah kodrat Tuhan. Tetapi jender adalah hasil konstruksi social yang dibuat oleh laki-laki dan perempuan itu sendiri dalam waktu yang cukup panjang. Ann  Oakley,  salah  seorang  feminis  pertama  dari  Inggris,  yang menggunakan  konsep  jender,  mengatakan juga  bahwa,  ”Jender”  adalah  masalah budaya, merujuk kepada klasifikasi sosial dari laki-laki dan perempuan menjadi maskulin  dan  feminin,  berbeda  karena  waktu  dan  tempat.  Sifat  tetap  dari  jenis kelamin harus diakui, demikian juga sifat tidak tetap dari gender” .  dari defenisi inilah bisa dikatakan bahwa femenisme adalah sebuah alat untuk menganalisis dan untuk melihat permasalahn social, yang mengarah kepada transformasi masyarakat. Posisi feminis dalam hal ini adalah ingin membantu melihat adanya bentuk ketimpangan perilaku baik yang bersifat structural maupun cultural melalui system pemikiran yang menyeluruh. Sehingga feminism dapat di anggap sebagai cara pandang yang berusah membedah dan menyelesaikan persoalan social, serta tindakan sadar antara perempuan dan laki-laki dalam merubah keadaan.





Daftar Pustaka
Ratna Megawangi,  Membiarkan Berbeda ? Sudut Pandang Baru tentang Relasi Gender (Mizan Bandung 1999)
Nani Soewondo, Kedudukan Wanita Indonesia dalam Hukum dan Masyarakat  (Ghalia 1994)
www.angelinasondakh.com/nsroom/artikel/feminisme-perjuangan.pdf